Setelah berhasil kabur dari Radit, Dita segera berlari ke kamarnya dan bersiap-siap. Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi. Tandanya ia sudah telat setengah jam dari jadwal biasanya ia mulai berolahraga. Di luar, Erick ternyata sudah siap dengan celana yang kemarin ia kenakan dan jaket yang entah ia bawa darimana. Dita mengamati penampilan Erick dari atas sampai bawah.
"Kenapa Dit? Aneh ya gu— aku?" kalimat ralat Erick membuat Dita tersedak ludahnya sendiri. Erick memberi sinyal bahwa ada Radit saat ini.
Oh ya Dita baru ingat. Ia dan Erick kan kalau depan Radit pura-pura jadi pasangan.
"Ngga aneh kok. Lo— kamu kayak udah prepare aja bawa jaket jogging gitu."
Erick terkekeh, "Ah..ini tuh emang selalu ditinggal di mobil. Jaga-jaga kalau tiba-tiba aku ada nginep dadakan. Kepake kan akhirnya?"
Dita menarik penuh bibirnya keatas menunjukkan senyum manisnya ke arah Erick. Kalau sama Erick, bibir Dita sering tertarik keatas. Saking seringnya senyum, kadang sampai pegal sendiri pipinya.
"Yaudah yuk?" Erick meraih pergelangan tangan Dita. Ia menarik gadis itu untuk mengikutinya berjalan keluar pintu. Bersamaan dengan itu, Radit keluar dari kamarnya dengan rambut yang masih setengah basah. Tangannya sibuk menggosokan sebuah handuk kecil di kepalanya. Ketiga mata mereka saling bertemu canggung.
"Oh! Dit, ini Erick." Dita menarik tangan Erick untuk menghampiri Radit. Erick tersenyum menunjukkan lesung pipinya sambil menawarkan tanyannya kearah Radit untuk berjabat tangan.
Jabatan tangan Erick diraihnya tanpa ekspresi, tentu saja. "Radit." suaranya sangat ketus. Erick tidak mengambil pusing masalah itu. Toh memang sudah jadi watak Radit juga kan?
Lalu Erick kembali menarik Dita untuk berjalan kearah pintu apartment. "Gue jogging dulu ya Dit dadah!!" teriaknya sambil berjalan keluar.
Setelah pintu apartment tertutup kembali, Radit melanjutkan kegiatannya. Ia menuju ke sofa di depan tv. Tangannya sibuk melihat-lihat sesuatu pada ponselnya. Akhirnya yang ia cari pun ketemu.
Kontak Tama.
Radit mencoba menghubungi Tama 3 kali namun tidak terangkat. Ia mencoba sekali lagi dan Tama mengangkatnya kali ini. Suaranya terdengar seperti orang yang habis ngejar maling.
"Kenapa Dit?"
"Abis ngejar maling lo?"
"Abis beli bubur gue!! Gak bawa hp. Gue kira telepon urgent njir. Ternyata lu."
"Sorry sorry. Tam gue mau nanya."
Ya, Radit memang punya maksud tertentu menghubungi temennya sepagi ini. Ia pun bukan tipe orang yang suka berbasa-basi. Jadi ia langsung bertanya ke intinya agar rasa penasarannya menjadi terjawab.
"Tanya apaan?"
"Gue semalem ketemu Dito gak sih? Kakaknya Dita."
"Dih? Belum sadar lu?"
Radit mengangkat alisnya. Oh?
"Sadar?"
"Lu kan semalem ketemu gue. Tiba-tiba ngajak gue minum. Kesetanan ya lu kemaren abis putus sama Thalia?"
"Kok lo tau gue putus sama Thalia?"
"Lah beneran gak inget apa-apa ni orang." ujar Tama dari seberang sana. Jawabannya membuat Radit semakin penasaran.
"Gue semalem mabok?"
"Dih bukan mabok lagi. Tepar lu! Gue sampe minta tolong Dita buat bopong lu. Untung ada Erick juga semalem."
![](https://img.wattpad.com/cover/327116338-288-k793291.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Days of Runaway
Romance"It's time to run, well, I hope you understand what I've done. Run away for you, I'm gonna count the days 'til you make it through." - Time to Run by Lord Huron.