asiq

943 139 6
                                    




Sudah sekitar satu Minggu Jimin tidak bekerja, ia sudah memasukkan lamaran kerja ke berbagai perusahaan, restoran, dan lainnya. Dimana ada lowongan, disitu Jimin langsung memasukkan lamarannya. Tapi sampai saat ini belum ada yang menghubunginya.

Memang tidak ada yang mudah, dan Jimin harus bersabar menghadapinya.




"Aku mau teh manis buatan kamu." Katanya Minjeong setelah Jimin beres memijat kakinya.

"Okey, tunggu bentar ya mommy." 





Melihat Minjeong mengangguk, Jimin pun keluar dari kamar dan pergi menuju ke dapur. Membuat teh manis untuk bumil kesayangannya itu.


Teh manis sudah selesai dibuat, tapi Jimin masih diam ditempat. Gadis itu membuka ponselnya dan menghubungi seseorang.


Setelah sambungan telepon itu terhubung, Jimin pun mengatakan alasan mengapa dia menelpon.

Orang yang dia telpon itu adalah Seungwan. Jimin ingin main ke rumah seniornya itu, mencoba mengabaikan pikiran-pikiran yang mengganggu.

Setelah selesai, Jimin kembali ke kamar dengan satu cangkir teh manis hangat di tangan kanannya, dia membuka pintu dan matanya melihat Minjeong sedang berbaring, menunggunya.

Kakinya melangkah, mendekati tempat tidur dan menyimpan minuman yang hangat itu di nakas. Jimin mengelus lembut kepala Minjeong.


"Aku mau ke rumah Seungwan unnie, boleh?" Jimin meminta izin.

"Lama? Mau ngapain?" Tanya Minjeong, dia mempoutkan bibirnya sedih.



Minjeong sudah terbiasa tidur dengan Jimin di sampingnya, mengelus perutnya dan menyanyikan lagu yang membuatnya cepat mengantuk.



"Hmm, aku mau ngobrol aja, sekalian mau cari tahu tentang kerjaan."  Jawab Jimin, menahan diri untuk tidak mencubit pipi gembul Minjeong.

"Temani dulu sampai aku tidur ya?"



Tentu saja Jimin tidak menolaknya, gadis itu langsung berbaring di samping Minjeong, menyelimuti tubuh wanitanya dan memeluknya dari belakang. Jimin memberikan usapan lembut di perutnya, dan Minjeong pun merasa nyaman.


"Jimin-ah~"

"Hmm??"

"Jangan lama-lama ya, mommy sama Haromi engga mau ditinggal lama-lama."

Jimin terkekeh kecil, dia menciumi pundak Minjeong sambil berbisik, "siap, ibu negara."




.   .   .

Jimin memang ke rumah Seungwan, tetapi hanya sebentar saja, lalu setelah itu dia pergi jalan-jalan menggunakan motor bututnya.

Pikirannya yang berantakan dan hatinya yang tidak tenang ini mengganggunya, jadi Jimin memutuskan untuk pergi keluar di malam hari.

Sengaja tidak membawa Minjeong, karena untuk kali ini; Jimin hanya ingin sendirian. Dia tidak mau wanitanya itu ikut memikirkan hal yang tidak perlu wanita itu pikirkan.

Tanpa ada tujuan, tanpa tahu harus kemana, Jimin menghela nafas beratnya, dia pun berhenti ketika melihat salah satu restoran kecil yang masih buka di tengah malam ini.

Jimin memarkirkan motornya dan masuk ke dalam restoran itu, suasananya sepi, hanya ada beberapa pelanggan saja. Jimin pun memesan minuman hangat lalu duduk di kursi dekat piano.

Piano, sudah lama Jimin tidak memainkan alat musik itu.

Setelah pesanannya datang, Jimin menghabiskannya. Dia tidak langsung pulang, namun izin kepada salah satu karyawan apakah boleh memainkan piano, dan karyawan itu mengizinkannya.

