Siap-siap, panjang nih. Semoga engga bosen yh bacanya.
-Selamat membaca-
Dulu Jimin pernah membayangkan jika dirinya bertemu dengan Jaeno, ia pastikan akan memukuli lelaki itu. Setidaknya Jaeno harus diberi pelajaran, dengan tangannya sendiri.
Dan sekarang, lelaki itu sudah ada di depannya. Menatapnya dengan senyuman, Jimin ingin sekali membuat wajah itu babak belur.
Jaeno itu tampan, tinggi, wah orang-orang pasti langsung menyimpulkan jika dia adalah pria baik, pantas saja waktu itu Minjeong mencintainya. Namun ternyata itu hanya luarnya saja, cih.
Apa katanya tadi? Bayi kita? Memang benar itu adalah bayi hasil dari perbuatannya Minjeong dan Jaeno, namun rasanya menyesakkan jika Jaeno sendiri yang mengucapkannya. Padahal dulu lelaki itulah yang tidak mau mengakuinya.
"Jimin, apa hubungan mu dengan Minjeong?"
Jimin merasakan tangan yang memegang erat bajunya bergetar, Minjeong mungkin ketakutan.
Bukan mungkin lagi, tapi memang begitu kebenarannya; Minjeong sangat ketakutan.
"Apa urusannya dengan mu?" Tanya Jimin, ia harus melawan Jaeno. Karena jika dirinya tidak melawan, lalu siapa lagi? Karena Minjeong tidak akan mungkin melawan lelaki itu sendirian.
"Tidak ada sih, aku hanya penasaran saja. Lagi pula, kita sudah berteman bukan? Kau juga sudah mampir ke rumahku dan kau juga mengakui kopi buatan istriku enak bukan?"
Cih, Jaeno benar-benar kurang ajar. Jimin sengaja tidak menceritakan tentang ia yang mengirim paket ke rumah lelaki itu pada Minjeong. Dan sekarang secara terang-terangan Jaeno memberitahunya.
Jimin menghela nafasnya, "aku mengakui kopi buatan istri mu enak karena memang begitu adanya, dan aku mampir ke rumah mu dikarenakan aku yang menjadi kurir yang mengirimkan paket mu." Dia memperjelas lagi agar Minjeong tidak salah paham.
"Hm~ kalau begitu, jawab pertanyaan ku tadi, apa hubungan mu dengan Minjeong?"
Kali ini Jimin tersenyum, walaupun hatinya ingin sekali membentak-bentak lelaki di depannya. "Kita yang akan menjadi orang tua bayi yang dikandung Minjeong."
Jaeno mengerutkan keningnya, terlihat jelas jika lelaki itu tidak menyukai jawaban dari Jimin.
"Kalian tahu bukan jika seorang bayi itu memerlukan sosok ayah?"
"Oh? Jika begitu, maka aku tidak akan bertumbuh besar seperti sekarang, karena aku dibesarkan tanpa sosok ayah." Jimin membalasnya.
"Jangan samakan dirimu dengan anakk-" ucapan Jaeno terpotong.
"Anak saya." Minjeong menyelanya dari belakang punggung Jimin.
"Jaeno, sekarang apa urusanmu?" Jimin bertanya lagi.
"Sudah ku jawab jika aku hanya penasaran saja."
Bug.
Bug.
Bug.
Jimin memukul tepat di pipi kanannya, Jaeno terjatuh ke lantai.
Jaeno tertawa pelan, ia mau bangkit tapi Jimin sudah meninju rahangnya dan itu membuat dirinya terjatuh kembali.
Jimin tidak mengucapkan apa-apa, dia hanya mengeluarkan emosinya lewat pukulan-pukulan yang dilayangkan pada wajah Jaeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reason Why
Romance→_→ Jimin, memilih untuk menjadi manusia yang membahagiakan di saat dia mempunyai opsi untuk membuat Minjeong hancur. Grey, 2022