XXII. The Unexpected Move

8 2 0
                                    

Seminggu hari terakhir berjalan sangat panas bagi Radit dan Dita. Sejak kejadian beberapa hari yang lalu, tidak ada satu percakapan pun yang terjadi diantara mereka. Berkomunikasi lewat telepon juga tidak.

Dita seperti hidup sendiri. Mereka urus diri mereka masing-masing. Dita juga masak hanya untuk dirinya seorang diri.

Sebenarnya bingung, disini siapa yang salah? Radit yang belum mau jujur atau Dita yang tidak sabaran?

Radit itu sulit ditebak. Dita banyak salah menilai Radit. Awalnya ia pikir Radit yang kasar akan selalu seperti itu, tapi ternyata lama kelamaan Radit bisa melunak seiring berjalannya waktu. Lucunya, saat Dita sudah senang dengan perubahan sikap Radit, laki-laki itu kembali lagi seperti awalnya. Dita menarik kesimpulan bahwa Radit itu tipe orang yang akan menyesuaikan perlakuannya dengan lawan bicaranya.

If we treat him nice, he'll be nice too and vice versa.

Seminggu terasa lama apabila ditunggu. Dari jauh hari Dita sudah mulai mempersiapkan kepulangannya minggu depan. Beberapa barang miliknya sudah ia kemas. Jujur saja, ia sudah serindu itu dengan rumah dan keluarganya.

Salah satu hal yang berat Dita tinggalkan adalah pekerjaannya. Ia sudah terlanjur nyaman dengan tempat bekernya dan orang-orang didalamnya. Kapan lagi ada bos sebaik Tama? Langka banget! Rasanya sayang kalau harus resign dari tempat senyaman ini.

"Teh Dita sayang banget sih. Kerjanya bagus gini masa resign?"

"Dita apa gak bisa di bujuk lagi suami lo supaya bisa stay disini aja?"

Ah ya benar. Teman-teman kantor Dita taunya Radit adalah suami Dita berkat teriakan Tama di kantin beberapa waktu lalu. Berita tersebar dengan cepat sehingga sudah kepalang tanggung kalau mau klarifikasi. Biarin aja lah. Toh dia hanya beberapa hari lagi disini.

Berbagai rayuan dan bujukan sudah dilakukan oleh rekan Dita. Namun mau gimana lagi? Tama pun maunya Dita tetap disini. Tapi dia juga takut melawan sang bos besar alias Radit. Tama enggan berdebat dengan harimau yang hidup di dalam diri Radit.

——

Selesai berkemas, Dita keluar kamar untuk memasak sebungkus mie instan. Ternyata Radit sedang berada di ruang tv sambil sibuj mengetik sesuatu pada laptopnya. Dita mendengus kesal melihat wajah Radit. Maklum, dia sensi dengan seluruh hal yang menyangkut Radit akhir-akhir ini.

Dita mengabaikan kehadiran Radit, begitu pula dengan Radit. Takada satu pun yang berbicara padahal jarak mereka hanya beberapa meter saja. Sesekali Dita bisa mendengar gumaman kesal Radit karena pekerjaannya.

Oh Radit sepertinya sedang pusing sekali saat ini.

Rasa simpatik Dita muncul. Lagi-lagi sulit bagi dirinya untuk bersikap bodo amat barang sekali saja. Gadis itu meraih cangkir pada rak dan menuangkan dua sendok gula pasir. Obat stress paling pas bagi Dita adalah minum teh hangat. Apalagi teh chamomile. Sesuatu yang hangat bisa membuat tubuh dan pikiran menjadi rileks. Dita pernah menonton siaran tentang manajemen stress dan salah satu cara simple yang bisa dilakukan adalah ini.

Ia meninggalkan secangkir teh tersebut di meja makan. Gadis itu kembali masuk ke dalam kamarnya dengan sepiring mie instan buatannya.

"Ada teh di meja makan."

tulisnya pada pesan chat untuk Radit.

Radit melirik kearah meja makan. Ia melihat ada secangkir teh yang masih mengebul disana. Tapi ia tidak menemukan kehadiran Dita. Setelah dirasa aman, ia berjalan menuju meja makan untuk mengambil teh buatan Dita. Dalam sekejap ia menghabiskan minuman tersebut. Benar kata Tama, Radit kalau sudah kumat gila kerjanya, harus ada orang yang memperhatikannya. Laki-laki ini tidak akan berhenti jika tidak ada yang menghentikannya. Mungkin jika Dita tidak membuatkan teh untuknya, hingga sekarang ia tidak ingat kalau dirinya belum mengisi apapun untuk perutnya sejak siang.

30 Days of RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang