Kini Asya sudah bisa sekolah seperti biasa setelah libur selama 3 hari. Ia harus mengurus Mamanya yang terus meracaukan nama Bram. Bahkan Mamanya sempat deman. Dan kini, Mamanya mendadak menjadi pendiam.
"Ma, Asya berangkat dulu ya,"
Hening
Hanya keheningan yang menjawab ucapannya.
Asya menghembuskan napas pasrah lalu melangkahkan kakinya untuk keluar dari rumah.
"Sya,"
Panggilan lirih itu menghentikan langkahnya. Asya tersenyum senang lalu membalikkan badan sembari menjawab. "Kenapa, ma?"
"Ada uang jajan?"
Asya terkekeh kecil lalu menjawab. "Ada kok Ma. Lagian kata Mama kan kalau gak ada uang minta aja sama tunangan aku." Asya kembali tertawa setelah mengucapkan itu.
Berusaha mencairkan suasana.
Diana hanya mengangguk lalu berdiri dari duduknya berjalan meninggalkan ruang makan menuju kamarnya.
Asya menatap sendu kepergian Mamanya. 'Kenapa Papa ninggalin kita Pa? Papa terlalu cepat pergi, kita masih butuh Papa. Aku, Mama, bahkan Bang Rafa masih membutuhkan Papa sebagai sosok Ayah.' Batin Asya meratap.
Lamunan Asya buyar kala telinganya mendengar bunyi klakson motor dari luar. Ia menghapus air matanya yang sempat menetes, menarik segaris senyum tipis, lalu berjalan keluar rumah.
Asya melambaikan tangan saat melihat Elan berada diatas motornya. Asya mengerutkan kening melihat Elan malah turun dari motornya. Tak mau berpikir lama Asya langsung saja menghampiri Elan. "Yuk langsung berangkat,"
"Tunggu, lo... kenapa?" tanya Elan.
"Aku? Emangnya Aku kenapa?" tanya Asya kembali dengan ekspresi bingung (baca: pura-pura bingung) sambil menunjuk dirinya sendiri.
Elan mendekatkan wajahnya dengan Asya, memperhatikan wajah Asya dengan seksama. "Mata lo merah. Lo... nangis?"
Aaya menjawab dengan tenang, "Nggak, tadi kelilipan aku kucek-kucek, merah deh jadinya." Setelah mengucapkan itu Asya menyengir.
Elan tersenyum tipis lalu mengacak rambut Asya dengan gemas. Ia menempelkan hidung-nya dengan kening Asya. "Gue harap lo gak bohong, Sya. Kalau ada masalah cerita sama gue." tutur Elan dengan pelan yang hanya didengar olehnya sendiri dan Asya.
Asya mematung sesaat akhirnya Ia hanya mengangguk mengiyakan. "Pasti."
Elan memundurkan wajahnya sambil mengangguk puas. "Yaudah yuk berangkat," ajak Elan lalu mengangkat Asya dan meletakkan diatas jok motor.
Asya mengerucutkan bibir. "Kamu kira aku bocil apa, sampe naik motor aja harus diangkat."
Elan menjawil hidung Asya sambil tersenyum gemas. "Kamu 'kan bocilnya aku, " ujar Elan sambil mencuri satu kecupan dipipi kiri Asya.
Blush
Asya tersenyum malu, pipinya pasti memerah sekarang. Ia merutuki dirinya sendiri yang mudah luluh hanya karena Elan bicara menggunakan aku-kamu dan satu kecupan dipipi.
"Kita berangkat ya, pegangan!" titah Elan.
Asya mengangguk patuh lalu melingkarkan tangannya diperut Elan. Setelah memastikan Asya telah siap Elan melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
"El! Berhenti dulu!" ucap Asya agak teriak.
Elan mengangguk lalu menghentikan motornya. Ia menoleh kebelakang dengan wajah bingungnya yang tertutup oleh hel full face. "Mau kemana?" tanya Elan ketika melihat Asya turun dari motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANASYA [END]
Teen FictionSi wakil ketua geng Black Eagle yang hidup bersama Ayahnya setelah ditinggal pergi oleh Bunda dan keluarga besarnya. Si Badboy yang cuek terhadap sekitar dan dingin secara bersamaan. Namun, bagaimana jika Elandra Prabumi si anak piatu yang hidup ta...