V. Impulsive game gone wrong

56 15 0
                                    

Selama seminggu tinggal bersama Radit, ada satu dari sekian banyak hal yang membuat Dita muak.

Radit selalu melakukan panggilan telepon dengan Thalia setiap malam.

Literally. Setiap. Malam.

And the worse part, DI LOUDSPEAKERS.

I mean, that's kinda gross? Kalo lo mau sayang-sayangan please keep it private. Gak semua orang mau denger kalimat manis kalian berdua.

Seperti malam-malam sebelumnya, lagi lagi terdengar suara tawa Thalia dari ruang tv. Dita mengerang malas. Pasti Radit sedang teleponan sama pacarnya itu. Perut Dita tidak dapat diajak kompromi malam ini, ia kerap meringis perih karena ini memang sudah melewati jam makan malamnya. Daripada ia pingsan lagi, maka Dita mempersiapkan dirinya untuk melihat pemandangan ngeri Radit yang tertawa bersama sang pacar via telepon.

Dita membuka pintu dengan pelan, supaya Radit tidak menyadari kehadirannya. Namun sepertinya gagal. Karena beberapa menit setelahnya, Radit memutus sambungan telepon bersama Thalia karena melihat Dita sedang berada di dapur.

Dapur apartment mereka tidak bersekat. Radit dapat melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan Dita dari tempat duduknya saat ini.

"Lo kalo sehari gak teleponan, alergi ya?" sindir Dita judes. Ia tidak sedikitpun melirik kearah Radit, namun gadis itu bisa merasakan aura tatapan dingin Radit dari belakangnya.

"Lo sehari gak nyinyirin gue, alergi?" balasnya tak kalah judes.

Keduanya memilih terdiam. Bisa gila keadaan kalau mereka melanjutkan.

"Sirik aja lo jomblo." ujar Radit berikutnya.

Mata Dita membulat. Ia menghentakan kaki nya keras mendengar ucapan Radit. Tidak terima dibilang seperti itu. Ya walaupun kenyataannya memat benar dia jomblo. Tapi halo, Dita tidak boleh kalah!

"SEMBARANGAN! Gue gak jomblo!"

"Bohong. Buktinya mana pacar lo aja gak pernah nelepon lo."

"Itu urusan gue ya! Lo gak perlu tau!"

Dita kehilangan nafsu makannya. Gadis itu melempar sendok nya asal dan pergi menuju kamarnya dengan langkah kesal. Pintu kamar ditutup dengan kasar, menimbulkan bunyi "bugh" yang membuat Radit terkejut. Khawatir yang jatuh adalah si manusianya bukan pintunya.

"Worst weekend ever!" teriaknya dari dalam kamar.

Dita benci Radit.

Radit egois.

Radit keras kepala.

Rasa kesalnya pada Radit meningkat. Tubuhnya memanas. Muncul pikiran impulsive pada dirinya untuk melawan Radit. Dia tidak boleh kalah.

Dita meraih ponselnya dan mencari kontak kakak tertuanya.

"Bentar, kalo gue minta Mas Dito atau Dany jadi pacar boongan gue, nanti kalau ketawan, Radit pasti ketawa puas! Gak gak. Gak boleh. Gue harus buat Radit diam tanpa bisa berkata sedikitpun."

Ia kembali mencari kontak di sosial medianya.

"Gak mungkin Erick kan? Gak gak. Gue gak bisa kasih tau Erick posisi gue. Jangan Erick. Gak boleh dia. Nanti gue nyiksa perasaan gue doang yang ada."

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari luar kamarnya. Suara berisik itu membuat Dita tidak nyaman. Ia jadi tidak bisa fokus. Gadis itu kemudian keluar kamarnya untuk melihat apa yang sedang Radit lakukan hingga mengganggu ketenangan siang ini.

"Berisik Radit! Lo ngapain sih?"

Dilihatnya Radit sedang mempersiapkan alat vacuum cleaner. Bisa disimpulkan kalau laki-laki itu akan membersihkan ruangan apartment mereka.

30 Days of RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang