Chapter 14 || My Euphoria

19 2 0
                                    

          Seiring berjalannya waktu, aku dan adik kelasku yang bernama Jeon Jungkook ini semakin dekat. Kami jadi sering melakukan suatu hal-hal bodoh yang tak masuk di akal. Seperti menertawakan hal yang tidak lucu berdua, bercanda dan kadang bolos saat pelajaran Matematika dan pergi ke bioskop.

          Aku dan Jungkook sama-sama tidak menyukai pelajaran hitung-hitungan seperti itu. Kami bercerita, mengatasi permasalahan dan memecahkannya berdua. Itulah mengapa alasannya kami dapat saling memahami. Rumor yang menyebutkan kalau kami pacaran, itu adalah hal yang paling biasa kami dengar dari murid-murid di sekolah ini.

           Tapi, siapa peduli? Aku dan Jungkook sama-sama tidak keberatan jika mendengar gosip seperti itu. Dan kami tetap menjalani kehidupan yang biasa saja. Toh, aku dan Jungkook juga bukan murid yang populer?

          Terus, kami benar pacaran? Tidak, kok. Kadang, banyak juga yang mengira kami gila karena sangking anehnya. Jujur, humorku dan Jungkook itu kelewat receh. Tidak sengaja mendengar orang lain bersin di pinggir jalan saja, kami tertawa.
      
Siapa yang peduli?

Ini bahagiaku dan Jungkook. Tapi, kalau kalian tidak suka, ya—tidak mengapa. Biar seorang Yoon Sonhwa saja yang gila bersama Jeon Jungkook.

🦋🦋

Seperti yang kubilang. Sekarang, kami baru saja keluar dari bioskop. Aku dan Jungkook bolos secara diam-diam saat pelajaran Matematika. Ini bukan sekali atau dua kali, entah yang ke berapa kali.
      
Untung saja perbuatan kami tidak diketahui murid-murid sekolah. Mereka tidak ada yang menyadari. Memangnya, mereka peduli dengan kami?

"Ah, noona! Aku penasaran dengan season sebelumnya. Lagian, kenapa noona mengajakku langsung melihat season dua-nya, sih? Aku ‘kan, baru tahu film itu."

Jungkook lagi ngambek padaku. Iya, aku mengajaknya menonton sebuah film langsung pada season duanya. Sedangkan, dia sama sekali baru tahu film itu.

Aku terkekeh, "Ya karena aku sudah tahu season pertamanya, hehe."

Dia memukul lenganku pelan, "Noona jahat! Tapi, aku ingin menonton season sebelumnya."

"Hm, aku baru ingat!"

Kulihat Jungkook terlihat seperti orang yang baru saja putus asa. "Apa?"

"Sepertinya, aku punya CD untuk season pertamanya di rumah."

Jungkook langsung terbelalak, "Benarkah? Aku mau nonton, noona."

Aku mengangguk pelan dan dia tersenyum, terlihat semakin imut. Tapi, maaf saja. Aku sudah terbiasa melihat itu. Jadi, bagiku biasa saja.

"Eum, begini saja. Besok hari minggu, kan? Aku ingin ke rumah noona boleh, tidak? Kita ketemuan di halte biasa itu ya, noona?" matanya menyipit, menunjukkan puppy eye .

Kuusak kepalanya. "Iya, boleh. Dan juga, aku ada playstation juga. Kau suka main game, kan?"

"Suka sekali, noona."

Kemudian, aku menyeruput minuman sodaku yang dibeli Jungkook tadi. "Kalau begitu, besok kita bisa liburan di rumahku seharian. Menonton drama dan bermain game. Setuju?"

Tangannya mengepal kuat dan melayang ke atas. Jungkook tersenyum lebar seperti anak kecil. "Yeay, setuju!"

Dasar, kelinci!

"Ah, noona—kita harus kembali ke sekolah. Setelah ini jam terakhir, kan?"

Asataga, aku lupa. Terlalu nyaman di sini, malah lupa jika masih sekolah.

"Lupa, Kook! Ya sudah, ayo kita kembali ke sekolah."

🦋🦋

            Kami segera menuju halte, menunggu bus untuk kembali ke sekolah. Di perjalanan, sesekali kami bercanda dan tertawa tak jelas. Sebetulnya, Jungkook ini tipe pria yang mempunyai lelucon dan tingkat humor yang bagus. Itulah alasannya mengapa aku tak pernah merasa bosan saat bersama Jungkook. Dia orang yang seru dan tidak terlalu bawa perasaan. Sedikit cuek, tapi di satu sisi dia bisa menunjukkan sebuah perhatian.

            Namun, bentuk perhatiannya untukku, jelas berbeda dengan cara dia menyikapinya ke perempuan lain. Aku juga tidak tahu kenapa. Mungkin, karena dia memandangku orang terdekatnya?

          Jika sebagian perempuan banyak yang bilang kalau lebih menyenangkan bersahabat dengan lawan jenis, itu sangat benar. Justru lawan jenis akan lebih merespon baik ketika kita bercerita tentang suatu hal. Dia akan mencoba mengerti dan menjadi pendengar yang baik.

Terutama untuk pria.

            Jelas! Pria mana yang tega membiarkan temannya, terlebih lagi seorang gadis sedang mengalami kesulitan di hadapannya? Tuhan memang menciptakan insting seorang pria untuk membantu perempuan, meskipun perempuan itu bukan siapa-siapanya. Tapi, tetap saja reflek mereka inginnya melindungi wanita, bukan?

Dengan begitu, justru mereka terikat saling membantu dan merasa dimengerti. Begitulah terjadinya cinta dibalik bumbu persahabatan.

            Maka dari itu, mengapa bersahabat dengan lawan jenis disebut hampir mustahil dan selalu dikatakan gagal. Ya, aku mengerti. Rasa ketakutan seperti itu yang sebenarnya selalu bersarang di pikiranku. Terlebih lagi saat telah bersahabat dengan Jungkook.

Tapi, apakah kami akan terlibat dalam masalah yang seperti itu? Kuharap tidak.

🦋🦋

"Kook, sudah izin ibumu, belum?" kutanya ke Jungkook yang masih serius bermain game di ponselnya.

"Iya, sudah. Lagi pula, kalau aku tidak bilang pun, memangnya kenapa? Aku bukan anak kecil yang harus selalu izin pada ibu dan ayahku terus, noona. Aku sudah dewasa dan tidak suka dikekang." Ujarnya. Namun, matanya itu sama sekali tidak menoleh padaku.

Aku menghela napas, "Bukan begitu maksudku, Jungkook. Mau kamu masih kecil atau sudah dewasa sekali pun, kamu juga harus izin setiap kali pulang terlambat. Jangan membuat ibumu khawatir. Kasihan dia, pikirannya sudah bercabang ditambah lagi memikirkan anaknya yang tidak pernah memikirkan kekhawatiran ibunya. Kau seperti anak durhaka "

Jungkook melepas sebelah headset-nya. Menoleh ke arahku yang masih menatapnya serius.

"Iya, noona. Aku juga khawatir pada ibu. Dan aku bukan anak durhaka, kok."

"Hm, kalau begitu kau harus menurut kataku tadi." Aku mencoba meyakinkan, dan Jungkook tersenyum menangguk.

"Iya, noona. Aku akan jadi anak yang baik."

Kuusak kepalanya, "Anak pintar. Nanti, kuajak main playstation berdua, deh. Mau tidak?"

"Mauuu!"

🦋🦋

            Kami sudah berjalan menuju rumahku. Ada sekitar sepuluh menit aku menunggu Jungkook di halte tempat kami sering berangkat dan pulang sekolah bersama. Jungkook rajin sekali, sebab dia sudah tiba sejak pukul tujuh pagi. Dan aku baru saja bangun tidur. Hehe.

            Kalau urusan game, Jungkook juaranya. Ah, iya! Bahkan, aku juga berjanji ingin mengajaknya menonton drama. Setelah itu, aku juga berjanji mengajaknya bermain playstation seharian. Wah, banyak sekali jadwal kegiatan yang ingin kulakukan bersama Jungkook hari ini.

"Kutebak pasti noona baru bangun, kan? Kalau aku tidak menelepon noona, pasti noona masih tidur." Tebak Jungkook. Dia terkekeh, tapi buru-buru kucubit lengannya.

"Ah, sakit!" Jungkook kemudian cemberut.

"Iyalah, aku baru bangun. Kamu saja yang rajin sekali. Datang ke rumah orang pagi-pagi begini hanya untuk bermain game? Otakmu isinya hanya itu, ya?" kutatap Jungkook seperti sedang mengintimidasi.

Sedangkan, dia menatapku nanar. Kemudian, terkekeh pelan. "Nggak juga, tuh. Aku senang karena noona mengajakku."

.

[ ]

My Lil Boy [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang