Cetak miring tebal adalah suara hati Renjun
***
Ingatkan Johnny untuk banyak berdoa serta ibadah pagi setelah ini. Seumur hidup yang ia habiskan bersama Yuta, ini adalah pertama kali ia mendapati laki-laki itu menyetir dengan kecepatan tinggi lengkap dengan manuver aneh. Tubuhnya yang bongsor saja sudah terpontang panting sejak tadi, beruntung perutnya mengerti jadi ia tidak merasa mual sama sekali.
"Yut,"
Halah Tuhan, belum juga ketemu si mungil udah keburu ketemu Yang Maha Kuasa ini sih*.
"Posisi." Pinta Yuta pendek. Ia tidak punya cukup waktu untuk sekedar menjawab panggilan Johnny. Ia butuh posisi pasti Jeno sekarang juga. Tidak mendapatkan jawaban dari Johnny, ia mengalihkan pandang sejenak ke arah bangku sebelah mendapati Johnny berdoa, "John, Jeno sekarang."
Johnny terlihat membaca cepat gerakan sebuah titik merah dari Ipadnya. Itu Jeno, posisi persis anak itu. "Ke apartemen Renjun. Dari pergerakannya Jeno mengarah ke sana."
Entah bisa dikatakan beruntung atau tidak mengingat jalanan hari ini cukup baik. Tidak perlu ada adegan live action fast furious atau sejenisnya. Menonton filmnya mungkin seru tapi terlibat langsung bukanlah ide yang baik. Kendati demikian, Yuta sama sekali tidak berniat menurunkan kecepatan mobilnya, ia semakin semangat memacu kuda besi mereka sembari mengumpati kendaraan yang muncul menghalangi jalan.
Padahal ia saja yang berkendara mirip setan.
Dua persimpangan lagi sampai mereka akhirnya terpaksa diam dalam kemacetan. Johnny sudah menahan tangan Yuta yang sejak tadi sibuk menekan klakson namun apa mau dikata, jalanan memang sudah tidak bersahabat lagi. Saat sedang panik dan kesalnya, Johnny malah mendapati titik keberadaan Jeno yang tampak aneh. Titik tersebut berkedip tepat tak jauh dari tempatnya sekarang dan ini tentu saja bukan hal baik.
"Tolong katakan padaku kalau posisi Jeno ini bergerak." Yuta benar-benar berharap kalau Johnny akan menjawab titik itu bergerak dengan lambat tapi gerakan kepala Johnny menandakan sebaliknya, "Sejak kita terjebak, titiknya tidak bergerak. Semoga apapun yang terjadi di depan sana bukan Jeno penyebabnya."
Beberapa orang keluar dari mobil mereka untuk melihat apa yang sudah menghalangi jalan dan saat kembali mereka menggeleng dengan raut wajah sedih.
"John," Yuta tidak dapat menghentikan Johnny yang tiba-tiba membuka pintu menghampiri pengemudi dari mobil depan mereka. Keduanya terlibat dalam percakapan yang cukup intens sampai ia mendapati wajah Johnny berubah kaku.
Ada yang tidak beres.
Belum sempat Yuta memproses semuanya, ia hanya melihat rekannya berlari kesetanan ke arah depan tanpa memanggilnya sama sekali. Ia harus tenang, tidak boleh panik sebab apapun yang terjadi di depan entah baik atau buruk, ia dan Johnny harus siap. Melihat keadaan sekitar dimana semua orang hanya pasrah, beberapa ada yang mengoceh, melakukan panggilan, melakukan apapun untuk tetap waras di tengah kemacetan mendadak ini, Yuta memutuskan untuk melakukan hal serupa.
Tarik nafas panjang, tahan, hembuskan. Tarik nafas agak lebih panjang, tahan sebentar lalu hembuskan. Begitu terus sampai ia merasa cukup waras untuk menghadapi apapun yang akan terjadi kelak. Setelah cukup tenang, tugas selanjutnya adalah mencari Johnny yang benar-benar menghilang sejak tadi.
Yuta butuh tenang, ia harus berpikir jernih demi menemukan langkah selanjutnya. Masalahnya percakapan orang yang berlalu lalang menyebut kata kecelakaan, mobil, laki-laki dan muda sangat menganggunya apalagi Johnny belum juga kembali. Ia perlu konfirmasi tentang apa yang menghambat mereka sekarang maka bermodal nekat Yuta mencoba bergabung dalam percapakan seorang wanita paruh baya dan pria seusia dosennya, "Maaf, apa ada kecelakaan di depan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MA. FI. A
FanfictionMenjadi putra semata wayang dari ketua Mafia tak lantas membuat Jeno menjadi sosok bertangan dingin. Lee Jeno adalah seorang laki-laki yang penakut dan gemar bermain kucing. Ia juga nekat pulang malam sampai mengajak anak lawan ayahnya untuk membolo...