XXIV. Closure

26 2 2
                                    

Hari H kepulangan Radit dan Dita ke Jakarta.

Waktu terasa berlalu sangat cepat. 30 hari sudah Dita menjadi teman tinggal Radit. Awalnya, pemikiran Dita sudah skeptis karena 2 minggu awal selalu dipenuhi dengan perdebatan tidak penting antara keduanya. Belum lagi kompetisi ajang pamer "pacar" yang mereka lakukan. Namun seiring berjalannya hari, 2 minggu terakhir malah tidak terduga. Dita dibuat nyaman oleh Radit, begitu sebaliknya.

Dita melangkahkan kakinya dengan berat. Disebelahnya berdiri Radit dengan membawa 2 buah tas tenteng milik Dita dan 1 tas ransel miliknya. Kini keduanya sedang berada di dalam lift untuk menuju parkiran mobil.

Sejak semalam mereka belum banyak berbicara. Percakapan mereka hanya sebatas pertanyaan seputar barang-barang packing mereka saja.

"Dit sepatu gue udah dimasukin?"

"Dit tas gue dimana ya?"

"Ta parfum gue lo pack dimana?"

Belum ada yang memulai obrolan basa-basi. Keduanya dibuat sibuk pagi ini. Belum lagi Dita masih menyempatkan diri untuk memasak sarapan untuk mereka. Sedangkan Radit sedari tadi sibuk memasukkan barang-barang mereka dari unit mereka ke mobil yang terletak di parkiran. What a very hectic morning for them.

Bandung di pagi hari cukup lengang. Hanya memakan waktu 15 menit saja bagi mereka untuk mencapai gerbang tol Pasteur. Padahal biasanya butuh waktu sekitar setengah jam saking macetnya. Apalagi saat weekend.

"Kalau di Jakarta suka CFD juga Ta?"

Radit akhirnya melemparkan pertanyaan basa-basinya. Matanya masih fokus pada jalanan di depannya, hanya mulutnya saja yang berbicara. Radit mode fokus seperti ini terlihat keren sekali. Dita approved!

"Suka. Kalau di Jakarta gue ditemenin sama Mas Dito atau Dani."

"Lo juga?" tanya Dita balik.

Radit menggelengkan kepalanya.

"Nggak. Gue olahraga kalau sempet aja. Kerjaan di Jakarta jauh lebih hectic daripada di Bandung. Kalau dikasih napas sama orang-orang di kantor ya gue sempetin."

Satu hal yang Dita pahami dari Radit selama tinggal bersamanya. Radit itu perfectionist. Alasan dia selalu memforsir dirinya untuk bekerja adalah karena laki-laki itu tidak akan berhenti sampai hasil kerjaannya cukup memuaskan untuk dirinya. Selama di Bandung, waktu istirahat Radit sangat sedikit. Dita sampai muak liat Radit disana kerja, disini kerja.

Bisa gak sih 10 menit aja gak di depan laptop cek kerjaan?

"Jangan gila kerja banget lah Dit. Lo di Bandung aja gila nya udah beneran gila. Gimana di Jakarta. Nanti lo gila beneran gue mah kasian, mana masih muda." cibir Dita. Dita heran sama Radit, apa sih motivasinya ia bisa kerja sekeras ini? Mau dibilang untuk uang, Dita yakin 100% tabungan Radit sudah tumpah-tumpah. Buktinya ia saja bisa membeli 1 buah unit apartemen dari uang hasil kerjanya sendiri. Mau sukses? Untuk takaran Radit saat ini, bisa dibilang ia sudah sukses. Kalau kata Tama, Radit cuman butuh jodoh. Itupun ia tidak perlu mengejar, karena pasti banyak wanita yang rela mengantri untuk dijadikan pasangan hidup oleh Radit.

"What do you seek in your life sih Dit? I mean, uang lo ada. Lo sukses juga. Penampilan oke. Keluarga juga aman tentram kan. Don't you think those are enough?" tanya Dita penasaran.

"Happiness. What I've been seek for, kayaknya."

"What kind of happiness precisely do you need?"

"Not sure. Gue belum bisa bahagiain diri gue sendiri. Awalnya gue pikir gue udah cukup membahagiakan orang disekitar gue. Gue pikir apa yang gue kasih ke mereka udah cukup buat mereka bahagia. Ternyata gue masih banyak kurangnya Ta. Buktinya Thalia aja sampai ninggalin gue yang udah bertahun-tahun nemenin dia demi orang yang baru dia kenal dari keluarganya."

30 Days of RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang