Waktu sore sudah mulai habis, namun rasa penasaran Viora justru baru saja terbit. Kali ini target sasarannya adalah gerobak uap yang mengeluarkan bunyi nyaring melalui cerobong yang kebetulan lewat di depan rumahnya.
Viora sampai bertanya pada Araka bagaimana bunyi itu dihasilkan, bagamana cerobong itu bisa mengeluarkan uap, dan ... jenis gerobak apakah itu? Lalu, papanya dengan lekas menjawab, itu penjual kue putu.
"Utu?" Viora baru dengar yang satu ini, namanya unik dan mudah diingat. Bau-bau yang tercium beraromakan pandan dan gula merah. Cukup menggelitik hidung mungilnya, Viora jadi ingin coba.
Demi memenuhi rasa penasaran sang putri, Araka lantas memanggil penjual itu untuk memesan beberapa buah. Ia menggendong Viora dengan satu tangannya di sebelah kiri, mendatangi penjual kue putu yang berhenti tepat di depan pagar rumah. Sibuk menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk mencetak kue. Dari mulai cetakan yang berbentuk pipa kecil, sendok pendorong, kertas koran dengan daun pisang sebagai pembungkus, dan beberapa alat lainnya. Tak lupa memanaskan kotak besi yang menjelma sebagai alat panggang.
Semua itu tidak luput dari pengamatan Viora. Dengan serius anak itu memperhatikan setiap step yang dilewati penjual berumur di depannya. Dari mulai mencetak bulir-bulir adonan ke dalam cetakan pipa, sampai bagaimana adonan itu matang dan berubah menjadi padat. Ia bahkan tidak sempat menyimak ayahnya yang asik mengobrol dengan penjual itu sejak tadi.
"Udah lama saya keliling di sini, Mas. Itu blok E langganan saya semua." Penjual itu menjelaskan, setelah Araka bertanya bagaimana ia bisa masuk ke lingkungan komplek ini?
Sedangkan deliver makanan atau ojek online saja hanya diizinkan mengantar sampai pos depan menurut peraturan yang baru dibuat 1 tahun yang lalu. Setiap tamu wajib menunjukkan data diri minimal SIM atau KTP jika hendak masuk untuk keperluan mendesak. Terkecuali ambulans, mobil patroli, dan pemadam kebakaran.
Penjual itu kembali melanjutkan penjelasannya, sambil telaten mencetak kue putu sesuai nominal pesanan. "Saya jualan di sekitar sini sebelum komplek ini dibangun, Mas, sama pendiri komplek ini aja saya kenal. Udah lumayan lama, sih. Sekitar 25 tahunan."
"Berarti lebih tua dari saya, dong, Pak?"
Penjual itu tertawa ringan dan mengangguk, dia tampak ramah. Kesibukannya bisa terbagi sempurna antara mengobrol dan mengemasi kue-kue ke dalam bungkus yang telah dihamparkan.
"Tapi saya jarang liat Bapak keliling di jalan ini," tanya Araka sekali lagi.
"Emang jarang, seringnya keliling di gang sebelah. Kayak yang saya bilang tadi, pelanggan setia saya banyak yang dari situ semua."
"Kalau gitu saya mau daftar juga, deh, Pak," kelakar Araka bermaksud bergurau. Namun tak disangka, ucapannya justru membuat Araka kaget sendiri.
"Bentar, saya catat dulu." Penjual itu mengeluarkan ponsel series terbaru berwarna deep purple dengan ciri khas kamera bermata tiganya dari dalam tas sederhana yang mengalung di pinggangnya. "Aduh, 14 Pro Max 512 GB warna ungu beli kredit nyicil 14 kali saya ini lama banget nyalanya. Bentar, ya, Mas."
Araka mengangguk dan tersenyum kikuk. Tanpa sadar ia berdecak kagum. Menatap nanar ponsel jadul berwarna ungu muda yang masih ia kenakan sampai sekarang. Sudah retak layar pula, oleh-oleh perang dengan istrinya beberapa waktu lalu.
Ia hanya bisa berkedip—terperangah melihat daftar nama pelanggan yang penjual itu catat di ponselnya, memang benar ada beberapa tetangga yang Araka kenal di sana. Penjual itu tidak sedang membual soal memiliki pelanggan dari komplek perumahan ini. Berapa, ya, kira-kira omsetnya untuk setiap bulan? Araka jadi ingin membuka usaha baru.
![](https://img.wattpad.com/cover/255335409-288-k125551.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STARGIRL
RomanceRanaya kira, pernikahan itu sesuatu yang bisa ia jalani dengan modal nekat. Tapi, setelah Tuhan memberinya tiga buah hati yang manis, Ranaya berpikir prinsipnya mulai salah. Banyak lika-liku yang ia hadapi, sampai ia harus merelakan salah satu buah...