Hati Katreena bergemuruh riuh, masih tak percaya akan pesan yang ia terima beberapa jam yang lalu.
Seseorang mengiriminya pesan, mengajaknya bertemu dikafe yang tak jauh dari kawasan kampus. Katreena menyanggupi, karena ia tahu siapa sosok dibalik pesan misterius itu hanya dengan melihat foto profilnya yang sedang berpose membelakangi kamera.
Pintu kafe ia buka, mengedarkan pandangan dan mendapati orang yang ia cari tengah duduk disudut kafe sendirian.
Katreena lantas berjalan penuh percaya diri, menyatakan bahwa ia harus lebih elegan dan terlihat berkuasa dibanding dengan gadis perusak kebahagiaannya itu.
"Mau pesan apa Reen?" tanya Amita tak lupa melayangkan senyum ramahnya pada Katreena.
"Gue udah kenyang." Jawab Katreena tak mau basa basi. "Jadi lo ada perlu apa sama gue?"
Amita menyesap terlebih dahulu kopinya sejenak. "Kenapa chat dari Yasa gak ada satupun yang lo baca?"
Alis Katreena menekuk tak nyaman. "Urusannya sama lo apa?"
"Dia pengen nyelesaiin kesalahpahaman antara lo sama dia! Tapi lo gak pernah mau dengerin."
"Terserah gue dong mau dengerin apa engga, lagian lo tuh harusnya bersyukur, lo tuh orang yang dipilih Yasa, sedangkan gue mati-matian suka sama dia tapi gak pernah dia balas setitikpun!"
Amita berdecak sebal, perempuan itu bersidekap dada. "Masalahnya hal-hal yang Yasa timbulkan sama lo tuh berdampak besar sama image gue dimata lo."
"Lo emang perusak hubungan gue sama diakan? image lo tuh emang udah buruk dari lama."
"Ya makanya gue ajak lo ketemuan sama gue tuh buat ngelurusin ini semua."
Katreena berdecak masih menahan amarahnya agar tak tumpah. "Apanya yang harus dilurusin sih? semuanya udah jelaskan? lo yang dipilih Yasa, bukan gue."
"Gue tuh cuma kambing hitam Katreena, yang sebenarnya tuh Yasa sayang banget sama lo, tapi terhalang sama kasta dan segala macem tentang itu. Gue juga gak muak sama kebodohan dia!"
Seakan tak percaya atas pernyataan Amita, Katreena tertawa sarkas. "Kalau dia emang suka sama gue, kenapa dia harus ngakuin lo sebagai pacarnya? sedangkan dia tolak perasaan gue?"
Mata Amita terpejam gemas. "Aduh, lo tuh sama Yasa emang sama-sama denial soal masalah kayak gini ya? Buka mata lo dong Reen."
"Mata gue udah terbuka lebar-lebar!"
"Ck." decak Amita. "Lo tuh sadar gak sih perlakuan Yasa sama lo tuh kadang diluar nalar banget." Amita menjeda ucapannya sejenak.
"Maksudnya dia tuh selalu memperlakukan lo layaknya pacar dia. Dia nolak perasaan lo tuh bukan tanpa sebab. Yasa tuh selalu takut atas tingkatan yang ada antara lo dan dia."
Katreena tak sedikitpun menyela Amita, membiarkan gadis didepannya mengoceh dan ia diam mendengarkan, mencoba meresapi semua.
"Yasa selalu ngerasa gak pantes dapat hati lo itu, karena dia gak punya apa-apa buat dibanggain didepan orang tua lo. Makanya dengan cara dia kuliah disini dan cari kerja tuh bukan tanpa sebab, dia cuma pengen ngebuktiin bahwa dia juga bisa berdiri dikakinya sendiri.
Keheningan menyeruak selama hampir lima detik, Amita menghela nafas. "Gue selalu nyoba buat sadarin ketidakpercayaan diri dia tapi selalu berakhir gagal, gue juga bingung harus ngingetinnya dengan cara apa lagi."
"Yasa jadiin lo tempat curhat?" Pertanyaan tersebut secara tiba-tiba keluar dari mulut Katreena, kecemburuan serentak datang hinggap dihatinya. Cemburu tentang Yasa yang tak pernah berbagi keluh kesahnya saat mereka belum ada disituasi seperti ini.
"Bukan curhat, lebih tepatnya dia yang ngungkapin alasan kenapa malah ngejadiin gue kambing hitam diantara kalian."
"Kenapa harus lo, kenapa bukan orang lain?"
"Karena cuma gue yang rela image gue dimata lo jadi buruk, orang-orang gak bakal mau Reen."
Katreena menurunkan bahu lemas, tambah kecewa dengan jawaban Amita. "Kenapa lo mau, lo punya perasaan sama Yasa?"
"Gue gak tega Reen liat wajah dia yang mengenaskan, seandainya lo yang ada diposisi gue, gue yakin lo bakalan ngelakuin hal yang sama. Lagian, selera gue bukan orang kaya dia."
"Lo jangan bohong ya, gue gak suka!" Bibir Katreena mencebik bersama perasaan yang bercampur aduk tak pasti.
"Perkataan gue yang mana yang menurut lo bohong, lo gak liat pancaran sinar kejujuran gue?"
Katreena menunduk seraya memainkan kuku-kukunya. "Muka lo, muka-muka pembohong." Ucapnya tanpa merasa bersalah.
Amita terbelalak mendengar perkataan Katreena, ia memelotot tak terima. "Lo sama aja kayak Yasa, gak ada bedanya."
"Sama kayak gimana?"
"Sama-sama suka bikin gue sakit hati, sialan!"
Katreena mendelik serta merta. "Gue lebih sakit hati ya! lo udah rebut Yasa dari gue!"
"Emangnya Yasa milik lo? orang dia milik Tuhan, lagian siapa yang rebut siapa sih?"
"Lo rebut Yasa dari gue ya, kesel banget gue sama lo!"
Amita mendesah frustasi, entah dengan cara apalagi ia harus menyadarkan kedenialan Katreena yang menurutnya sangat keras kepala, persis seperti Yasa. "God, gue udah bilang, Yasa yang maksa gue buat jadi pacar pura-puranya. Gue beneran gak tertarik sama muka-muka polos kayak tuh orang."
"Gak mungkin lo gak tertarik, orang dia menarik gitu."
"Katreena lihat mata gue, seluruh hati, raga serta pikiran gue cuma tertuju sama satu orang, dia cinta mati gue sampai kapanpun, sampai maut memisahkan pun cinta gue sama dia gak bakal berubah. Dan lo tahu siapa orangnya?"
Gelengan Katreena berikan, tak terbesit dalam pikirannya siapa orang yang Amita maksud.
"Daniel Reen, Daniel cowok yang lo minta tolong buat cari kosan buat Yasa."
update lagiiiii
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold It In (SELESAI)
Fiksi PenggemarKatreena berubah menjadi sosok angkuh setelah penolakannya tempo itu. Sial, cintanya ditolak oleh anak pembantunya sendiri. Perasaan marah itu semakin membara saat keesokan harinya, Yasa membawa perempuan yang dikenalkannya pada semua orang sebagai...