Yasa menggertakan giginya menahan gugup kala ia sudah tiba tepat didepan kamar Katreena. Anak majikannya ini tak terlihat batang hidungnya sejak kemarin malam. Terakhir, ia melihat sang ibu mengantarkan sepiring mie kekamar Katreena dan selepasnya Yasa tak mendengar lagi kabar dari gadis itu.
Tiga ketukan Yasa daratkan, mulanya pelan, takut jika kembali mengundang amarah Katreena. Tak ada jawaban. Yasa kembali mengetuk pintu tersebut sedikit lebih keras supaya suaranya terdengar lebih jelas.
Masih tak ada jawaban, Yasa memejamkan mata, kembali hendak mengetuk pintu, namun benda tersebut sudah terbuka menampilkan sosok Katreena dengan wajah khas bangun tidurnya.
Tubuh Yasa terasa kaku, gadis didepannya ini masih sama menawannya seperti dulu, masih sering juga membuatnya melayang hingga tak jarang akan menjadi bagian besar dari bunga tidurnya.
Katreena, andai perbedaan antara ia dan gadis itu tak setinggi ini, mungkin Yasa akan memberitahu pada dunia bahwa Katreena hanya miliknya, andai saja, iya andai saja.
"Ngapain?"
Yasa buru-buru mengerjap saat Katreena menginterupsinya dengan tatapan dingin. "Ini sarapan dulu Reen, daritadi kamu gak keluar kamar terus."
"Gue gak suka makanan itu." Hardik Katreena seraya mendorong kembali nampan yang semula akan diberikan oleh Yasa.
"Kamu mau dibikinin apa? biar aku bilang sama ibu."
Katreena mengerling malas. "Gak perlu, liat muka lo bikin gue gak selera makan!" Ketusnya hendak menutup pintu kamar namun pergerakannya terhenti karena lelaki didepannya.
"Reen, makan ya, aku tahu kamu bukan tipe orang yang suka pilih-pilih makanan."
"Lo gak denger apa yang gue bilang tadi?" tanya Katreena dengan nada arogan. "Gue udah kenyang liat muka lo yang makin hari makin memuakan!"
Apa yang bisa dilakukan oleh pembantu pada majikannya disaat seperti ini? tak ada yang perlu dilakukan selain diam membisu, menikmati goresan luka yang kian menganga lebar.
Sudah tak lagi terhitung berapa kali Katreena menyakitinya dengan hardikan tajam, yang Yasa lakukan hanya diam tak mampu melawan, untuk sekedar menyanggah segala tekanan dari Katreena pun Yasa tak mampu, atau jika tidak keberadaan orangtuanya disini akan terancam.
Keluarga Katreena sudah banyak berjasa membantu segala perekonomian keluarganya. Jika tak ada mereka mungkin saat ini Bapak dan Ibu Yasa hanya berakhir sebagai tukang kebun dengan segala kekurangannya saja.
Jika boleh jujur, Yasa menyayangi Katreena. Tiga tahun berada dalam satu atap yang sama, lambat laun menumbuhkan benih perasaan aneh tanpa bisa ia cegah.
Namun keadaan mengancamnya untuk memendam perasaan itu, menguburnya dalam-dalam hingga hatinya harus ikut ia korbankan demi mencegah hal-hal yang tidak-tidak.
"Reen, nanti perut kamu sakit, makan ya." Bujuk Yasa
Katreena membalas dengan dengusan kasar, hendak kembali menutup pintunya, namun terhalang oleh kaki Yasa yang sengaja pria itu simpan agar tak tertutup kembali.
"Minggir kaki lo!" Bentaknya dengan nada yang makin meninggi, sengaja agar Yasa tambah ketakutan.
Yasa menggeleng tak mau, seolah sudah hapal seluk beluk kelemahan Katreena, Yasa memasang wajah mengenaskan, hal yang Katreena benci karena dengan begitu hatinya lambat laun akan luluh karena itu.
"Tolong makan ya Reen, ibu udah masakin ini khusus buat kamu."
"Kok lo jadi pemaksa gini?"
"Bukan maksa, tapi perut kamu harus diisi." jawab Yasa.
"Gue juga kalau kelaparan bakalan makan kali, gak usah sok perhatian ya lo!"
"Tapi kamu udah telat makan Reen, kasian lambung kamu."
"Mau gue kena penyakit lambung atau mati sekalipun, lo gak seharusnya ikut campur sama masalah gue!" Katreena bersungut bersama pipi yang memerah emosional, membuat Yasa perlahan memundurkan langkah dan menatap gadis itu dengan siratan yang tak dapat dijelaskan.
Katreena jelas memperkihatkan kemarahannya, gadis itu kemudian menutup begitu keras dan menyisakan Yasa yang masih diam didepannya cukup lama, menatap benda tersebut syarat akan perasaan terluka.
Lagi dan lagi tak ada yang bisa ia lakukan selain membiarkan Katreena bersikap sesukanya. Karena sedari awal, Yasa sadar bahwa kehadirannya disini adalah sebuah kesalahan, Yasa tak menampik tentang kekesalan Katreena atas penolakannya waktu, karena Yasa punya alasan tersendiri mengapa ia harus melakukan hal ini hingga menyebabkan keduanya berakhir terluka.
Yasa hanya berharap, semoga dikehidupan nanti kedudukan antara dirinya dengan Katreena tak sejauh ini, semoga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold It In (SELESAI)
FanfictionKatreena berubah menjadi sosok angkuh setelah penolakannya tempo itu. Sial, cintanya ditolak oleh anak pembantunya sendiri. Perasaan marah itu semakin membara saat keesokan harinya, Yasa membawa perempuan yang dikenalkannya pada semua orang sebagai...