Piano itu sudah ada di depannya sekarang, Jimin menggerakkan jari-jari tangannya lalu dengan perlahan ia menyentuh tuts piano. Jimin memainkan Reminiscent-Yiruma, melodi yang keluar begitu sedih namun menenangkan untuk didengar.

Hanya satu menit saja dia bermain dengan piano, Jimin berniat ingin langsung pulang karena takut Minjeong terbangun, namun ada seseorang menghampirinya, seorang gadis berkulit putih pucat.


Jimin tersenyum ramah saat gadis di
menyapa.

"Aku Kim Dahyun, salam kenal."

"Yoo Jimin, salam kenal juga." Jimin menjabat tangan gadis yang sepertinya usianya lebih tua darinya.

"Aku sangat menikmati permainan mu tadi, jika boleh tahu, sudah berapa lama bermain piano?" Tanya Kim Dahyun.

"Aku tidak begitu mahir, aku bermain piano saat lulus sekolah." 


Dahyun tersenyum lebar, dia mengeluarkan dompetnya dan memberikan kartu nama kepada Jimin.


"Jika kamu mau menjadi guru privat piano di tempatku, silahkan datang ke alamat yang ada di kartu nama itu ya, aku tunggu, Jimin?"

"Oh, baiklah. Terimakasih." Jimin membungkukkan badannya, lalu tersenyum lagi saat Dahyun pamit.



Jimin memperhatikan kartu nama di tangannya, dia sekarang sedang butuh pekerjaan. Jadi tidak ada salahnya untuk mencoba, Jimin pun pulang dengan perasaan lega.

Lega karena ada jalan untuknya melangkah maju kembali.




.   .   .





Pintu kamar terbuka perlahan, Jimin menghela nafas lega karena melihat Minjeong tertidur pulas dengan selimut yang menutupi tubuhnya.

Setelah membuka jaket dan mencuci tangan dan kakinya, Jimin perlahan naik ke atas tempat tidur, menarik pelan tubuh Minjeong agar mendekat, tapi gerakkan itu malah membuat Minjeong terbangun.


"Jimin?"

"Hm? Kok bangun? Kenapa?" Tanya Jimin, dia membenarkan selimut dan memeluk tubuh Minjeong dengan hati-hati.

"Kamu lama banget, kemana aja?" Minjeong memanyunkan bibirnya.

"Dari rumah Seungwan unnie, aku mampir dulu ke tempat makan, eh disana ketemu seseorang y-"

"Ketemu siapa?" Minjeong menjauhkan wajahnya yang tadinya menempel di bahu tegap Jimin, bumil itu menyipitkan matanya curiga.

"Dengerin dulu sampai selesai dong mommy kalau aku lagi ngomong tuh," Jimin menoel hidungnya gemas. "Aku ketemu sama Kim Dahyun, dan ditawari jadi guru privat di tempatnya, gituu."

"Kamu terima?"

"Belum aku jawab, katanya kalau aku mau, tinggal kunjungi alamat tempatnya."

"Tapi kamu mau terima?"


Jimin tersenyum, dia mengelus kepala Minjeong lalu turun ke kelopak mata dan turun lagi ke pipi. Minjeong menutup matanya, menikmati sentuhan-sentuhan Jimin di wajahnya.

"Mencoba emang engga menjamin berhasil, tapi kalau engga mencoba kan kita udah tahu kayak gimana akhirnya, jadi aku mau coba ya, kamu izinin aku buat jadi guru privat kan?"


Giliran Minjeong yang tersenyum sekarang, dia mengelus kening Jimin, dan turun ke hidung lalu kedua tangannya memberi pijatan lembut di pundak tegap itu, pundak yang menanggung beban begitu besar.

"Aku dukung kamu, aku bakal selalu dukung keputusan kamu. Okey?"

"Makasih my wife~"

Minjeong tertawa gemas, dia pun mendekat dan menggigit pundak Jimin. Membuat gadis itu berteriak kecil namun setelahnya Jimin pun ikut tertawa.




To be continue....


The Reason WhyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang