Perang Pertama

16 2 0
                                    

( kita akan bertemu )

Author POV

Nero De Lacia tengah duduk manis di atas kursi tahta Raja yang ia dambakan. Kilatan petir terlihat menyambar-nyambar di luar Istana. Suaranya bergemuruh namun hal tersebut malah membuat Nero kesenangan.

"Bagaimana pergerakan mereka?" Tanya Nero kepada Cessio dengan senyuman yang tidak pernah luntur sejak kemarin.

Cessio memainkan belati kecil di tangannya. Setelah mendengar pertanyaan Nero, ia tersenyum kecil lalu menyimpan belati itu.

"Seperti yang sudah anda perhitungkan. Karena umpan kita bergerak menuju area bebas para murid Academy itu bergegas ke sana." Jawab Cessio.

Nero tersenyum puas mendengarnya.

"Tapi, anda tidak melupakan kami kan?" Tanya Cessio setengah berbisik.

Nero menepuk kedua tangannya. Lalu seorang wanita tiba-tiba muncul dari balik kursi. Wanita itu memakai tudung sehingga Cessio tidak dapat melihat wajahnya.

"Bekerja sama denganku tidak pernah merugikan." Kata Nero tersenyum licik.

Nero mengambil kotak kayu yang di bawa wanita di belakangnya. Dia menyerahkan kotak itu kepada Cessio.

Dengan senang hati Cessio menerima kotak tersebut. Dia membukanya membuat cahaya biru yang terbelenggu di dalam kotak menyebar luas ke seluruh ruangan. Dua buah Batu Kunci. Persis seperti apa yang dia minta.

Dengan sinar Batu Kunci tersebut, Cessio dapat melihat senyuman jahat dari wanita di belakang Nero. Seorang pengkhianat.

"Kesepakan anda dengan Tuan Nero sudah tercapai bukan?" Tanya wanita itu bergelanyut manja di pundak Nero. Tak lupa suara melengking khas wanita penghibur.

Cessio tersenyum lebar. "Tentu saja. Perang kali ini pasti akan kami menangkan. Lalu setengah dari kami akan melakukan ritualnya. Setelah semuanya berjalan sesuai rencana. Anda dan Tuan Nero akan hidup bahagia." Ucap Cessio meninggalkan Istana dengan berteleportasi dari balik bayangannya.

Angelin Larco. Wanita di balik Nero dan salah satu guru di Academy. Sebuah kejutan manis yang disiapkan Nero untuknya membuat Cessio tersenyum senang.

"Betapa bodohnya mereka semua." Ucap Kalica setelah melihat Cessio sudah datang dengan dua Batu Kunci terakhir. Gadis itu sedari tadi menunggu kedatangan Cessio di perbatasan.

Mereka berdua berada di perbatasan antara Negeri Drauka dengan daerah terlarang yang berisi gunung-gunung tinggi, dimana markas mereka berdiri tegak di sana. Kalica memakai tudungnya, sama halnya dengan Cessio.

"Tuan Nero sedang tersenyum penuh kemenangan karena menganggap kita sebagai alat. Padahal dia sendiri adalah boneka buatanku." Ucap Cessio.

Mereka mulai mendaki menuju ke markas mereka.

"Haha~ kau sengaja menerima kesepakatan untuk membantunya menjadi raja. Kau pasti sudah memperkirakan perang ini bukan?" Tanya Kalica.

"Tentu saja, Kal. Kau pikir siapa yang dengan mudah menerima tahtanya direbut dengan cara yang menjijikkan seperti itu? Pangeran jelas tidak menyukainya bukan?" Balas Cessio.

The Destiny a Ordinary People ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang