Ranaya kira, pernikahan itu sesuatu yang bisa ia jalani dengan modal nekat. Tapi, setelah Tuhan memberinya tiga buah hati yang manis, Ranaya berpikir prinsipnya mulai salah. Banyak lika-liku yang ia hadapi, sampai ia harus merelakan salah satu buah...
"Mama ... pwisss ...." Kepala Viora teleng ke kiri, menyatukan tangannya sembari berkedip manja. Senyum manis dia kibarkan lebar-lebar. Berharap ibunya sedikit melunak dan merubah keputusan.
Ranaya mendengus kasar, meletakkan pulpen yang ia gunakan mencatat bahan dapur yang sudah habis untuk catatan ART berbelanja besok. Duduk dengan posisi miring di kursi belajar sang suami. Terpaksa beralih pada Viora yang sedang memohon di sampingnya itu.
Pakaiannya sudah rapi, rambutnya sudah disisir, sepatunya pun telah terpasang, Araka yang menyiapkan semua itu. Tinggal berangkat ikut ayahnya ke markas saja. Tapi, Viora masih merasa tidak tenang kalau tidak mendapat izin ibunya. Viora tahu, sejak awal Ranaya terlihat tidak ikhlas jika Viora ikut ke markas sang ayah.
"Janji sama Mama—"
"V anji ndak akan auh-auh ali Papa, engelin apa kata Papa, cama ndak keu'uyulan ke dayam utan." Viora menyerobot ucapan sang ibu. Tidak sopan sebenarnya, tapi Viora ingin ibunya tahu kalau tekadnya sudah bulat dan semangatnya masih membara bagai si jago merah. Berdiri tegap sambil memperlihatkan telapak tangan kanannya, seolah prajurit yang sedang bersumpah.
Ibunya menghela pendek, memperbaiki kerah jaket wol dengan telinga beruang yang dipakai Viora. Araka memakaikan putrinya jaket tebal ini, takut-takut Viora terkena demam lagi. Sebab ia sendiri jarang memakai mobil ke markasnya, lebih suka mengendarai motor lama sembari bernostalgia. Pun, nampaknya sang putri juga memiliki selera serupa.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Janji sama Mama pulangnya jangan sampai malem-malem," pesan sang ibu. Membuat cengiran putrinya melebar dengan senang.
Gadis cilik itu berlalu keluar kamar sambil sedikit berlari, menggamit telunjuk sang ayah yang bersandar di kusen pintu menunggunya sejak tadi, menariknya cepat-cepat menuju garasi. Meminta ayahnya mengambil motor kesayangan yang nampaknya juga akan menjadi mainan favorit Viora setelah ini.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Araka memakaikan putrinya helm fullface khusus anak-anak berwarna gelap, ia ikut mengenakan yang serupa untuk dirinya. Mengambil tas gendong yang berfungsi sebagai sabuk pengaman saat membonceng anak-anak dengan motor, tidak pernah ketinggalan selalu menggantung di setirnya.