16. Jeno dan Masa Lalu

575 57 3
                                        

*cetak miring dan tebal adalah suara hati renjun

***

Sewaktu kecil, tuan muda kesayangan Johnny dan Yuta masih suka bermain layang-layang atau mengejar kupu-kupu bersama nyonya. Tuan muda kecil itu juga sangat ceroboh, sering tersandung tali sepatu sendiri atau berlari tanpa bisa berhenti dengan cepat. Tergelincir saat berjalan di jalan menurun dan membuat tubuhnya penuh dengan plester lucu dimana-mana. Seingat Johnny waktu itu usia Jeno masih sekitar tiga atau empat tahun sampai pada suatu ketika ia mendapatkan panggilan darurat dari sang paman yang waktu itu bekerja sebagai pengawal pribadi Nyonya jika terjadi kecelakaan hebat.

Menurut kabar, mobil yang dikendarai sendiri oleh Nyonya hari itu mengalami selip sebelum akhirnya kehilangan kendali dan berputar sebanyak tiga kali sampai berhenti di tepi jalan. Jeno kecil terikat dengan sangat baik di baby seat sedangkan sang mama terus berusaha membuat putranya tetap sadar meskipun bayi kecilnya menangis begitu kencang memanggilnya.

Tidak banyak detail terkait apa yang terjadi sore itu, hanya Jeno yang berakhir di rumah sakit untuk perawatan intensif dan kabar duka dari sang Nyonya yang kembali pada pelukan Yang Maha Kuasa. Seingat Johnny hari pertama Jeno sadar dari pingsannya, hari itu juga ia diangkat menjadi pengawal pribadi Jeno bersama dengan Yuta. Kejadian itu pula yang membuat Tuan besar mulai mengerahkan Jeno untuk berlatih pertahanan diri sejak kecil.

Jeno yang tadinya gemar bermain di taman sambil berlarian mengejar kupu-kupu dan menangkap belalang, berubah harus merelakan tubuhnya dibanting sana-sini. Pangeran tampan kesayangan Nyonya yang selama ini dijaga dengan ketat agar tidak terluka -tapi gemar menempel plester baru akibat kecerobohannya, kini memiliki banyak memar di mana-mana. Terkadang memar tersebut berubah menjadi biru dan ungu. Jeno sih awalnya kesakitan sekarang lebih sering tertawa sambil menghitung memar baru di tubuhnya.

Hari itu Johnny agak lupa apa yang terjadi, bagaimana detailnya. Hanya saja Johnny ingat, saat itu tiga tahun setelah Nyonya pergi. Sudah seperti rutinitas harian ia melatih sang tuan muda untuk berlatih , dan mungkin hari itu latihan mereka terasa lebih berat dari biasanya. Jeno sudah sangat kelelahan begitu juga dirinya namun ada perintah yang tidak bisa dibantah. Bos Besar memanggilnya semalam memberikan perintah untuk memberikan Jeno latihan lebih keras karena ia tidak melihat kemajuan yang cukup baik dari putranya.

"Hyung, ayo udahan latihannya. Jeno janji, besok latihan dua kali." Johnny sengaja menulikan telinga mendengar rengekan Jeno. Bukannya tidak peduli, ia juga sebenarnya sudah tidak tega namun Bos besar tidak memberikan keringanan apapun dari pojok ruangan. Tanda bahwa latihan harus tetap berlangsung.

"Johnny hyung, udahan ya. Badan Jeno sudah sakit."

"Satu set lagi Jeno. Jangan manja." Itu bukan suara Johnny melainkan suara sang papa. Johnny melemparkan tatapan maafnya kepada sang pangeran kecil setelah mendengar perintah Bos besar. Mau tidak mau, suka tidak suka maka satu set latihan bela diri dimulai lagi.

Belum ada setengah set, tubuh Jeno sudah tergeletak tak berdaya di atas ring. Ia bahkan sudah melambaikan tangan menyerah pada Johnny tidak peduli pada teriakan sang papa yang menyuruhnya terus berdiri.

"Ampun Johnny hyung. Jeno tidak kuat."

Bukan Johnny yang akhirnya membawa Jeno pergi, melainkan Yuta. Remaja tanggung dengan rambut gondrongnya menggendong Jeno dengan berani, membawanya pergi untuk sekedar membeli es krim atau kudapan manis lainnya sembari mendengarkan keluhan anak tujuh tahun atas kerasnya sang papa.

Selepas dari jajan es krim, Jeno segera mendapatkan perawatan luka dan memar dari Johnny. Jeno sendiri bahkan sudah tertawa melihat wajah melas Johnny padanya. Anak itu sudah lupa betapa keras bantingan Johnny padanya tadi, yang ia ingat hanya nikmatnya es krim coklat dan sekantong jelly yang sekarang ia makan.

MA. FI. ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang