12. Amarah Yang Terpendam

11 4 0
                                    

Halo, Jel udah double up

Jangan lupa divote 🌟

🛩️🛩️🛩️🛩️


Awan hitam diluar sana sangat mirip dengan suramnya wajah Alez saat ini. Mata laki-laki itu sembab, hidungnya serta telinganya memerah. Isakan kecil masih terdengar dari laki-laki yang saat ini duduk disebelah brankar UKS yang ditempati oleh Azel.

Azel pun tidak diam. Gadis manis itu mengusap-usap kepala Alez, berusaha menenangkan kembarannya itu. "Udah, Alez, jangan nangis terus, Azel gapapa."

Justru pernyataan itu membuat Alez tambah sesenggukan. Dia beringsut mendekat kearah Azel. Lalu memeluk gadis itu dengan erat. Kembali menumpahkan tangisannya diceruk leher Azel. "Alez minta maaf, Alez gagal lagi, Azel."

Sebenarnya kepala Azel masih pusing, tapi kembarannya ini sejak tadi tidak berhenti menangis dan menyalahkan dirinya sendiri. "Udah gapapa, bukan salah Alez. Sekarang Alez diem ya, kalo nggak, Azel nanti marah, mau Azel diemin?"

Alez menggeleng, dan mengeratkan pelukannya. "Azel nggak boleh pergi lagi, jangan tinggalin Alez lagi..."

Azel mengangguk, dengan tangan yang tak berhenti mengusap rambut Alez. Hingga Azel benar-benar terkejut saat gorden tiba-tiba tersingkap dan menampilkan teman-temannya dengan wajah sendu.

Azel berusaha menampilkan senyumannya. Dia gugup, terlebih Alez yang seolah tidak peduli siapa yang datang dan tetap memeluknya.

Jessica mendekat, lalu melirik sekilas pada Alez. Dia menggeleng tak mengerti. "Gimana keadaan lo?"

Azel mengangguk semangat. "Gue baik-baik aja kok."

Alexa merotasikan bola matanya. "Jujur, Zel, jangan bohong."

"Gue nggak bohong, gue baik-baik aja," ujar Azel semeyakinkan mungkin.

Liza menganggukkan kepalanya. "Cepet sembuh, ya. Kita tunggu didepan aja," ucapnya seraya melirik Alez.

Azel mengangguk dengan senyum yang mengembang. "Makasih..."

Mereka tersenyum, lalu mulai melangkah mundur meninggalkan Azel dengan remaja laki-laki yang tak mereka kenali.

Alez mengurai pelukannya setelah teman-teman Azel pergi. Laki-laki itu mengusap pipi Azel dengan lembut. Senyumannya mulai terukir. "Sekalipun Efi dilindungin sama Uncle Zevin, Si Kevin sama ibunya, lo jangan takut buat lawan mereka. Lo punya gue, gue bakal jagain lo sekalipun gue harus kehilangan nyawa gue sendiri. Karena gue lebih nggak ikhlas, kalo harus kehilangan senyum kembaran gue yang tersayang."

🛩️🛩️🛩️🛩️


Hari mulai sore, sedangkan Alez sedang memberanikan diri untuk memasuki rumahnya. Sebenarnya dia enggan untuk kembali kerumah. Dia harus mencari keberadaan Azel. Gadis itu menghilang saat Alez meninggalkannya sebentar menuju kelas untuk mengambil tasnya.

Tentu Alez kalang kabut. Dia sudah menyuruh Erfin--tangan kanannya--untuk mencari Azel. Jadi dia sedikit tenang. Berharap Erfin segera mengabarinya dan memberi informasi sesuai yang dia harapkan.

Alez melangkah memasuki rumahnya dengan celingak-celinguk seolah mencari sesuatu. Dia menarik nafasnya dalam-dalam. "ASSALAMUALAIKUM! PANGERAN GANTENG PULANGGG!" Teriak Alez dengan menggelegar.

"BUNDA! ALEZ ANAK BUNDA YANG PALING GANTENG PULANG NI--ADUH SAKIIIITTT!" Alez berteriak kesakitan saat merasa telinganya ditarik oleh seseorang dengan tak berperasaan.

Alez menoleh, dan mendapati Lydia Elfedric--bundanya--yang saat ini menatapnya dengan tajam. "Masih inget pulang, hm?" Tanya Lydia dengan gemas.

Bagaimana tidak gemas. Putranya ini sudah tidak pulang selama dua minggu, lalu membereskan semua barang-barangnya seolah ingin pindah tempat tinggal, dan sekarang? Dia datang dengan berteriak seolah tidak memiliki salah sama sekali. Durjana banget.

Difficult Romance (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang