Zora tersenyum tipis, dia mengelus pucuk kepala Rain lembut."tante sekarang lagi sibuk sayang, nanti kalo misalnya tante tidak terlalu sibuk tante bakal kesini kok. Kamu tenang aja ya..." ucap Zora.
Mau tak mau Rain tersenyum."makasih ya tante... Maaf kalo Rain nyusahin tante." ucap Rain.
Zora mengangguk, ia menepuk pundak Rain beberapa kali."tante pergi sekarang ya..." ujar Zora, Rain mengangguk.
Zora, Fernando dan Kenzo berjalan keluar dan pergi dari kediaman ambrata.
Helaan nafas keluar dari mulut Rain."andai ibu masih hidup."gumam Rain, Rain berjalan ke arah dapur dan meletakan semua makanan pemberian Zora di atas meja.
Setelah meletakan nya Rain berjalan ke arah kamar Fredrick, ia mengetuk pintu itu beberapa detik namun tak ada sahutan dari dalam.
Rain membuka pintu kamar Fredrick dan berjalan memasuki kamar nya.
Dapat Rain lihat bagaimana wajah Fredrick yang basah. tampak nya pria itu semalaman terus menangis.
Dengan hati hati Rain menepuk lengan Fredrick sehingga membuat pria itu terusik dan bangun dari tidurnya.
"Papa bangun... Papa gak mau kerja? Tadi tante Zora datang bawain makanan. Kalo papa mau ayo sarapan bareng." ujar Rain, Fredrick menatap sang anak dengan tatapan senduh.
Fredrick mengubah posisi tidurnya menjadi duduk, ia menarik tubuh Rain dan memeluk nya. Air matanya kembali menetes.
"Maaf kan papa nak... Maafkan papa yang sudah jahat kepadamu, maaf kan papa yang udah nuntut kamu. Maafkan papa yang sering mukul kamu... Jangan benci sama papa nak." lirih Fredrick.
Dada Rain terasa nyeri mendengar tangisan Fredrick, ia merasa terharu namun juga kecewa dengan Fredrick. Kilatan masa lalu kembali terlintas di benak nya.
Namun ia ingat dia tidak boleh membenci sang papa karena bagaimana pun Fredrick adalah papanya.
Rain sedikit tersenyum, ia menepuk punggung Fredrick pelan."papa gak perlu nangis... Rain udah maafin papa dari dulu, Rain tau kayak mana terpuruk nya papa waktu mama meninggal... Rain memang sempat kecewa sama papa tapi Rain gak benci sama papa..."kata Rain.
Perlahan pelukan keduanya terlepas, Fredrick menatap sang anak dengan sorot mata penuh penyesalan."jangan benci sama papa ya nak."
"Rain gak akan pernah benci sama papa."
"Terimakasih nak... Mulai hari ini papa tidak akan menuntut mu dan abang mu lagi." perkataan Fredrick berhasil membuat Rain tersenyum lega.
Apakah kebahagiaan nya akan di mulai hari ini? Tapi mengapa di saat kondisi nya seperti ini? Mengapa di saat dia sudah mulai merasakan kebahagiaan dia harus pergi? Takdir benar benar tidak adil menurutnya.
"Ayo sarapan." ajak Rain, Fredrick mengangguk dan tersenyum, pria itu turun dari kasurnya dan masuk ke dalam kamar mandi.
Rain menatap langit langit dengan mata yang berkaca kaca."ma... Kenapa ya pas Rain udah mulai bahagia Rain malah akan pergi?" gumam Rain.
Pemuda itu berjalan menuju dapur, ia mengeluarkan handphone nya dan mengirimkan Varo dan Reina pesan untuk segera turun dan sarapan bersama.
Bukan dia malas untuk mendatangi mereka hanya saja tubuh nya kembali lemas, mungkin karena dari tadi malam dia tidak ada makan.
Beberapa menit semua anggota keluarga nya telah turun dan duduk di kursi meja makan mereka masing masing.
"Reina... Papa dengar kamu mau ikut beladiri? Apa kamu mau papa masukin ke tempat latihan beladiri?." tanya Fredrick tiba tiba.
"Tumben banget papa kayak gitu, biasanya yang di tanya nilai terus." sindir Reina, gadis itu masih merasa kecewa dengan sang papa.
Fredrick menghela nafas nya pelan, ia tersenyum tipis menatap anak anak nya."ya... Papa tau, dulu papa selalu nanya tentang nilai terus tapi sekarang papa gak akan menanyakan hal itu lagi. Papa membebaskan kalian untuk melakukan apa yang kalian inginkan asal tidak merugikan pihak manapun."ujar Fredrick, Varo tersenyum tipis mendengar nya.
"Apakah anda serius? Atau ini hanya bualan saja?" tanya Varo, lelaki itu menatap Fredrick dengan kening berkerut.
"Tentu saja saya serius pak kepala sekolah... Apakah dari perkataan saya terdengar seperti candaan bagimu?" tanya Fredrick dengan expresi yang tak beda jauh dari Varo.
Varo mendengus kesal, ia kembali memakan makanan nya.
"Apakah kalian masih belum bisa memaafkan papa? Sekarang katakanlah papa harus bagaimana agar kalian memaafkan papa." kata Fredrick terdengar serius.
Tampak nya pria tersebut sangat sangat ingin mendapat maaf dari anak anak nya
"Really? Apa papa serius? Kalo gitu Reina minta papa telepon kakek dan beritahu semua kejahatan Gissela kepadanya lalu papa ambil cuti selama seminggu dan habiskan waktu bersama kami, apa papa bersedia?" tanya Reina, permintaan Reina sangat mudah untuk Fredrick lakukan sehingga pria itu langsung setuju.
Suara dering ponsel milik Rain mengalihkan perhatian mereka, Rain merogoh sakunya dan mengambil handphone nya.
"Reygan." gumam Rain, dia mengangkat telepon dari teman nya itu.
"Woy bangsat ini rumah lo? Coba deh lo keluar gue bingung anjing."
Tut
Panggilan di matikan secara sepihak oleh Reygan, Varo serta Fredrick menatap Rain dengan tatapan bingung sementara Reina asik memakan makanan nya."Siapa?" tanya Varo.
"Reygan, teman aku sama Reina. Pa bang... Aku sama kak Reina pergi dulu ya, mau jalan jalan sama teman." pamit Rain.
Varo mengangguk saja begitu pula Fredrick, mereka tidak mau mengekang kedua bungsu itu lagi.
Reina menghentikan kegiatan makan nya dan lari menuju kamar nya, begitu pula Rain.
Mereka mengambil barang barang mereka dan turun kebawah untu keluar lewat pintu depan.
Didepan gerbang sana Rain dapat melihat ada Reygan yang tampak debat dengan seorang security.
Rain dan Reina cepat cepat mendatangi mereka berdua.
"Udah saya bilang pak! Saya bukan tukang antar makanan! Bapak gimana sih? Saya mau nemui teman saya! Namanya Rain!" jelas Reygan.
"Iya, tapi kamu tetap tidak boleh masuk. Jika mau masuk kamu harus izin dulu ke pak Fredrick." kata petugas itu.
"Gimana cara saya minta izin nya kalo bapak aja gak bolehin saya masuk!" wajah Reygan tampak memerah.
"Apa ini ribut ribut pak? Dia teman saya namanya Reygan, saya yang menyuruh nya kemari. Seharusnya bapak tidak begitu. Bapak harusnya bertanya dulu kepada salah satu dari kami, apa ada yang mengundang teman? Harusnya begitu, jika bapak seperti ini bisa bisa menimbulkan kesalah pahaman." tegur Reina.
Security itu langsung gelagapan."m-maaf non, saya tidak tau." kata security tersebut.
Reina menggelengkan kepalanya tak habis pikir."jangan di ulangi lagi pak, itu tidak sopan. Jika saja yang datang itu orang penting gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Strong Man [End]
Teen Fiction[Part lengkap] "Aku mungkin memang kuat tapi kali ini aku lebih milih buat nyerah." -Rain Alaska ambrata-