Katreena berubah menjadi sosok angkuh setelah penolakannya tempo itu. Sial, cintanya ditolak oleh anak pembantunya sendiri. Perasaan marah itu semakin membara saat keesokan harinya, Yasa membawa perempuan yang dikenalkannya pada semua orang sebagai...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Yasa masih lama mencerna kala Katreena mulai meraba dahinya dan memberi kompres air hangat dengan begitu lembut. Wajah perempuan itu tampak serius tanpa ada senyuman. Katreena tak banyak bicara, ia melakukan semuanya demi memastikan Yasa baik-baik saja.
Tegukan ludah sudah beberapa kali Yasa lakukan, jarak antara dirinya dengan Katreena bisa sedekat ini setelah sekian lama. Yasa bahkan bisa menghirup aroma khas Katreena, aroma yang selama ini ia rindukan keberadaannya.
Selain memberikan Yasa kompresan, Katreena juga memberinya obat, tak lupa membuka bungkusan roti dan memindahkannya ketangan Yasa.
"Bawa baju lo seperlunya, sementara waktu tinggal dulu di apartment gue."
Yasa terbelalak mendengar perkataan Katreena, ia mengerjap sebelum menelan makanan dalam mulut sepenuhnya.
"Gak usah Reen, ini udah baikan kok, besok udah pulih lagi." tolak Yasa halus, berusaha tak menyinggung gadis disampingnya.
"Kalau lo tambah parah? siapa yang bisa urusin lo? tukang tambal ban?"
"Gapapa Reen, ini udah lebih dari mendingan."
"Lo panas banget Yasa, orang-orang dirumah pada khawatir sama lo, terus gue bakal diem aja ngeliat lo kayak gini?" omel Katreena kembali menyentuh dahi Yasa yang kian tak normal.
Yasa diam membisu, meski hatinya sedikit menghangat atas perhatian Katreena, namun Yasa kembali sadar diri, bahwa ia tak bisa terus menerus merepotkan Katreena seperti ini.
"Kalau lo sayang sama Ibu Bapak lo, jangan tolak apa yang gue perintah!"
Katreena itu bossy, ia mempunyai tatapan mematikan dan ucapan yang akan mengintimadasi lawan bicaranya.
Selain segan karena Katreena majikannya, Yasa juga kadang merasa gugup ketika Katreena berubah menjadi serius. Seolah dalam manik perempuan itu ada racun yang mampu membuatnya menciut hingga tak berani melawan apa yang perempuan itu perintahkan.
Tentu saja pengecualian untuk pekerjaan yang dilakoninya kemarin, ia berani bertaruh, semua pemberontakan yang ia lakukan karena keinginan yang begitu besar dalam hatinya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Katreena tak henti-hentinya khawatir akan suhu tubuh Yasa yang kian memanas, entah sudah berapa kali kompresan yang ia berikan demi menurunkan suhu tubuh tersebut, Katreena bukan anak kesehatan namun ia melakukan segala cara yang ia bisa agar Yasa tetap baik-baik saja.
Pemuda itu terus melenguh, seakan menjelaskan bahwa seluruh tubuhnya nyeri dan remuk begitu saja.
"Dingin Reen." Lirih Yasa mencoba bergerak ke segala arah demi mencari kehangatan.
Katreena bergerak cepat, ia berlari menuju kamarnya untuk membawa jaket yang ia punya. Tak ingin membuat Yasa menunggu lama, Katreena kembali berlari dan menghampiri Yasa, kembali meraba dahi pemuda itu penuh kekhawatiran.
"Bangun dulu bentar, pakai dulu jaketnya."
Kedua kelopak mata Yasa terbuka secara perlahan, ia kembali melenguh merasakan seluruh tubuhnya seakan remuk tak bersisa. Yasa menyibakkan selimut, mengangkat kepala dan menyandarkan diri dipunggung sofa.
Katreena dengan sigap membuka resleting jaket miliknya, mengangkat tangan Yasa secara perlahan dan memasukannya ke jaket tersebut secara perlahan, tahu bahwa kondisi pemuda didepannya tak memungkinkan.
Selepas memakaikan jaket itu ketubuh Yasa, Katreena menatap wajah Yasa yang terpejam sakit. Dalam hal menyikapi orang sakit, Katreena begitu lemah menghadapinya.
Tak ada hal lebih yang bisa ia lakukan selain mengikuti panduan dari internet. Tangan Katreena bergerak mengusap peluh Yasa, merasai bagian kulit dahi Yasa yang makin banyak menimbulkan kekhawatiran.
"Bagian mana yang sakit?" tanya Katreena kala ia mendengar lagi lenguhan Yasa.
"Semuanya." ucap pemuda itu begitu setengah berbisik.
Jari-jemari Katreena melayang menuju surai Yasa, menumpu tubuhnya dengan kedua lutut, lalu pergi mendekat dan mendudukan diri disamping kanan Yasa.
Tangannya terus mengusap benda hitam itu, sesekali memijitnya mencoba meredakan rasa sakit yang Yasa derita.
"Maaf, gue gak ngelakuin apa-apa selain ini."
Katreena tak mendengar sedikitpun tanggapan dari Yasa, pemuda itu malah menjatuhkan kepala dibahu Katreena. Kedua tangannya juga bergerak pelan melingkari pinggang Katreena, memeluknya seakan menyatakan diri bahwa ia begitu lelah.
Tubuh Katreena lambat laun membeku, merasai hatinya kembali dibuat bergetar hebat.
"Dingin banget Reen."
Selama otaknya mencerna apa yang Yasa lakukan, Katreena mengusak-usak punggung pemuda itu dengan perasaan yang sudah tak berupa. Ia terus bertanya-tanya dalam hati, apa hal ini lumrah untuk dilakukan? sedang hati Yasa sudah diisi oleh nama yang bukan dirinya.
"Kamu selalu wangi Reen."
Yasa semakin melesak, mengusap-usap hidungnya kebahu Katreena, dan mengeratkan pelukannya seakan anak yang merindukan sang induk.
Tanpa Katreena ketahui, sudut bibir Yasa melengkung seraya membaui tubuh Katreena. Apa ini yang disebut mencuri kesempatan dalam kesempitan? Yasa tak tahu, yang ia tangkap dari apa yang terjadi adalah ia yang bisa kembali mendekap Katreena begitu nyaman.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.