Piring terbang

860 137 4
                                    






"Let's goooooooo, kita mak--" Perkataannya terhenti ketika piring plastik mendarat tepat di wajahnya.

Minjeong melemparkan piring plastik kearah Jimin. Dan Jimin yang mendapat serangan tiba-tiba seperti itu terkejut tentunya. Semua barang yang dapat dilempar; Minjeong lemparkan ke arah Jimin.

"Kenapa??" Jimin mencoba mendekat dan menenangkan kekasihnya, namun sepertinya Minjeong tidak mau tenang. Wanita itu malah menangis sambil memukuli tubuhnya dengan keras.

Coba bayangkan, tubuh yang lelah dan sangat butuh istirahat malah di pukuli. Sakit banget tmntmtn. Mana pukulan Minjeong itu engga pelan. Dan Jimin membiarkan tubuhnya yang lelah itu dipukuli sampai Minjeong puas.

"Chae itu siapa?!" Suara itu mengeras.

"Chae? Maksud kamu Chaeryeong?" Jimin mencoba mendekat lagi, namun kekasihnya malah mundur.

"Iya, dia siapa?"

"Temen kerjaku."

"Bohong. Aku engga pernah denger nama Chae, kamu engga pernah cerita." Minjeong melemparkan sendok ke Jimin.

"Tenang dong, jangan ngamuk kayak Hulk gini. Chaeryeong itu temen kerjaku, aku engga pernah cerita ya karena engga ada yang harus diceritakan soal dia, ngapain aku cerita soal cewek lain coba?"

"Terus ngapain dia ngirim pesan ke kamu, perhatian banget, katanya dia cek kening mu, dia sentuh-sentuh kamu berarti?!" 

"Dia cuma cek keningku doang sayaaaaang, engga ada yang lain. Dia kasih obat supaya aku cepat membaik, dia berniat baik kan?"

"Yaudah, kalau gitu tidur aja. Kamu udah minum obat kan? Engga usah minum lagi." Suara itu mulai mengecil, dan Minjeong pergi dari dapur.

Jimin menghela nafasnya dan memijat pelipisnya. Minjeong beneran ngamuk hanya karena satu pesan dari teman kerjanya, Chaeryeong.

Gadis bermarga Yoo itu mencari ponselnya, dan matanya melotot saat melihat layar ponselnya yang retak. Ini ulah siapa? Ulah kekasihnya kah? Jimin menyusul Minjeong ke kamar.


"Sayang, ini ponsel ku kenapa?"

"Engga tahu."

"Masa sih? Ini retak kayak gini, jatuh gitu ya?"

"Kayaknya."

"Haduh, padahal lagi tanggal tua, asa aja cobaan, gapapa deh ini masih bisa di pakai." Jimin bergumam, tapi suaranya terdengar oleh Minjeong.

Dan Minjeong pun menangis. "Aku engga sengaja. Tadi emosi waktu lihat chat dari Chae."

"Jadi, ini ulah mu?"

Minjeong yang membelakangi Jimin hanya mengangguk. Si Yoo tersenyum kecil, dia menghela nafas untuk kesekian kali, dan perlahan naik ke atas tempat tidur.


"Gapapa, bobo yuk. Kamu jangan begadang, jangan kecapekan." Berkata seolah-olah dirinya tidak capek, Jimin masih mementingkan Minjeong lebih dari dirinya sendiri.

"Aku engga sengaja." Kata Minjeong, terlihat sedih sekarang.

Padahal tadi ngamuk sampai lempar-lempar barang di dapur. Sekarang malah sedih-sedih karena ngerusakin ponsel Jimin.

Jimin berusaha untuk sabar, hormon ibu hamil memang berbeda dan memang sangat amat harus bersabar menghadapinya.

"Tidur." 

Satu kata itu, dan dengan segera Minjeong memejamkan matanya lalu membalas pelukan dengan erat. "Pengantar supaya mimpi indahnya mana?"

Cup.

Satu kecupan di kening Jimin berikan pada Minjeong. Pengantar agar kekasihnya mimpi indah.

'~'


Mama Yoo baru saja cuci muka, beliau sekarang menuju dapur untuk memasak sarapan. Namun, Mama Yoo sangat terkejut dengan keadaan dapur yang sangat berantakan.

"Gempa kah semalam? Atau ada maling???" Mama Yoo panik sendiri dan pergi ke kamar anaknya.

Tok! Tok! Tok!

"Jimin, bangun dulu nak."

Minjeong membuka matanya perlahan, tidurnya sedikit terganggu karena suara ketukan pintu. Dan saat menyadari itu Mama Yoo; Minjeong segera membangunkan Jimin.

"Bangun dulu ih. Mama Yoo manggil-manggil."

Jimin bukannya bangun malah semakin menenggelamkan wajahnya di bahu Minjeong, ia tidak ingin bangun sekarang.

Minjeong menghela nafasnya sebelum dia menggigit lengan yang melingkar di perutnya.

"AW!!" Jimin berteriak.

Tok! Tok! Tok!

"Jimin kenapa?? Minjeong engga kenapa-napa kan??" Suara Mama Yoo terdengar kembali.

Jimin meringis sambil mengusap lengannya, dia menatap Minjeong yang terkekeh. "Kamuuu....bukannya bukain pintu malah gigit-gigit.
"

"Hehe, aku susah bangunnya sayanggg." Minjeong ikut mengusap juga lengan kekasihnya yang tadi ia gigit.

Akhirnya, Jimin lah yang bangun dan membukakan pintu.

Mama Yoo terlihat khawatir dan langsung mengecek seluruh tubuh anaknya. "Kamu gapapa kan, Jimin?"

"Kenapa emangnya? Aku gapapa kok. Minjeong juga gapapa."

Mama Yoo mengintip, dan melihat Minjeong yang terbaring dengan selimut yang masih menutupi sebagian tubuhnya.

"Dapur berangkat banget, mama takutnya semalam ada maling yang masuk. Atau gempa gitu?"

Jimin menahan tawanya, "ada Hulk, Ma."

"Hah? Hulk??"

"Iya Hulk kecil yang ngamuk, aku bahkan sampai dilempar piring dan kawan-kawannya sama Hulk kecil itu."

Mama Yoo semakin khawatir, beliau masuk ke dalam kamar dan memeriksa Minjeong.

"Minjeong-ah, kata Jimin ada Hulk semalam masuk ke rumah, kamu gapapa kan?"

Minjeong mengernyit. "Hulk?"

"Iya, Hulk kecil, katanya Jimin Hulk itu ngamuk dan lemparin piring ke dia."

Minjeong melebarkan matanya saat mengetahui siapa yang dimaksud Hulk yang mengamuk itu, lalu dia menatap Jimin yang sekarang sedang menahan tawa.

"Hulk itu ngamuk karena Jimin nakal."

"Oh ya?"

"Jimin engga langsung pulang ke rumah dan malah ngobrol-ngobrol sama cewek lain, terus cewek itu pegang-pegang Jimin. Sedangkan aku nunggu sampai ketiduran di sofa." Ucap Minjeong memberitahu, dan itu berhasil membuat tawa Jimin berhenti.

"Kamu Jimin! Kan mama udah bilang kalau beres kerja itu langsung pulang, kalau ada perlu ya kabar-kabari, terus siapa cewek itu hah? Biar mama yang maju dan marahi....." Mama Yoo terus berbicara.

Dan di pagi hari yang cerah itu, keluarga Yoo sarapan dengan omelan dan ocehan dari sang mama untuk sang anak. Dan giliran Minjeong yang menahan tawa sekarang.

To be continue...

The Reason WhyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang