Chapter 37 || Bahagia Untuk Kesedihan

13 0 0
                                    

Pengakuan 20

"Itulah alasannya mengapa aku membenci sebuah pertemuan. Karena, dia selalu mengakhirinya dengan perpisahan."

»»——♡——>


        Sekarang, aku sudah siap dengan seragam dan juga ransel yang kurangkul di pundak. Mungkin saja, hari ini adalah hari terakhirku mengenakan seragam ini. Tepat sebelum berangkat, aku sudah berdandan sederhana agar sedikit lebih segar. Itu bunda yang menyuruhnya, aku sebetulnya tidak ingin. Menyebalkan, serius. Meskipun tadi aku berniat memesan taksi online saja, tapi ayah melarang.

          Akhirnya, aku memutuskan untuk berangkat dengan ayah dan bunda. Iya, kami berangkat bersama. Sekarang, aku sudah di dalam mobil dan duduk di samping bunda. Ayah menyetir, sedangkan bunda lebih memilih duduk di belakang bersamaku. Katanya, mau menenangkan sekaligus bercerita banyak padaku.

          Selama bunda bercerita, aku sama sekali tidak tertarik mendengarkannya. Pikiranku jauh tenggelam dengan permintaan yang pernah dibilang bunda tiga bulan yang lalu. Rasanya, sebagian diriku terasa hampa. Mau tidak mau, setelah acara kelulusan ini, aku harus meninggalkan Korea dan berangkat ke Swiss. Kata bunda, aku bahkan sudah didaftarkan ke perguruan tinggi di sana.

Jeon Jungkook.

          Kenapa pikiranku justru tertuju padamu? Aku tidak mengerti, mengapa perasaan khawatir ini sepenuhnya tenggelam oleh dirimu. Di satu sisi, hatiku tidak bisa berpaling darinya, dan aku merasa sangat bersalah jika harus meninggalkan Jungkook dan kisah kami sampai di sini. Apakah aku akan mengingkari janjiku padanya? Tapi, aku belum siap dengan kenyataan ini.

Maafkan aku, Kook.

🦋🦋

"Yoon?"

Aku menoleh setelah bunda memanggil namaku berkali-kali. Sebenarnya, aku menyadarinya dari tadi. Hanya saja, aku sedang malas merespon pembicaraan bunda.

"Kenapa, Bun?"

"Dari tadi bunda perhatikan, kenapa diam saja? Gugup?"

Aku tersenyum samar dan menggeleng cepat. "Bukan memikirkan apa-apa, kok."

"Bukan memikirkan apa-apa? Ah, bunda jadi curiga. Pasti lagi mikir apa-apa, nih." Kemudian, bunda memelukku.

Bunda mengusap suraiku, "Sedang memikirkan apa sih, anak gadis satu ini? "

Aku mengembuskan napasku perlahan. Membenarkan posisiku agar nyaman di pelukan bunda. "Tidak, Bun. Aku hanya..."

"Hm?"

"Ah, lupakan."

Bunda terkekeh, "Memikirkan Jungkook?"

"Aku terlihat seperti sedang merindukannya, ya?" kutanya ke bunda. Tapi, justru bunda makin tertawa.

"Dia akan datang ke sekolah, kan?"

"Iya, sih. Tapi, yang kupikirkan sekarang itu ... bagaimana caranya untuk bilang hal ini pada Jungkook?"

Dahinya berkerut. Bunda terlihat heran, "Bilang hal apa?"

"Masalah pindah ke Swiss."

Kemudian, bunda kembali memelukku erat. Merebahkan kepalaku di dadanya. "Yoon, bunda boleh kasih usul?"

Aku mendongakkan kepala, menatap bunda yang masih tersenyum. "Apa?"

"Lupakan Jungkook, nak."

"Kenapa?" tanyaku pada bunda.

My Lil Boy [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang