08. Pukulan Pertama Renjun

1.3K 220 20
                                    

TW : Adegan kekerasan, Perkelahian full contact secara tersirat, Penyebutan kata Pukulan, Tendangan, darah, lebam. Jika kalian kurang nyaman bisa dm aku untuk part yang lebih aman ya. 

Akhir pekan yang tak biasa dimana seorang Lee Jeno harus bangun lebih pagi bahkan sebelum ayam peliharaan Taeyong berbunyi nyaring dari halaman belakang. Yogurt saja masih berleha-leha di tempat tidurnya sementara Jeno sudah bermandikan peluh. Sudah lebih dari lima putaran yang ia lalui sambil berlari sedang papanya mengawasi dari belakang sembari mengendarai hoverboard.

"Jangan malas. Ini masih pagi anak muda, keluarkan tenagamu." Ocehan sang papa sama sekali tidak membangkitkan semangat Jeno. Berusaha untuk tetap fokus demi mempertahankan ritme nafasnya agar tidak pingsan di jalan sedangkan sesekali menyumpahi diri sendiri mengapa tidak berhati-hati saat bertanding kemarin.

Satu putaran terakhir dan Jeno sudah terkapar di jalan, meminta waktu pada papanya untuk menetralkan nafas juga tenaganya. Ia sudah lama tidak olahraga berat, biasanya hanya bersepeda, berlari kecil bersama Yogurt atau menemani Renjun berenang -dengan sedikit kiss kiss di kolam renang.

Bicara soal Renjun, ia baru ingat jika belum mengabari kekasihnya sejak bangun tidur tadi. Ia juga tidak bisa mengabari sekarang sebab seluruh alat komunikasinya tengan papanya sita. Setelah semua ini berakhir, ia akan mengadu pada Renjun!

HARUS.

"Sudah lima belas menit. Ayo bangkit anak muda, papa tunggu di ruang latihan." Tanpa mendengar jawaban Jeno, papa langsung pergi meninggalkannya yang cemberut sebal. Badannya akan remuk redam setelah ini, belum lagi pasti akan ada lebam biru dimana-mana membuatnya seperti habis di hajar warga. Tapi mau bagaimana lagi, ini adalah ganjaran yang harus ia terima dari ulahnya kemarin.

Ruang latihan itu terletak tak jauh dari tempatnya lari barusan. Sebuah ruangan yang cukup besar dengan beragam alat latihan pertahanan diri tersusun rapi. Dari semua ruangan di rumah papanya, Jeno paling benci ruangan ini. Tak terhitung berapa kali ia harus merasakan bantingan, pukulan, tendangan, beragam jenis kuncian yang menyebalkan. Dulu waktu pertama kali berlatih ia akan merasakan demam setiap selesai latihan. Seiring dengan intensitas latihan yang ia lakukan, maka semakin kuat pula tubuhnya.

Tapi tetap saja, Jeno benci kekerasan.

Dengan berat hati Jeno membuka pintu ruang latihan lalu bergegas menuju kamar mandi untuk sekedar membasuh wajahnya dan berganti pakaian menjadi lebih pendek dan ringan. Menggunakan tangan kiri serta bantuan dari mulut, Jeno berusaha memasang pelindung untuk tangan kanannya. Melakukan pemanasan ringan dengan ocehan untuk sang papa serta memastikan jika pelindung tubuhnya sudah sempurna adalah rentetan kegiatan yang Jeno lakukan sebelum berdoa menuju arena latihan.

Matanya mengedar ke seluruh arena dan terdiam. Tempat itu kosong bahkan papanya sedang duduk di pinggir lapangan bersama dengan Johnny, Yuta juga Taeyong. Oh ada Yogurt juga yang duduk tenang di samping Taeyong.

"Pa, kok papa di situ?" tanya Jeno sambil memasuki arena dan duduk bersila di sana.

"Ya memang bukan papa yang mau bertanding." Kedua mata Jeno membulat tak percaya dengan jawaban sang papa.

"Terus siapa? Aku gak mau kalau lawannya pelatih ya pa. Badanku sakit semua, aku juga gak mau sama Johnny hyung. Dia kejam kalau banting aku."

Tak merasa kesal dengan perkataan Jeno barusan yang ada Johnny sekarang malah tertawa bahagia. Dia akui ia kerap merasa sangat bersemangat saat membanting tubuh Jeno. Anak itu kelihatannya saja berat padahal cukup ringan untuk ukuran seseorang yang gemar membentuk badan.

"Tidak perlu Johnny untuk membantingmu. Yang imut-imut juga bisa." Langkah kaki terdengar mendekat ke arah arena, mengalihkan perhatian Jeno dari papa. Kali ini ia benar-benar terkejut atas kejutan yang papanya berikan sebagai hukuman.

MA. FI. ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang