Ketemu

888 139 5
                                    



"Gila, Minjeong serem banget." Itulah kalimat pertama yang diucapkan oleh Aeri ketika melihat kondisi ponsel Jimin.

Si pemilik ponsel terkekeh, "sudah ku bilang bukan?"

Aeri masih tidak menyangka, ponsel yang asalnya masih terlihat bagus sekarang layarnya sudah retak, entah di banting, entah di remukkan atau entah bagaimana cara Minjeong meretakkannya.


Tok! Tok! Tok!

"Masuk."

Pintu terbuka dan memperlihatkan seorang gadis membawa beberapa paket, lalu barang-barang itu di simpan di atas meja.

Gadis itu adalah Chaeryeong, alasan utama mengapa Minjeong menjadi Hulk kecil kemarin.

Aeri menghela nafas lelah, sekarang sedang jam istirahat, namun sepertinya ia harus bekerja lagi. "Bukannya udah beres di kirim semua?"

"Ini yang terakhir, dan setelah itu kalian pulang. Oh ya, Jimin udah sehat?" Chaeryeong mencoba untuk mengecek suhu tubuh rekannya itu, namun Jimin memundurkan tubuhnya.

"Sehat, makasih ya Chae." Ucapnya sambil tersenyum.

"Kau tahu Chaeryeong-ah? Gara-gara kau mengirimkan pesan ke Jimin malam kemarin, istrinya marah dan merusakkan ponsel miliknya, lihat." Aeri membocorkan rahasia yang ingin Jimin simpan, gadis itu malah memperlihatkan ponselnya.

Chaeryeong tentunya terkejut, "aku hanya membantu, bukan berniat ingin-tunggu, Jimin mempunyai istri?"

Dan Aeri pun sadar jika dia telah membocorkan rahasia sahabatnya, "ehhh itu." Dia mencoba menatap Jimin, namun sepertinya sahabatnya itu sudah terlanjur kecewa.

Aeri pun diam saja.

"Apa sih? Kalian kenapa?" Tanya Chaeryeong kebingungan.

"Gapapa Chae, intinya makasih kemarin sudah membantuku ya." Jimin bangkit berdiri, "kita bagi dua, aku akan kirim 2 paket dan kamu juga 2 paket." Katanya pada Aeri.

Tanpa menunggu jawaban dari Aeri, Jimin pergi dari ruangan.

"Chae, bagaimana ini? Jimin sepertinya marah padaku."

"Itu salah mu bodoh, pikirkan sendiri."

•~'

Satu paket tersisa, dan alamat rumahnya begitu sulit ditemukan, Jimin sudah berkeliling dan bertanya-tanya kepada warga sekitar, namun tidak ada yang tahu dan bahkan tidak ada yang kenal dengan si penerima paket itu.

Satu kali lagi, Jimin mencoba menelpon, sebenarnya sudah lebih dari 3 kali ia menelpon tapi tidak aktif, dan sekarang semoga saja nomornya aktif agar ia bisa lanjut bekerja.

Tut.

"Halo?"

Jimin menghela nafas lega. "Halo, saya mau mengantarkan paket, maaf tapi rumahnya di sebelah mana ya?"

"Oh? Bentar ya saya sharelock."

Pip.

.

.

.

Jimin memencet bel rumah, gadis itu menatap langit yang gelap, sepertinya akan turun hujan dan apesnya Jimin hari ini tidak membawa jas hujan di bagasi motornya, terpaksa ia harus hujan-hujanan agar tidak telat.

Pintu terbuka, Jimin pun tersenyum ramah dan memberikan paket itu. Saat sudah ditandatangani oleh si penerima, dan Jimin ingin pulang; hujan turun begitu derasnya.

The Reason WhyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang