First Rabbit [CiNan 20+]

4.3K 131 5
                                    

    🔞

     Sudah jam 10 malam, lewat 21 menit. Mata Jinan masih betah melek walau sebenarnya ia bukan night person. Biasanya ia sudah tidur jam segini jika tidak ada kegiatan di teater. Tapi film yang masih terputar di dinding kamar Cindy membuatnya masih ingin menonton sampai akhir.
   
    "Ngantuk, Nan. Udahan aja lah." Gadis di samping Jinan nampak mengeluh karena ia bosan dengan filmnya sampai mengantuk. Mungkin ia bisa tidur sambil bersila seperti posisinya sekarang.
   
    "Yah, nanggung banget. Udah film ke 5 nih, kurang 2 lagi selesai," balas Jinan, dengan mata yang masih setia melihat ke arah dinding, dimana ada bias sinar proyektor membentur permukaannya. Mereka tengah nonton film Harry Potter sekarang, sudah sampai film ke 5 tapi Cindy tetap tidak paham apa yang bisa membuat Jinan simping film ini sampai fanatik sekali.
   
    "Kurang dua itu 4 jam lebih, Nan. Yang ini aja belum selesai. Gue dah ngantyk banhet nig, sampe typo guw nhomongnua." Cindy menguap lagi, matanya terlihat sudah merah bahkan. Namun sayang, Jinan tidak mau menatapnya karena masih fokus ke film, "lagian gue ga paham ceritanya. Lo kenapa bisa bucin banget sama film ga jelas gini, dah? Heran."
   
    Ketika disindir seperti itu, Jinan baru mau menoleh dan melihat Cindy dengan lekat, "film ga jelas lo bilang? Lebih ga jelas anime yang kita tonton seharian tadi, Hapsari! Anime kesukaan lo tuh, gue ikut lo nonton dari episode satu sampe season 4 tetep kaga ada endingnya. Mana ga realistis banget, mana ada raksasa kek gitu makan makanin orang. Dan lagi gue ga protes, kenapa sekarang lo protes karena film favorit gue?"
   
    "Ya tapi kan seru, Nan. Nah ini film lo juga ga jelas siapa yang jahat siapa yang ga jahat."
   
    Yah, sepertinya mereka mulai berdebat tentang hal yang sebenarnya sangat sepele, lagi. Tadinya mereka mau menghabiskan waktu bersama hari ini karena Jinan tidak ada jadwal, dan kebetulan Cindy sudah selesai revisi untuk bab skripsinya. Jadi mereka bisa bersantai berdua, dengan Jinan yang rela jauh-jauh ke rumah Cindy dan sekarang malah mereka bertengkar seperti ini.
   
    "Ya makanya lo nonton sampe abis, Hapsari!"
   
    "Gue ngantuk, Nan." Cindy yang merasa Jinan sudah berlebihan seperti ini mulai menunduk, ia tidak ingin bertengkar lebih lama dengan gadis itu. Ia merebahkan tubuhnya di kasur dan mulai menutupi separuh badannya dengan selimut, membiarkan Jinan menatapnya dengan bingung.
   
    "Yah, kok ngambek, sih?" Jinan sebenarnya bukan orang yang sedingin dan secuek yang orang-orang pikir. Bahkan menurut Cindy, Jinan adalah gadis paling hangat yang pernah ia kenal selama hidup. Dan sekarang, ia kembali merasakannya saat Jinan mematikan proyektor film mereka dan mulai menelusup masuk ke dalam selimut, memeluk Cindy dari belakang dan mengusap perutnya pelan.
   
    "Jangan marah, maaf, ya? Kelepasan tadi," bisiknya lembut di belakang kepala Cindy.
   
    Cindy yang masih tersadar langsung balas mengusap punggung tangan Jinan yang ada di perutnya. Ia menghela napas dalam dan membiarkan gadis itu menyentuhnya dengan lembut, seakan ada hal yang bisa membuatnya tenang dari sana.
   
    "Kangen, Nan. Kamu kangen, ga?" tanya Cindy dengan volume pelan. Cindy merasakan Jinan mengangguk di bahunya, entah sejak kapan ia disana tapi Jinan mulai menciumi bahu gadis itu yang masih tertutup piyama.
   
    "Kangen, Cind. Maaf ya, lagi sibuk banget soalnya di jeketi."
   
    "Gapapa, Nan. Hm, kamu kemarin First Rabbit jadi center lagi gemes deh, Nan."
   
    "Masa? Aku keren, kok."
   
    Cindy bergerak dari posisinya, ia memutar badannya menghadap Jinan kemudian bangkit untuk duduk diatas perut sang gadis. Kedua tangannya menahan tangan Jinan disamping kepala, badannya sedikit membungkuk untuk menatap mata setajam elang milik sang wakil kapten. Rambut panjang Cindy yang kini kembali menghitam terjuntai ke bawah, beberapa ujungnya bahkan terasa menggelitik wajah Jinan.
   
    "My BunnyNan, gemes banget." Cindy berbisik dengan nada yang terdengar seduktif di telinga Jinan. Suara huskynya sungguh candu, mata Cindy yang menatapnya lekat membuat Jinan meneguk ludah, kalau sudah seperti ini, Cindy akan sulit dihentikan.
   
    "Cindy?" Jinan memejamkan mata sambil menyerukan nama Cindy ketika merasakan gadis itu menciumi lehernya dengan lembut. Sungguh salah sepertinya ia memilih tidur mengenakan tank top saja, hal itu malah membuat Cindy dengan mudah menyentuhnya.
   
    "Hm? Apa, Bunny?"
   
    Astaga, Jinan benar-benar tidak akan selamat malam ini. Kedua kaki dan badannya berusaha meronta, tapi Cindy lebih kuat menahannya kali ini.
   
    "Jangan ngebekas, ya? Besok... Ada latihan-- hhhhn." Jinan menahan napas karena Cindy menjilat cuping telinganya dengan lembut, lalu meniup-niupnya pelan. Kemudian ia bangkit dan duduk diatas perut Jinan lagi, menatap baby girlnya sejenak yang entah kenapa semakin hari semakin terlihat gorgeous.
   
    "Diem disini dulu, ya?"
   
    Jinan mengangguk pelan, ia tahu malam ini akan berjalan berat baginya karena Cindy. Tapi jika boleh jujur, ia menyukainya!
   
    Cindy beranjak dari atas tubuh Jinan dan berjalan menuju ke sebuah lemari kecil yang ada disamping lemari pakaian. Ada dua laci disana, yang atas bertuliskan nama Jinan, dan yang di bawah bertuliskan namanya sendiri. Tangan Cindy menggapai kunci kecil dan membuka laci milik Jinan, ada beberapa barang disana. Cindy mengambil satu dan sedikit berpikir untuk mengambil barang apa lagi dari sana. Tapi sepertinya ia sedang tidak dalam mood untuk bermain dengan benda-benda itu, kemudian ia menoleh, menatap Jinan yang menutupi matanya dengan lengan kiri.
   
    "Bunny sayang, mau main pake apa?" tanya Cindy dengan lembut. Ditawari seperti itu membuat Jinan membuka mata dan menatap Cindy, "terserah Princess, deh. Asal jangan yang terlalu kasar malam ini."
   
    Cindy cemberut, ia sendiri bingung harus mengambil apa, "yaudah, deh, ini aja. Lagi pengen liat kamu yang ngegemesin."
   
    Kasur Cindy berderit saat ia kembali naik dan duduk kembali di atas perut Jinan. Tanpa ada basa-basi ia mencium bibir gadis dibawahnya itu dengan lembut, menyesapnya perlahan dan sesekali menjilatinya. Jinan juga tidak menolak, ia mengalungkan kedua tangannya pada leher Cindy dan membalas ciuman gadis itu di bibirnya. Terasa lembut, tapi kemudian Cindy menggigit bibir bawah Jinan hingga membuatnya sedikit kesakitan. Mulut Jinan yang terbuka langsung dimanfaatkan oleh Cindy dengan memasukkan lidahnya, Jinan sedikit terkejut tapi kemudian ia menerima ajakan lidah Cindy pada dirinya untuk beradu di dalam mulut mereka.
   
    Puas dengan bibir Jinan, Cindy melepaskan diri dari pagutan itu terlebih dahulu karena napasnya hampir habis, dan begitu pula dengan Jinan. Mereka terengah-engah tapi Cindy tidak ingin membuang-buang waktu, ia mengangkat tank top Jinan ke atas dan membuatnya setengah telanjang sekarang.
   
    "Ner-bener kamu, Nan. Perfect banget Princess Bunny aku," ucap Cindy sambil menggeleng karena melihat bukti keagungan Tuhan berada di bawahnya.
   
    "Ngaca dong, Mbak," balas Jinan dengan mendengus, tapi setelah itu ia tersenyum pada Cindy yang melepas kancing piyamanya sendiri satu persatu. Tidak ingin bersikap tidak adil pada Jinan, ia melepaskan kain itu dan melemparnya ke sembarang arah. Jinan sudah tergoda untuk mengusap boobs Cindy tapi tangannya ditahan oleh gadis itu.
   
    "Kamu diem aja, oke? Bunny harus nurut sama aku." Cindy tidak ingin menunggu Jinan menjawab, ia langsung mengambil barang yang tadi ia ambil dari laci dan memasangnya di kepala Jinan, "nah ini! Bunny gemesnya CinHap!"
  
    Gadis diatasnya itu nampak senang setelah memasang sebuah bando berbentuk telinga kelinci berwarna putih di kepala Jinan. Jinan langsung memajukan bibirnya karena merasa Cindy sedikit berlebihan menganggapnya gemas sampai seperti ini. Tapi ia juga senang karena melihat si pemilik pipi gembul itu tertawa.
   
    "Eh tapi--" Cindy kembali menahan kedua lengan Jinan disamping kepalanya. Badannya membungkuk lagi untuk meneliti setiap inci wajah Jinan di bawahnya, "--kamu seksi, deh, Nan. Alias, ayo lanjut!"
   
    "Mmhh! Cindy--hhh!"
   
    Jinan terkejut karena Cindy tiba-tiba menjilat putingnya dan mulai menghisapnya dengan lembut. Memberi sensasi lebih lagi pada tubuhnya, dan Jinan benci itu. Tangan Cindy yang kiri melepaskan cengkeramannya dari lengan gadis itu, untuk kemudian turun meraba perut Jinan sekejap dan mengusap area kewanitaannya dengan lembut. Membuat Jinan semakin menggigit bibir bawahnya diatas sana karena semua sentuhan Cindy pada tubuhnya.
   
    "Hmm, pervy Bunny. Selalu basah pas lagi foreplay," ucap Cindy ketika ia merasakan ada titik lembab menembus sampai ke celana Jinan.
   
    "Hhh... Cindy, please..."
   
    Gadis berambut panjang diatas Jinan itu seakan tidak mendengar permintaan sang kekasih. Ia terus menggoda Jinan dengan memainkan boobs dan mengusap-usap area intim gadis itu dengan pelan.
   
    Jinan mengerang frustasi, ia sudah merasa gatal di bawah sana tapi Cindy tidak segera membawa permainan ke level yang lebih tinggi. Ia tahu bahwa gadis diatasnya ini hanya ingin mendengarnya memohon.
   
    "Cindy, pleaseee... Aku udah ga tahan..."
   
    "Hm? Apa Bunny? Mommy ga denger."
   
    Gadis itu semakin kesal, bisa-bisa ia keluar hanya karena sentuhan awal Cindy pada dirinya. Malu, lah! Tapi sepertinya ia tidak ada pilihan lain sekarang. Dia butuh Cindy.
   
    "Mommy, pleasee..." Cindy tersenyum penuh kemenangan saat mendengar Jinan memohon padanya. Ia lantas bangkit dan membuat Jinan kecewa karena kehilangan sensasi sentuhan pada tubuhnya.
   
    Cindy menatap Jinan dengan liar, ia dengan cepat melepas celana pendek yang Jinan pakai bersamaan dengan celana dalamnya dan melempar kain-kain itu ke sembarang arah. Jinan telanjang bulat sekarang.
   
    Jinan juga dengan cepat bangkit dan melorotkan celana berbahan katun yang Cindy pakai agar keduanya sama-sama telanjang. Ia tidak menahan Jinan untuk melakukan itu tapi kemudian Cindy mendorong tubuh Jinan agar menjauh darinya.
   
    "On your arms and knees for me, Baby," bisik Cindy. Jinan mengangguk, ia kemudian berbalik dan memposisikan diri dengan bertumpu pada headboard ranjang Cindy dengan kedua tangannya, sementara lututnya bertumpu pada kasur.
   
    Gadis di belakangnya langsung memeluk Jinan dari belakang dan mengecup-ngecup bahunya. Kedua tangannya bergerak mengusap perut Jinan dan perlahan naik ke atas untuk meremas-remas boobs gadis itu.
   
    "Ahhh~ Cindy... Mhhh..."
   
    Sounds like a music to her ears, Cindy tersenyum ditengah-tengah kegiatannya. Ciuman lembut itu naik ke leher dan rahang tegas Jinan.
   
    "Do you want me, Baby?" tanya Cindy. Jinan langsung mengangguk karena memang ia sudah semakin basah di bawah sana.
   
    "Say it."
   
    "Mmmh-- Mommy, please, I want you..."
   
    "Hm? Where?"
   
    Astaga, Cindy benar-benar membuat Jinan malu jika seperti ini. Beruntung hanya mereka berdua yang lihat, ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika member lain tahu Jinan seperti ini saat bersama Cindy. Bisa-bisa wibawanya jatuh.
   
    "Inside... Mommy... Mmhh-- i want you inside me, please."
   
    Cindy mengecup cuping telinga Jinan sebelum berbisik padanya, "as you wish, Baby Bunny."
   
    "Hhh-- mmphh! Cindy!"
   
    Jinan mendongak ketika jari Cindy masuk ke dalam kewanitaannya tanpa aba-aba. Tangannya terasa lebih lemah sekarang tapi ia merasakan hal mengasyikkan lain pada tubuhnya.
   
    Cindy menciumi bahu Jinan lagi hingga tanpa sadar ia meninggalkan bekas kemerahan disana. Jinan juga sudah tidak peduli lagi, ia ingin merasakan Cindy menyentuh tubuhnya terus, lagi dan lagi.
   
    Di bawah sana Cindy memasukkan jari telunjuknya menyusul jari tengah yang bergerak semakin cepat di dalam liang kewanitaan Jinan yang semakin basah dan semakin sempit.
   
    "Ahh-- Mommy... Ahhnn!!"
   
    Tangan Cindy yang satunya tetap mengusap dan meremas-remas boobs Jinan dan sesekali memainkan putingnya yang sudah mengeras.
   
    "Sshhh... Mommy, please... Fasterhhh..."
   
    "Hm? Apa? Mommy ga denger, Baby."
   
    Lagi, Jinan mengerang kesal. Bolotnya Cindy ternyata tidak hilang meski di saat seperti ini.
   
    "Fasterrr, Mommy..." Tangan Jinan memegangi tangan Cindy yang ada di payudaranya agar memberinya rangsangan lebih, "please..."
   
    Cindy akhirnya menurut, ia semakin mempercepat gerakannya pada Jinan. Keluar-masuk, dengan sesekali mencari keberadaan g-spot Jinan yang sebenarnya ia sudah hapal posisinya.
   
    "Ahhh!!"
   
    "Gotcha!" Gadis yang berkuasa itu tersenyum miring saat merasakan ia menyentuh titik sensitif Jinan hingga membuat gadis itu mengerang keenakan. Tanpa diminta ia menubrukkan jarinya pada sweet spot gadis itu.
   
    "Ahh ahh! Mommy! Nghhh~"
   
    "You like it, Bunny?"
   
    Gadis dengan telinga kelinci itu mengangguk, ia mendongak karena merasakan dirinya hampir sampai, kupu-kupu di perutnya sudah siap untuk terbang keluar.
   
    "Mmhh... Mommy, i'm closeee..."
   
    Cindy semakin mempercepat gerakannya mengetahui Jinan hampir keluar. Tangan kirinya juga tak tinggal diam dan terus meremas payudara gadis itu. Membuat Jinan semakin dekat dengan orgasme pertamanya malam ini.
   
    "Ahh! Ah, oh my God-- Cindy... Aku mau-- aku..."
   
    "Hhh... cum for Mommy, Bunny."
   
    Jinan tidak bisa menahan lagi, napasnya semakin memberat dan kepalanya terasa terbang ke udara. Perutnya hendak meledak ketika Cindy terus memberi sentuhan pada g-spotnya.
   
    "I'm cum-- MOMMY!!"
   
    Tangan Cindy berhenti bergerak saat tubuh Jinan menegang sampai sampai punggungnya tertekuk ke belakang. Matanya terpejam, dan bibirnya terbuka, membuat Cindy melihat sisi Jinan yang sangat seksi.
   
    "Nghhh..." Jinan sedikit mendesah lagi saat merasakan jari Cindy keluar dari dalam dirinya. Beberapa tetes cairan bahkan ikut mengalir keluar hingga ke paha Jinan saat itu. Badannya berhenti bergetar dan dirinya kembali ke bumi setelah diterbangkan ke surga oleh Cindy.
   
    Cindy mencium pipi Jinan berkali-kali dari belakang, tangan kanannya mengusap bibir Jinan untuk meminta izin padanya. Sebenarnya Jinan kesal setiap kali Cindy melakukan ini, tapi lagi-lagi, Cindy yang berkuasa disini. Ia membuka mulut dan jemari Cindy sudah masuk ke dalam seraya Jinan menghisapnya. Merasakan cairan dirinya sendiri pada jemari gadis itu.
   
    "Another round, Bunny?" bisik Cindy. Jinan membuka mulut dan Cindy keluar dari sana, membiarkan gadis itu berbicara.
   
    "Seinget gue ada yang ngeluh ngantuk tadi." Cindy terkekeh, ia mengecup Jinan lagi dan menghirup aroma leher Jinan yang berkeringat, "ngantuknya ilang pas liat ada Bunny gemes di kasur gue."
   
    Jinan langsung berbalik dan mendorong Cindy tanpa ia sempat sadari. Dan kini, Jinan yang balas menindih Cindy diatas kasur.
   
    "Okay, let's have another round. Tapi..."

    "Tapi?"

     Cindy melihat mata elang Jinan menatapnya tajam, dan hey, ada apa dengan senyum miring di wajah gadis itu? Ah, tidak. Ia hapal dengan situasi ini, Cindy langsung meneguk ludahnya karena tahu apa yang akan terjadi setelah ini.
   
    "Tapi sekarang Bunny mau jadi Daddy."
   
    [The end]

oneshoot and incorrect jkt48Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang