XIV. His curiosity

46 14 0
                                    

Bunyi alarm membangunkan Dita yang baru tertidur 4 jam. Saat ia membuka matanya, ia terlonjak dari tidurnya karena ia baru ingat kalau dirinya sedang berada di kamar Radit. Segera ia melonjak menuju pintu kamar. Ia membuka pintu dengan pelan, agar tidak membangunkan kedua penghuni lain yang masih tertidur. Matanya sibuk melirik kesetiap arah ruangan, memastikan bahwa tidak ada yang melihatnya. Setelah dirasa aman, Dita menghela napas lega sambil melangkahkan kakinya keluar pintu kamar. Baru selangkah ia berjalan, muncul suara yang mengejutkan gadis itu. Membuat jantung Dita berdegup jauh lebih kencang karena kaget dan panik ada yang melihatnya.

"Ngapain Ta?"

Suara berat tersebut membuat Dita menarik laki-laki itu kembali masuk kedalam kamarnya sambil membengkap erat bibirnya dengan kedua tangan.

"Ssst!" bisiknya sambil mengintip lewat celah pintu kamar yang terbuka sangat sedikit.

Jarak keduanya saat ini sangat dekat. Dari jarak sedekat ini, mata Radit sibuk mengamati bentuk muka Dita yang mungil. Radit baru sadar kalau hidung Dita itu mancung. Selama ini Radit tidak pernah memperhatikan wajah Dita kalau mereka sedang berbicara. Radit lebih banyak melihat kearah lain saat Dita mengajaknya bicara. Tinggi Dita dibawah tinggi badan Radit, membuat gadis didepannya ini harus sedikit berjinjit untuk meraih bibirnya. Satu hal yang Radit pikirkan disaat seperti ini.

Shit. Untung gue udah mandi. Udah wangi!

Tak lama. Radit sadar kalau dirinya sudah mengamati Dita daritadi. Lalu Radit melepaskan kedua tangan Dita dari bibirnya karena ia juga sudah kesulitan untuk bernapas.

"Kenapa sih lo?" ujar Radit gusar.

Dita yang baru sadar bahwa ia sedari tadi membekap Radit, langsung mendorong tubuhnya menjauh dari laki-laki itu.

"Jangan berisik! Nanti Erick bangun!" bisiknya dengan setengah teriak.

"Erick?" Radit menaikan kedua alisnya. Namun tak lama kemudian ia paham maksud ucapan Dita.

"Oh abang abang yang tidur di depan tv itu pacar lo?"

Dita melirik laki-laki itu dengan sinis, "Heh enak aja lo main abang abang aja. Namanya Erick!!"

"Ngapain nginep? Emang gue ngebolehin?"

Dita terdiam. Ia bingung harus jawab seperti apa. Rasanya ia mau saja jujur jawab "Gara-gara lo mabok!!" sambil menoyor laki-laki didepannya itu. Namun ia urungkan niatnya. Melihat bagaimana Radit semalam menangis, Dita memutuskan untuk tidak membahas apapun tentang hari kemarin.

Diamnya Dita memancing Radit untuk memincingkan matanya penuh curiga.

"Lo abis macem-macem ya semalem?"

Dita memutar matanya. Sejak kapan sih seorang Dita punya pikiran aneh-aneh kayak yang Radit pikirkan? Yang ada malah si Radit yang macem-macem.

"Enak aja! Gue suruh Erick nginep karena udah malem banget semalem. Dia pulang jauh. Gue suruh nginep aja daripada dia ngantuk dijalan." jelasnya.

Dita melangkahkan kakinya lagi untuk keluar kamar namun tangan Radit meraih lengannya. Membuat gadis tersebut berbalik menatapnya dengan bingung.

"Apa?"

"Lo ngapain tidur di kamar gue?"

Lagi-lagi Dita tidak harus menjawab apa. Tidak mungkin dia menjawab jujur tentang apa yang terjadi pada Radit—dan kepada mereka berdua semalam. Namun Dita juga belum menyiapkan jawaban apapun. Tidak terpikirkan olehnya kalau Radit akan bangun lebih dulu dan memergoki dirinya keluar dari kamar Radit.

"Y—y..a emang lo gak kaget bangun-bangun ada di kamar gue?" balas Dita sewot.

Cari aman. Tanya balik, supaya Radit jadi ikutan mikir.

Radit mengusap tengkuknya dengan canggung. Ia sendiri juga tidak tahu mengapa tadi pagi ia bisa ada di kamar Dita. Ia sejujurnya juga terkejut.

"Gue semalem ngelantur ya Ta?"

"Hah?"

"Gue sleepwalking?"

"O—oh iya iya!! Lo ternyata punya kebiasaan kayak gitu ya Dit? Untung lo jalannya ke kamar gue. Coba kalau keluar apartment. Yaudah gue biarin aja lo tidur di kamar gue. Eh tapi sorry ya gue lancang tidur di kamar lo Dit."

"Beneran?" Radit menatap Dita dengan serius. Tatapan Radit benar-benar tatapan tajam yang membuat Dita jadi gugup.

"I iya Dit. Udah ah gue mau mandi. Mau jogging sama Erick!" ujarnya cepat sambil berjalan cepat keluar kamar meninggalkan Radit yang masih berdiri mematung mengamati punggung gadis yang sedang berjalan menjauh darinya.

Radit merasa ada yang aneh dengan Dita. Radit yakin pasti terjadi sesuatu antara dirinya dan Dita. Bisa jadi Erick juga terlibat. Namun ia tidak ingat. Apa memang ia tidur senyenyak itu sampai tidak bisa dengar apapun semalam? Apa benar ia memang sleepwalking? Radit tidak punya kebiasaan sleepwalking. Pertanyaan yang ia lempar kepada Dita hanya pertanyaan asal tembak saja. Ia saja kaget dengan jawaban Dita yang mengatakan kalau ia memang sleepwalking.

Dia jadi penasaran. Apa yang disembunyikan Dita? Haruskah ia cari tahu atau haruskah ia pura-pura tidak penasaran saja?

***

30 Days of RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang