Ultimatum dari Jaemin, Mark serta Donghyuck tempo hari memberikan hawa segar bagi Jeno. Beberapa hari ia lewati dengan memperhatikan si manis dari kejauhan dan hanya melempar senyum canggung saat ketahuan. Pernah juga ia hampir pingsan akibat gugup sebab Yangyang menariknya tiba-tiba dan mengajaknya untuk mengobrol bersama Renjun sembari menunggu Jaemin selesai kelas.
Itu belum seberapa.
Esok harinya Jeno sengaja datang ke kampus demi melihat keadaan Renjun. Ia bahkan sudah membeli satu cup kopi dan roti isi dari kafe kenamaan untuk diberikan kepada Renjun. Dalam benaknya akan terjadi adegan manis seperti wajah tersipu si kecil dan hatinya yang berdebar. Namun apa daya? Setelah hampir setengah hari menunggu, kehadiran Renjun tetap tak terlihat sampai ia mendapati Mark berjalan kearahnya dengan wajah heran.
"Sedang apa Jen? Bukannya dirimu tidak ada kelas ya?"
Jeno mengangguk, "Aku menunggu Renjun."
"Hah? Jaemin bilang Yangyang hari ini tidak ada kelas begitupun Renjun." Mendengar hal itu Jeno yang hampir menangis langsung kalap meminum kopi dinginnya.
Yuta dan Johnny saja sampai bingung dengan keadaan anak atasan mereka. Ada apa dengan Jeno yang tiba-tiba meraung keras di kamar bersama Yogurt.
Semalam dengan kemurahan hatinya Donghyuck mengirimkan jadwal siaran Renjun untuk mempermudah langkahnya melakukan pendekatan. Hari ini sekitar jam lima sore nanti pujaan hatinya akan selesai siaran dan ini merupakan kesempatan emas untuk Jeno. Sayang, Jeno buta urusan percintaan. Itu sebabnya sejak tadi paska selesai dari kelas ia langsung menghubungi Johnny dan Yuta untuk membantunya. Sekiranya apa yang perlu ia persiapkan untuk membuat kesan bagus bagi Renjun.
"Renjun itu si kecil yang waktu itu kita tolong?" Tanya Yuta sembari menyuapkan makan siangnya. Jeno mengangguk dengan mata yang awas melihat keadaan sekitar. Ya siapa tahu saja ia bisa menemukan eksistensi Renjun kan?
"Pertama kamu perlu menghubunginya untuk memastikan jika ia tidak ada teman untuk pulang atau tidak membawa kendaraan." Itu Johnny yang langsung memberikan masukan tanpa bertanya macam-macam lagi. Jeno mencatat usulan Johnny di note gawainya sampai akhirnya ia teringat sesuatu, "Hyung, aku tidak punya nomornya."
Yuta tersedak es jeruk dan Johnny hampir menyemburkan ice coffeenya.
Bergantung pada keberuntungan yang kedua kalinya, Jeno mencoba mendatangi ruang siaran radio kampus. Harapannya Donghyuck benar-benar tidak membohonginya perihal jadwal Renjun tapi kalau dipikir-pikir lagi selama perjalanan menuju ruang siaran pun Jeno sudah ditemani alunan merdu suara Renjun dari radio. Kali ini tidak ada secangkir kopi ataupun kudapan lainnya, tugasnya hari ini adalah meminta nomor telepon si cantik. Itu perintah Johnny dan Yuta dengan sedikit ancaman akan mengadukan pada bos besar kalau Jeno membolos rapat bulanan.
"Halo, aku Jeno. Boleh minta nomor telepon- ah jangan itu terlalu mengejutkan." Menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal, Pangeran Lee kita sedang berlatih public speaking.
"Aku Jeno yang tempo hari menabrak- ya ampun perkenalan yang buruk." keluhnya lagi.
"Halo, aku Jeno temannya Jaemin kekasih Yangyang. Aku- ya siapa juga yang peduli aku ini temannya siapa sih?!"
Jeno hampir putus asa. Lampu ruang siaran masih menyala merah tanda siaran masih berlangsung, selama itu juga ia sudah tidak bisa berpikir jernih. Entah kata-kata apa yang perlu diucapkan demi berkenalan dengan Renjun nanti membuat Jeno mual sendiri. Ia tidak pernah berkenalan dengan seseorang yang menarik hatinya, selama ini perkenalan yang terjalin hanya sebagai teman atau formalitas belaka.

KAMU SEDANG MEMBACA
MA. FI. A
Fiksi PenggemarMenjadi putra semata wayang dari ketua Mafia tak lantas membuat Jeno menjadi sosok bertangan dingin. Lee Jeno adalah seorang laki-laki yang penakut dan gemar bermain kucing. Ia juga nekat pulang malam sampai mengajak anak lawan ayahnya untuk membolo...