Akhirnya, senyum kembali terlihat di dalam rumah keluarga Axellez. Usai berbulan-bulan mereka ditimpa musibah yang datang bagai gempa, meluluh-lantahkan segala senyuman yang baru saja dibangun keluarga ini. Kini, bagai nampaknya telah meninggalkan desa, mulai terlihat lagi pelangi yang muncul dari ufuk menuju ufuk.
Mr. Ken akhirnya dapat menampilkan senyum bahagianya kembali. Beliau sampai menghapus tetes air di ujung mata dengan jempolnya. Menatap haru sang putri dari bawah jendela ruang kerja, duduk di salah satu dari jejeran kursi gezebo tepi kolam. Tersenyum lebar menimang seorang bayi perempuan yang tak lain adalah cucunya, Arshaa.
Ia sungguh lega keluarganya telah kembali menjadi keluarga yang harmonis seperti sebelumnya. Banyak rasa syukur yang dia hembuskan setiap pagi.
Ia beruntung pilar-pilar keluarganya cukup kokoh saat menghadapi masalah kemarin. Meski ada beberapa tembok yang retak, Mr. Ken yakin ... ia dan keluarganya bisa sama-sama memperbaiki retakan itu. Beliau benar-benar berharap suasana seperti ini tetap terjaga hingga kapan pun.
"Papa."
Pria tua itu terhenyak, segera menunduk menyembunyikan gesturnya yang sedang menghapus tetes lain yang tak sengaja turun. Memutar tubuhnya ke belakang, sembari mengarahkan tangannya mempersilakan Ranaya untuk masuk.
"Masuk saja, Sweetheart."
Ranaya berjalan menuju salah satu meja yang ada, meletakkan nampan berisi air putih dan obat-obatan. Memberikan beberapa butir dan air minumnya untuk sang mertua.
Hari-hari menginjak tua, penyakit komplikasi semakin datang mengerumuni tubuh pria tua ini. Ranaya menjadi bagian dari orang yang bertugas mengingatkan mertuanya rutin minum vitamin, di samping Mr. Ken yang menolak mentah-mentah dirawat oleh suster panggilan yang pernah bekerja. Menurutnya, dia tidak semerepotkan itu sampai harus memanggil seorang pengasuh.
"Papa ngeliatin apa?"
Tanpa menghilangkan senyumnya, Mr. Ken menunjuk Aretta yang sudah terlihat lebih baik sedang menimang Arshaa. "Rasanya melegakan sekali, 'kan, Nay? Melihat keluarga kita bisa jadi seperti dulu lagi."
Mendengar itu, Ranaya lantas menatap kakak iparnya, bibirnya pun ikut tersenyum. "Kak Aretta seperti menemukan jalan pulangnya setelah ada Arshaa, ya, Pa."
"Ya, dan itu semua berkat kamu." Mr. Ken menoleh padanya, beliau mengusap kepala belakang sang menantu. "Terima kasih sudah mengembalikan cahaya di keluarga ini, Ranaya."
"Papa ...." Ranaya menghela di setiap pembahasan ini terjadi. Ia merasa tidak melakukan sesuatu hal yang luar biasa, hanya membiarkan Aretta menggendong bayinya bukanlah hal yang patut dimintai balasan. "I'm already be your daughter, that's one of the biggest gift i ever getting from you. (Aku sudah menjadi putrimu, itu adalah hadiah terbesar yang pernah aku terima dari Papa.) Apalagi, Papa pernah berjasa buat pengobatan Mama selama koma dulu. Aku yang harusnya terus-terusan berterima kasih. Papa udah nyelametin masa depan seorang anak."
"Dan kamu sudah menyelamatkan kejiwaan seorang ibu. Kamu wanita yang sangat baik, Sweetheart. Papa bersyukur Araka membawa kamu untuk keluarga kami." Setelah Mr. Ken menambahkan itu, ia dan menantunya saling tersenyum.
"Aku juga."
***
Malam ini, Araka memiliki jadwal menghadiri launching cabang ke-dua dari kafe yang Juna dan ia kelola. Dia sedikit tidak menyangka jika kafe yang dia bangun iseng-iseng untuk membantu temannya pulih rupanya peminatnya banyak juga. Mumpung ada peluang, Juna dan Araka mengambil kesempatan membuka cabang baru yang berjarak sekitar 5 km dari kafe pertama.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY STARGIRL
RomanceRanaya kira, pernikahan itu sesuatu yang bisa ia jalani dengan modal nekat. Tapi, setelah Tuhan memberinya tiga buah hati yang manis, Ranaya berpikir prinsipnya mulai salah. Banyak lika-liku yang ia hadapi, sampai ia harus merelakan salah satu buah...