Chapter 34 : Extra Chap

12.6K 331 9
                                    

Sudah satu tahun berlalu, kemarin lusa adalah hari kelulusan mereka. Dan Satya, dia bilang bahwa sehari setelah kelulusan Elan dan Asya mereka segera melangsungkan pernikahan.

Dan ya, inilah hari pernikahan mereka.

Asya duduk termenung di meja riasnya. Ia nampak cantik dan dewasa saat ini dengan gaun putih dan make up yang Diana pakaikan untuknya

"Sya, mempelai pria udah sampai, yuk turun." Itu suara Diana yang ada di pintu dengan Sinta di sampingnya.

"Utututuu, anak mama kenapa nangis, hm?" Diana tertawa kecil melihat air mata mengalir di pipi putrinya.

"Mama!!" Asya menghambur ke pelukan mama-nya.

"Sstt, jangan nangis nanti make up-nya luntur." Diana tertawa walaupun air matanya ikut meluruh. Ia menghapus air mata Asya perlahan.

"Ma, setelah nikah aku tinggal sama Mama ya, please..." Asya menatap memohon kearah Diana berharap mama-nya luluh.

"Gak bisa sayang, kamu kan harus ikut suami kamu."

"Ya kan Mama bisa tinggal bareng aku sama Elan." 

"Nggak, udah ah kamu ini ada-ada aja. Yuk   turun," Diana menggiring Asya untuk turun dengan Sinta di sebelah kiri dan ia disebelah kanan.

Sampai dibawah Asya bisa melihat banyaknya tamu yang datang karena di undang. Lalu ia di bawa untuk duduk disamping mempelai pria. Di depan Elan sudah ada penghulu.

"Mempelai Pria, apakah anda sudah siap?" tanya penghulu itu.

"Siap." Elan menjawab dengan tegas.

"Baiklah, silahkan nak."

Rafa yang menjadi wali dari Asya menarik napas dalam-dalam, lalu menggenggam tangan Elan. "Saya nikahkan dan kawinkan engkau saudara Elandra Prabumi dengan adik saya, Arasya Aurellia dengan mas kawin 100 gram dan seperangkat alat shalat dibayar  tunai!" ujarnya lugas.

"Saya terima nikah dan kawinnya Arasya Aurellia dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!" Elan menjawab dengan tegas.

"Bagaimana para saksi?"

"SAH!"

"Alhamdulilah!" dan penghulu itu membacakan do'a.

Lalu para mempelai di suruh memasangkan cincin. Elan mengambil salah satu cincin dan memasangkan dijari begitupun sebaliknya. Elan tersenyum tipis lalu mengecup kening Asya lama dengan penuh kasih sayang.

Skip

Saat mereka sedang melayani para tamu dengan berdiri diatas pelaminan. Dan sekarang saatnya para sahabat mereka yang memberikan selamat.

"Happy wedding ya bor, semoga samawa. Jangan lupa dibuka kado dari gue." Jordan mengucapkan selamat dan sedikit tertawa saat mengucapkan kata kado. Kadonya sudah ia letakkan di tempat kado.

Setelah Jordan ada Silvi. "Omg degem gue udah nikah aja, happy wedding yaa, semoga jadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Btw, gue request anak kembar ya, hihi." ujar Silvi yang diakhiri bisikan ditelinga Elan.

Elan mengacungkan jempolnya.

"Selamat." Hanya itu yang diucapkan oleh Sinta lalu memeluk Asya sekilas.

"Asyaa, selamat yaa semoga samawa, kamu yang patuh ya sama suami kamu, jangan ngebantah ucapan suami nanti dosa." ucap Elisha. Ia menatap genggamam tangan mereka. "Duh, jadi kangen ayang."

Asya tertawa pelan mendengar gumaman Elisha. "Makasih. Semangat juga LDR-nya ya!"

Elisha mengerucutkan bibir kesal mendengar ucapan Asya yang terkesan mengejeknya. Sudah satu tahun ini ia menanti kepulangan Gibran, mereka hanya bisa berkomunikasi lewat ponsel.

"Oh my god, sohib gue udah nikah aja coyy!!"

Kamu nanyea itu suara siapa? Biar aku kasih tau ya, itu tuh suara...

"GABRIEL!!"

And ya, itu adalah suara Gabriel.

"Astaghfirullah nyet, ngapa kudu teriak coba. Kaget abang tuh." Gabriel mengelus dada-nya dimana ada jantung yang berdegup kencang   karena terkejut.

"Anjing kaget cokk!!" Gabriel terkejut kala ia mendadak menerima pelukan dari seorang gadis yang tak lain adalah Sinta. Melihat siapa yang memeluknya Gabriel langsung membalas pelukan itu.

"Umm, Gibran dimana?" tanya Elisha dengan pelan.

Gabriel tersenyum sedih. "Gibran..." suaranya terdengar lirih membuat Elisha was-was menanti kelanjutan ucapan Gabriel. "Gibran ada dibelakang lo." Gabriel tertawa keras.

"Hah?" Elisha cengo dong. Ia perlahan membalikkan badan dan ia berhadapan langsung dengan orang yang dia rindukan selama ini. Elisha langsung menubruk badan tegap Gibran.

Gibran tersenyum gemas lalu membalas pelukan Elisha. Sebenarnya mereka sedari tadi ada di sana sejak Elisha mengucapkan selamat kepada Asya dan tentunya ia juga mendengar gumaman Elisha karena ia ada di belakangnya.

Kita beralih kepada Gabriel sekarang. Saat ini ia sedang menekuk sebelah kaki-nya di depan Sinta dengan satu cincin di tangannya. "Sin, berhubung kita lagi di atas pelaminan nih, gue mau lamar lo. Ekhm, Sinta Levannia, apakah kamu mau menjadi tunangan saya, Gabriel Bagaskara?" ujar Gabriel dengan wajah serius miliknya.

Sinta di landa kebingungan saat ini. Bukan kah selama ini Gabriel tidak menyukainya? Bahkan secara terang-terangan Gabriel menolaknya. Tak mau perpikir lebih jauh akhirnya Sinta memilih mengangguk mengiyakan, nanti saja ia tanyakan. "Saya mau!"

Jawaban Sinta disambut oleh tepukan tangan para tamu yang sedari tadi menonton.

Gabriel yang senang-nya gak ketulungan langsung memasangkan cincin itu di jari manis Sinta dan memeluk Sinta dengan erat.

"Lepas dulu, gue mau nanya sesuatu lo harus jawab jujur!" ujar Sinta berusaha melepaskan pelukan yang terlampai erat itu hingga membuatnya engap.

Gabriel menuruti ucapan Sinta, ia melepaskan pelukannya. "Gue bakal jawab jujur kalau lo bicara pake aku-kamu." ujar Gabriel menarik turunkan alisnya.

Sinta mendelik sinis tak urung ia mengangguk menyetujui. "Kenapa selama ini em kamu selalu nolak a-aku?" tanya Sinta sedikit sulit saat menggunakan aku-kamu.

Pertanyaan itu singkat namun Gabriel sedikit sulit untuk menjawabnya. Gabriel menggaruk tengkuknya sebelum menjawab. "Sebenarnya waktu itu gue sakit, gue kira umur gue udah gak lama lagi makanya gue nolak lo." Gabriel menunduk malu setelah mengucapkannya.

"Waktu itu lo punya penyakit apa? Setahun lalu kalian pergi juga gak kasih tau penyakit lo apa, Gibran cuma bilang lo sakit dan harus di bawa ke Singapore." ujar Sinta lagi.

"Leukimia stadium 4."

"What? Kanker darah? Udah stadium akhir? Tapi kok lo masih hidup?" tanya Sinta dengan wajah polosnya.

Gabriel langsung mengangkat kepalanya, menatap Sinta dengan kesal. "Terus kamu mau aku mati gitu?!"

Sinta gelagapan. "Gak gitu, maksudnya kok bisa gitu, kan setau aku penyakit itu bahaya gitu lohh."

Gabriel mengedikkan bahu acuh. "Kehendak Tuhan."

Mereka terlalu fokus menonton Gabriel dan Sinta hingga tidak sadar jika dua orang yang menjadi pengantin di acara itu sedang cun-cunan dibelakang.

"Eunghh..." Asya melenguh kala bibirnya di hisap kencang oleh Elan.

to be continue

stop!
jangan minta adegan 18+
saya masih polos.

extra part cukup satu ya.

see u in the next story.

04 Januari 2023
1005 kata

ELANASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang