Part Nineteen

68 16 2
                                    

AKHIR DARI KESALAHPAHAMAN DUA BERSAUDARA

Rose mengerjabkan matanya, membiasakannya dengan cahaya matahari yang membias ke dalam kamarnya melalui jendela

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rose mengerjabkan matanya, membiasakannya dengan cahaya matahari yang membias ke dalam kamarnya melalui jendela.

"Rosie!!" Suara familiar dan terdengar cemas itu menjadi hal pertama yang di dengarnya. Ketika pandangannya telah sempurna, barulah dia dapat melihat dengan jelas sang empunya suara.

"Kak Edelwish?"

Edelwish menangis, sembari menarik Rose ke dalam pelukkannya. "Syukurlah, akhirnya kau sadar. Sudah hampir tiga hari kau tidak sadar, aku sudah sangat takut."

"Tiga hari?" Bergumam tak percaya.

"Nona!!" Sweeney yang berada di dekat mereka mulai terisak. Sama seperti Edelwish, dia menunggu Rose sadar dengan perasaan cemas sekaligus takut.

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja," ucap Rose, mencoba menenangkan kedua orang itu. Namun, daripada itu, hal yang membuat perasaan Rose tersita adalah ketiadaan Marpheus. Padahal lelaki itu selalu ada dihadapannya, dan selalu menjadi yang paling khawatir dan setia menjadi orang yang menemaninya di saat seperti ini. Namun, ke mana lelaki itu?

"Kakak, di mana yang mulia?"

Pertanyaan Rose membuat Edelwish dan Sweeney tersentak. Mereka saling menatap, dan seolah melempar pertanyaan melalui tatapan itu.

"Ada apa?" Tanya Rose.

Di sisi lain

"Jangan bercanda!" Marpheus mencoba meyakinkan perkataan Abelard yang baru saja tersadar dari komanya sepenuhnya.

"Saya tidak bercanda pangeran ... ughhh!!"

"Sialan! Kubilang jangan bercanda!" Marpheus mencengkram kerah piyama Abelard dengan kuat, sampai-sampai dia memekik. "Markuel adalah orang paling egois yang kukenal dalam hidupku, dia tidak mungkin begitu! Dia tidak mungkin mengorbankan dirinya seperti itu, karena dia ... egois." Ada ketidakyakinan dalam nada Marpheus. Jika, saja Abelard tidak mengusik soal Markuel, maka Marpheus tak akan ingat bahwa sebelum kejadian diluar perbatasan, Markuel memang sosok kakak yang penuh kasih dan penyayang, bahkan perkataannya waktu itu ... "Marpheus, kurasa kau akan sangat cocok menjadi penerus ayah."

"Menjadi raja? Jangan bicara sembarangan. Itukan takhta yang akan diwariskan padamu."

"Padaku? Menurutmu aku cocok menjadi raja? Aku yang lemah dan hanya tahu belajar ini? Marpheus, sebenarnya aku ... hanya ingin menjadi seorang suami serta seorang ayah yang baik. Melakukan pekerjaan yang biasa saja, dan hidup sederhana bersama keluarga kecilku, itu adalah harapanku."

"Markuel sialan itu ... dia ... sangat egois." Perlahan Marpheus melepaskan cengkramannya pada Abelard, dan dari sana Abelard bisa melihat bukti nyata bahwa sebenarnya Marpheus masih memiliki harapan terhadap Markuel.

The Ugly Prince and Lady RoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang