18. Kata siapa kita aman?

210 36 6
                                    

Hari ini adalah hari yang ditunggu oleh semua orang -termasuk Johnny hyung. Walau sedih karena kekasih hatinya akan melepas masa lajang, namun ia juga ikut bahagia bisa mendampingi Ten menjemput kebahagiaannya. Lagipula, ia akan melepaskan Ten kepada temannya sendiri yang tidak pernah diragukan kehebatannya dalam berbagai sisi.

Walau semalam Johnny hyung menangis di kamar bersama Jeno dan Yuta Hyung + yogurt, Jaemin dan Mark.

Walau semalam Jeno harus rela tenggelam dalam pelukan Johnny saat tidur karena kelelahan setelah menangis.

Walau Jeno harus merelakan ia tidak bisa sleep call dengan Renjun.

Hari ini tetap menjadi hari yang Johnny tunggu.

Tadinya Taeyong hanya berniat mengundang orang terdekat saja tapi semua berubah kala ia menceritakan maksudnya pada sang kekasih. Ten itu extrovert semi ambivert yang temannya ada dimana-mana. Belum lagi ia juga seorang pemilik usaha yang cukup ternama sehingga mau dibilang mengundang orang terdekat pun rasanya semua orang dekat dengan Ten hyung.

Itu sebabnya, hari ini tamu undangan ada cukup banyak. Beberapa dari mereka memang kenalannya sang papa, beberapa lagi teman-teman dari mempelai dan tentu saja Jeno juga gerombolannya.

Jangan lupa ada Yogurt, Cherry dan kucing-kucing juga anjing milik Ten turut hadir. Acara ini sangat meriah, semeriah itu sampai-sampai semua orang cukup lengah akan keadaan sekitar.

Sebenarnya, sejak awal pun Jeno paham. Ketika nama Lee tersemat pada namanya lengkap dengan semua strata keluarga, Jeno tahu kok kalau ia tidak akan hidup dengan tenang. 'Kehilangan' akan menjadi nama tengah dari kisah hidupnya, Jeno paham sekali dengan hal tersebut. Mama yang pergi saat ia masih kecil akibat ulah jahat lawan papa-nya, penculikan, penyerangan, gangguan terhadap orang terdekatnya pokoknya apapun itu yang menyangkut keselamatan dan ketenangan sudah Jeno hapal di luar kepala.

Pokoknya ia harus bekerja keras berkali lipat untuk memastikan semua kesayangannya hidup dengan tenang.

Itu sebabnya juga, walau harus merasa kesakitan, badannya selalu memar biru, luka di sana sini, Jeno ikhlas lahir batin dunia akhirat melakukan semua pelatihan yang papa berikan -selama tidak mengandung darah, Jeno ikhlas.

Semua ia lakukan untuk memberikan rasa aman bagi kesayangan-kesayangannya.

Entah itu Jaemin dan Yangyang, Mark hyung dan Donghyuck, Renjun -kalau ini sih top priority, Yogurt, Johnny dan Yuta hyung, Taeyong hyung, Ten hyung sampai papa, semua adalah prioritas Jeno.

Tapi, sekuat-kuatnya Jeno dan timnya, ia tetap saja manusia yang punya titik lemah. Ada banyak celah juga untuk menjatuhkan jagoan kita.

Seperti sekarang.

Tawa haru dan malu-malu yang sejak pagi terasa harus berubah secepat teriakan Ten hyung saat mendapati kekasihnya roboh di depan mata. Tepat sebelum sumpah pernikahan terucap. Tubuh Taeyong hyung ambruk begitu saja bersamaan dengan rembesan warna merah mengotori dadanya.

"Hyung, bangun! Jangan tinggalkan aku! LEE TAEYONG!" Teriakan Ten hyung terdengar begitu menyakitkan. Jeno sendiri hanya bisa diam mematung melihat warna merah itu terus keluar dari dada pengawal setia papa.

Taeyong hyung. Tidak mungkin.

Keadaan yang tadinya khidmat penuh suka cita harus berubah menjadi ladang pertempuran yang sangat Jeno benci. Penuh derai air mata, teriakan dan suara desing peluru terdengar dimana-mana. Matanya menatap awas ke arah sekeliling, melihat dimana letak pengecut itu bersembunyi, siapa yang berani merusak hari paling bahagia seseorang itu. Sampai dimana ia mendapati seseorang berjalan dengan angkuhnya mendekat ke arah aile, tempat dimana Taeyong hyung sudah rubuh dalam pelukan Ten hyung yang menangis.

Dor!

Satu tembakan tepat mengenai lengan atas orang tersebut. Ia hanya meringis sambil tersenyum remeh menatap siapa yang baru saja melepaskan peluru itu.

Renjun.

Tidak ada yang menyangka kalau satu tembakan yang barusan berasal dari tangan cantik milik kekasih Jeno. Renjun berdiri dengan tenang di ujung aile, dekat dengan posisi Taeyong dan Ten.

Dor!

Satu tembakan lagi Renjun lepaskan dan mengenai kaki sang pelaku. Walau begitu, orang itu tetap menampilkan seringai menyebalkan yang membuat Jeno naik pitam. Itu sebabnya, mengabaikan rasa pusing yang mulai mendera, jagoan kita-juga jagoan Renjun itu melayangkan satu tendangan ke arah orang gila tersebut demi menjatuhkan senjatanya.

Kejadian selanjutnya tentu dapat semua orang terka. Jeno yang mengamuk dengan pukulan bertubi menghampiri tubuh Kim Tae - pria mungil anak jurusan sebelah, seseorang yang cukup dekat dengan Johnny hyung.

Jeno sama sekali tidak berhenti menghabisi Kim Tae, bahkan mengabaikan kepalan tangannya yang sudah meneteskan darah milik lawan. Semakin keras pukulan yang Jeno layangkan, maka semakin kencang juga tawa yang dilontarkan Tae padanya.

"HAHAHA! Lihat siapa yang memukulku? Lee Jeno?! HAHAHA"

bugh!

"Ini tidak ada apa-apanya Jeno! HAHAHA! ORANG ITU MEMANG HARUS MATI DI TANGANKU! HAHAHA!"

bugh! bugh!

"Ten,"

Pukulan Jeno berhenti kala mulut Tae melontarkan kata 'Ten'. Apa targetnya bukan Taeyong hyung?!

"Kenapa berhenti Jeno? Sakit ya tangannya? HAHAHA" Jeno hampir melayangkan lagi pukulannya sampai ia mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Tae selanjutnya, "Seharusnya yang mati itu Ten. Bukan Taeyongku."

"Apa maksudmu sialan!?" Jeno mengeratkan cengkramannya pada kerah Tae tanpa peduli orang itu sudah terbatuk kesulitan bernafas.

"Jawab aku!"

Semua orang yang berada di lokasi terdiam mendengar teriakan Jeno barusan. Mereka perlahan menaruh perhatian lebih dengan memasang keadaan waspada untuk mendengar apa yang akan dikatakan Tae selanjutnya.

Tae mengangkat sebelah tangannya yang tidak terluka untuk berpegang pada lengan Jeno. Berusaha untuk bangkit demi meluruskan semuanya, "Laki-laki itu, laki-laki cantik di sana yang sedang menangisi Taeyong itu yang seharusnya mati! Dia merebut semuanya dariku! Apa tidak cukup Johnny menyukainya?! Apa perlu Taeyongku juga?!"

Tak lama setelah ucapannya barusan, suara tangis Tae terdengar begitu menyakitkan. Ia memanggil nama Taeyong sambil terus menyumpahi Ten yang masih hidup. "Hyung," Jeno berusaha untuk membuat Tae kembali sadar dari tangisnya. Ia tidak begitu paham dengan kisah cinta para hyung yang selalu bersamanya hanya saja ia bisa merasakan kesakitan yang mendalam dari tangisan Tae sekarang.

"Hyung, sudah." Tiba-tiba Tae berhenti menangis dan menatap Jeno tajam, "Sudah? Apa katamu anak sialan?! SUDAH?! HIDUP MU SELALU NYAMAN ITU SEBABNYA KAMU TIDAK TAHU RASANYA DITINGGALKAN! LEE JENO SIALAN! KAU-"

Bugh!

"Berisik. Sembarangan sekali menyebut kekasihku sialan. Orang tidak waras."

Iya, itu Renjun yang memberikan satu pukulan telak pada Tae dan membuatnya langsung pingsan. Seakan belum kehabisan tenaga, si mungil kesayangan Jeno ini langsung menarik tubuh Tae menjauh dari kekasihnya untuk kemudian membawa Jeno berdiri dan menjauh dari lokasi. Membiarkan pengawal dari papa-nya Jeno mengurus semuanya.

"Jeno," Panggilan dari Renjun menyadarkan keterdiaman Jeno atas kata-kata yang Tae lontarkan barusan. Seumur hidupnya ia tidak pernah bertemu manusia yang begitu sok tahu atas hidupnya sampai-sampai berkata dia sialan dan tidak tahu rasanya ditinggalkan.

Saat mama tidak ada, itu adalah kehilangan yang tidak pernah bisa diobati sampai kapanpun.

"Aku,-" Renjun tidak membiarkan Jeno melanjutkan perkataannya. Ia memeluk si bongsor untuk memberikan kekuatan kala ia menyampaikan, "Taeyong hyung sudah bersama mama."

"Renj-"

"Sayangku, menangislah."

Hari itu, Jeno harus kembali merasakan kehilangan. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MA. FI. ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang