13 - Yang Sabar ya Jen

763 105 3
                                    

*Cetak miring ; suara hati Jaemin

**Cetak miring tebal : suara hati Jeno

...

Hanya kesabaran Jeno dalam menghadapi Jaemin dan tingkahnya yang luar biasa

...

Siang itu cukup panas, cukup membuat Jaemin mengoceh karena kepanasan. Ia sudah lapar tapi malas berjalan ke kantin. Selain malas, alasan lain adalah karena ia agak kurang nyaman dengan kondisi tubuhnya sekarang. Berkeringat membuat kaos tipis kesayangannya menempel sempurna di punggung. Ia kira duduk di taman batu kampus yang terkenal teduh mampu mengurangi hawa panas yang menerpa namun dugaannya agak sedikit meleset. Siang ini angin saja cukup enggan untuk berhembus.

Jaemin bingung juga harus berbuat apa lagi demi menghilangkan rasa panasnya sekarang. Kipasan sudah, berteduh di bawah pohon dengan harapan mendapatkan angin pun telah ia lakukan, minum air putih juga sudah. Tidak mungkin kan ia melepas bajunya di sini. Bukannya sejuk yang ada ia akan jadi tontonan gratis untuk mahasiswa di sana.

Belum lagi nanti kalau ketahuan Yangyang.

Tak lama ia tersenyum lebar mengingat apa yang ada di dalam tasnya. Dengan segera sahabat kental Jeno itu mengeluarkan sebuah kipas tangan berwarna merah muda dengan aksen tanduk domba berwarna putih. Jelas itu punya sang kekasih. Cukup dingin dan lumayan bisa menghilangkan sedikit keringat yang sudah banjir di badannya. Walau sekarang ia dapat mendengar suara kekehan dari meja sebelah akibat ulahnya -atau kipasnya.

Ya masa bodo sih, yang penting aku tidak kepanasan.

Menutup mata menikmati semilir angin dari kipas angin unyu sambil membayangkan hal-hal yang membuatnya merasa agak dingin membuat Jaemin agak tidak awas dengan keadaan sekitar. Ia bahkan tidak sadar kalau Jeno sejak tadi sudah berdiri dekatnya memperhatikan tingkah Na Jaemin. Wajah konco kental-nya ini terlihat agak memerah, beberapa bulir keringat terlihat di dahinya. Mata tertutup rapat semakin menunjukkan seberapa panjangnya bulu mata si Na. Bukan hal baru bagi Jeno melihat bulu mata Jaemin yang lentik, sejak awal perkenalan mereka pun ia dan Jaemin punya kompetisi yakni siapa pemilik bulu mata paling lentik dari mereka berdua.

Tidak ada yang meminta sih hanya Jeno secara refleks menggerakkan tubuhnya mengangkat kepala Jaemin dari bangku lalu menaruhnya perlahan di atas pangkuan. Setelah memastikan Jaemin dalam posisi nyaman, sebelah tangannya kemudian menutupi mata anak itu menghalaunya dari kilau terik matahari. Kalau diperhatikan, Jaemin ini tampan juga saat sedang diam seperti sekarang. Kalau sedang banyak tingkah, lebih banyak membuatnya sakit kepala.

Jaemin bukannya tidak sadar siapa manusia baik hati yang sekarang menjadi bantalan tidurnya. Siapa lagi kalau bukan Jeno -hal ini sangat terasa dari paha majikan Yogurt yang empuk-empuk-keras sangat berbeda dengan paha milik Yangyang. Itu sebabnya ia semakin gencar membawa dirinya bersantai sembari menunggu Renjun juga Yangyang selesai kelas. Tiduran di pangkuan Jeno tidak buruk kok, sungguh.

"Jen," Hanya gumaman yang Jaemin dengar menjawab panggilannya barusan. "Bacakan cerita dong," Setelahnya ia mendapati rambutnya ditarik oleh Jeno, "Jangan aneh-aneh."

Keheningan menyapa keduanya, suara tawa ringan dari meja sebelah atau meja seberang sama sekali tidak mengganggu keduanya. Jaemin malah semakin menyamankan diri dan perlahan masuk ke dalam alam mimpi sebab tepukan ringan di kepalanya seperti timangan untuk tidur.

"Tidurlah Na Jaemin, agar tidak dikejar strawberry."

"Aku sudah besar ya. Tidak takut strawberry." Balasnya pada senandungan Jeno barusan.

"Ya kalau begitu tidurlah Na Jaemin agar tidak dikejar strawberry jam." Mendengarnya saja Jaemin sudah merinding.

"Seram Jen, hii!"

"Makanya tidur. Biar Yang Mulia Jeno yang akan mengusir strawberry jam." Bukannya tambah mengantuk, gelak tawa renyah dari Jaemin malah terdengar jelas. Pria itu kemudian membuka mata mengamati tampilan sang sahabat Yang Mulia Jeno dari bawah.

Anak bayi yang tampan, penyayang, act of service.

"Jen,"

"Apa Jaemin? Jangan senyum-senyum aneh begitu."

Jaemin menggeleng namun ia tetap menampilkan senyumnya yang kali ini lebih lebar dari sebelumnya, "Jen, kalau kita jadi kekasih saja bagaimana? Kita cocok loh."

Puk!

Satu pukulan ringan mengenai pucuk kepala Jaemin yang masih tersenyum, "Kalau bicara dipikir dulu Jaemin."

"Eh serius. Aku romantis, kamu act of service. Cocok kan."

Belum sempat Jeno menjambak rambut Jaemin, sebuah suara sudah menginterupsi mereka berdua, "Oh sudah mau main belakang dariku dengan sahabat sendiri ya Na Jaemin? Wah hebat ya."

"Enggak kok. Jeno tuh menggodaku." Bela Jaemin sambil menarik tangan Yangyang untuk mendekat ke arahnya. Aduh kekasihnya ini sudah kecil, imut lagi. Tidak kalah dari Renjun yang sekarang sedang duduk di sebelah Jeno sambil menahan tawanya.

"Love, lihat kepalaku sakit nih tadi dijambak Jeno." Adu Jaemin sambil menunjukkan kepalanya pada Yangyang.

Wah Na Jaemin ini minta di dorong ke kolam.

"Dipukul juga nih." Jeno yang mendengarnya hanya menghela nafas panjang lalu memeluk Renjun -mengadu minta perlindungan lelah dengan tingkah aneh Jaemin.

...

"Jaemin," Gerakan memakai sabuk pengaman terhenti begitu ia mendengar panggilan Yangyang padanya. Memiringkan badan menghadap kekasih, memberikan semua perhatiannya pada Liu, "Ya?"

"Renjun bilang beberapa hari lalu ia merasa ada orang yang mengikutinya. Ia takut mengatakan pada Jeno tentang hal ini. Tapi dua hari lalu saat aku bermain ke apartemen Renjun, aku merasa orang yang mengikuti Renjun adalah orang yang dulu pernah mengangguku."

Jaemin terdiam. Ia tentu paham siapa orang yang dimaksud oleh Yangyang. Pria bodoh sok tahu yang hampir kehilangan nyawa di tangannya kala itu. 

"Jaemin bisa bantu Jeno untuk menjaga Renjun kan?" Jaemin merasakan genggaman penuh harap dari Yangyang. Walau tanpa diminta sekalipun ia tentu akan mengeluarkan semua kemampuannya untuk menjaga Renjun. Bukan untuk Jeno semata tapi untuk seseorang yang sekarang ia bawa dalam dekapan, "Tentu love."

MA. FI. ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang