Pengakuan 23
"Aku juga tidak tahu mengapa kita bertemu di sini. Mungkin, Tuhan mengerti, jika kita saling merindukan."
»»——♡——>
Tokyo, at 10 am.
"Oke, cut!"
Proses pemotretan hari ini cukup melelahkan. Sebab, aku harus berkali-kali mengganti baju yang cocok. Setelah selesai, aku diminta untuk memilih gambar mana yang lebih bagus digunakan untuk cover majalah Jepang edisi bulan ini.
"Sepertinya, ini lebih cocok. Terlihat natural dengan ekspresi yang menonjol."
Kemudian, aku akan pergi ke ruang ganti untuk melepas pakaian yang menurutku agak ribet dan kurang nyaman dikenakan.
Bagaimana tidak? Gaun berlapis tiga kain dengan renda yang sedikit kasar dan terlalu memanjang ke bawah, sampai aku harus menggunakan high heels berukuran sepuluh senti.
"Nona, wajah anda terlihat lebih segar dari biasanya. Apa belakangan ini anda sedang bahagia? Kulit anda juga lebih cerah dan anda semakin cantik."
Pipiku mendadak merah. Ah, bukankah ini terlalu berlebihan? Aku hanya lebih banyak istirahat dan makan belakangan ini.Sering jogging dan mengonsumsi buah-buahan setiap harinya. Mungkin, semua itu kulakukan tidak sia-sia? Syukurlah.
"Aku hanya lebih banyak waktu untuk berolahraga dan tidur. Terima kasih sebelumya, nona."
Wanita yang berusia dua puluh enam tahun ini adalah rekan kerjaku. Dia bekerja di bidang make up artist. Rekan kerjaku yang berasal dari Korea hanya dia dan juga manager-ku. Jadi, aku tidak terlalu kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang sini. Toh, ada mereka yang siap menjadi translate berjalanku selama di Jepang.
Magang selama kurang lebih tiga bulan di sini, cukup bisa membuatku memahami dan belajar bahasa Jepang. Tidak banyak, sih. Hanya sekedar kata sapaan, seperti saat menanyakan kabar, dan obrolan-obrolan kecil saat bertemu orang baru. Jika ada yang mengajakku mengobrol lebih inti dari itu, maaf, aku hanya bisa senyum-senyum sendiri dan mengangguk sok paham.
"Selesai, nona. Kalau begitu, saya permisi sebentar." Aku mengangguk seraya tersenyum mengizinkan wanita itu beranjak meninggalkanku setelah selesai dengan pekerjaannya.
Ponselku berdering.
Senyumku merekah saat tiba-tiba nama Taehyung tertera di atas layar notifikasiku. Ah, kali ini dia tidak hanya mengirim pesan chatt. Namun, dia justru meneleponku lewat panggilan video.
Tumben, ini tidak seperti biasanya. Kupikir, Kim Taehyung ini manjanya mulai mode on. Ck, menyebalkan sekali jika sudah seperti bayi besar begini. Dengan rasa malas aku mengangkat panggilannya.
🦋🦋
"Wajahmu selalu begitu ketika aku menelepon, ya?Menyebalkan."
"Aku sedang malas bicara, tahu. Langsung saja ke intinya, ada apa?" ujarku dengan nada malas.
Kulihat, dia sedikit gugup. "Hei, santai, dong! Aku ... hanya rindu. Bagaimana pemotretannya? Hari ini sudah selesai, kan?"
"Kukira ada apa. Iya, pemotretannya semua lancar, oppa. Dan hari ini, hari terakhir aku magang."
"Syukurlah. Kalau begitu, segeralah pulang. Malam ini take off, kan?"
Aku mengangguk. "Tapi, aku masih mau tinggal lebih lama lagi. Suka sekali dengan musim semi di sini, oppa."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lil Boy [TAMAT]
Fanfiction"Terkadang, cinta datang seperti halnya menunggu sebuah bus. Meskipun kita telah menemukan seseorang yang tepat, bukan berarti mendapat perjalanan yang mulus." ©My Lil Boy