Rose Fragrant, putri bungsu dari keluarga bangsawan terhormat dan terpandang tiba-tiba menjadi bahan cemoohan bangsawan lainnya karena cintanya pada seorang putra Baronet yang ternyata hanya mempermainkannya. Tak kuasa melihat keluarganya terkena da...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Marpheus, apakah anda berniat seperti itu semalaman?" Rose agak terganggu karena alih-alih tidur di sampingnya, Marpheus justru duduk di sofa dengan mata yang awas. Ya, Rose memahami sikap Marpheus mengingat pagi tadi ada kejadian di mana seorang penyusup hampir saja mencelakainya. Namun, karena Liam Cederic sudah berjanji tidak akan mencoba membunuh Rose lagi asalkan Rose mengikuti rencananya. Meskipun Rose tak bisa mengatakan hal itu pada Marpheus tapi, Rose ingin agar setidaknya Marpheus bisa bersantai.
"Tentu saja, saya harus berjaga agar..."
Tak sampai Marpheus menyelesaikan kalimatnya, Rose sudah lebih dulu menyela, "bukankah penyusupnya sudah berhasil anda tangkap? Jadi, anda tidak perlu khawatir lagi, dan berbaringlah di samping saya, Marpheus." Lagipula Duke muda Cederic sudah memberi jaminan kepadaku untuk membuktikan janjinya yang tidak akan mencoba membunuhku lagi. Jadi, jika tidak ada variable lain, maka Marpheus bisa santai sedikit. Lagipula jika diperhatikan dengan baik, lingkaran hitam dibawah matanya semakin membesar, yang artinya dia tidak memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat. Ya, dia memimpin wilayah seluas ini sendirian ditengah tekanan kerajaan. Jadi, tentu saja akan sulit baginya untuk mendapatkan waktu yang cukup untuk beristirahat.
Meskipun pemikiran Rose tidak salah. Namun, Rose tidak menyadari bahwa selain untuk berjaga, alasan Marpheus tidak berbaring di sampingnya adalah karena dirinya merasa malu. Ini adalah pertama kalinya dia berinteraksi dengan wanita, apalagi wanita itu telah menjadi istrinya, yang cantik, anggun, dan pintar, tentu saja Marpheus yang hanya sedikit memiliki pengetahuan tentang etiket, serta bekas luka besar diwajahnya ini merasakan perasaan malu yang berhasil mengguncang harga dirinya. Hingga merasa tak layak berbaring bahkan berada di kamar yang sama dengan Rose. Jika bukan karena Liam mengatakan bahwa Marpheus akan mempermalukan Rose apabila dia meninggalkan Rose sendirian di malam pertama mereka, serta kejadian tadi pagi yang membuatnya merasa harus mengawasi Rose, maka Marpheus tidak akan masuk ke kamar ini.
Wajah Marpheus memerah. "S-saya ... mana bisa begitu!" Tukas Marpheus agak tergagap. "Meskipun penyusupnya sudah tertangkap tapi, bukan berarti tidak ada kemungkinan dalang dibalik peristiwa ini akan berhenti mengirimkan penyusup lain."
Rose menghela napas panjang. Dia beranjak dari ranjang dan menghampiri Marpheus yang kini terperangah melihat Rose yang kian mendekat padanya. Memang dia tidak bisa mengatakan tentang niat Liam Cederic pada Marpheus, mengingat Marpheus sangat menyayangi sepupunya itu. Namun, dia juga tidak bisa membiarkan lelaki yang telah menjadi suaminya itu duduk sambil mengawasi sekeliling sementara lingkaran hitam dibawah matanya menunjukkan rasa lelahnya.
Rose meraih tangan Marpheus, dan berkata, "Yang Mulia, hari ini sangat melelahkan, bukan? Jadi, mari kita berbaring dan beristirahat." Aku sangat lelah karena harus menghadapi Duke muda Cederic yang menyebalkan, dan ingin tidur tapi, kalau kau terus seperti ini, maka mengantukpun aku tidak akan bisa memejamkan mata.
Marpheus masih terperangah. Dan sesaat kemudian dia jadi teringat ketika dia mencekik Rose dan menekan lukanya. Benar, aku adalah orang yang keji seperti itu. Perlahan Marpheus menarik tangannya dari genggaman Rose. Seraya berkata, "Lady, saya bukan orang yang pantas untuk diperlakukan dengan baik seperti ini. Jika niat Lady hanya untuk memanfaatkan saya demi memulihkan kehormatan keluarga Lady, maka seperti yang saya sering katakan, Lady tak perlu sampai berusaha keras bersikap baik pada saya, karena tanpa begitupun saya pasti akan membantu Lady, sebagai ganti saya pernah berlaku buruk terhadap Lady." Benar, aku merasa bersalah sudah melukaimu, karena itu kau tidak perlu sampai berpura-pura baik seperti ini pada orang yang sudah bersikap keji padamu. Marpheus mengalihkan pandangannya. Enggan menatap Rose. Rose memang telah memberitahu Marpheus tentang rencananya, dan Marpheus membiarkannya karena merasa bersalah telah berlaku kasar tapi, biar bagaimanapun, Marpheus bisa saja menjadi salahpaham dengan sikap baik Rose. Ya, dia hanyalah manusia, bahkan meskipun dikenal kejam dan seorang tiran.
"Kenapa lagi-lagi Marpheus memanggil saya dengan sebutan Lady?" Pertanyaan acak Rose membuat Marpheus kembali menatapnya. "Padahal saya sudah sangat senang saat Marpheus memanggil saya dengan nama saya."
"Itu ..."
Menghela napas panjang. Kemudian Rose berlutut dihadapan Marpheus. "Saya memang mengatakan bahwa saya ingin memanfaatkan kekuasaan Marpheus untuk mengembalikan kehormatan dan melindungi keluarga saya. Akan tetapi, saya bukannya sedang berlagak baik pada Marpheus untuk mendapati keinginan itu, melainkan saya memang sudah selayaknya bersikap baik pada Marpheus karena Marpheus adalah suami saya."
Deg
... saya ... suami anda. Suami Rosie. Ada sebuah perasaan asing yang datang dan tiba-tiba mengintimidasi Marpheus ketika mendengar perkataan manis Rose. Namun, perkataan Rose berikutnya tak kalah manis, sampai-sampai membuat wajah Marpheus merah padam.
"Tolong ingat ini baik-baik, Marpheus. Saya memang memiliki rencana yang melibatkan anda tapi, saya bukanlah orang yang menganggap enteng sumpah pernikahan. Jadi, saat saya bersumpah untuk menjadi istri yang baik, istri yang mendampingi anda dikala senang dan susah, serta istri yang akan selalu menjunjung tinggi martabat anda, maka saya akan benar-benar melakukannya. Saya akan melakukannya untuk anda karena anda adalah suami saya."
Rose tak sepenuhnya berbohong. Dia memang berencana memanfaatkan kekuasaan Marpheus, dan berusaha menarik Marpheus untuk memihak padanya sepenuhnya untuk mempermudah rencananya. Namun, meskipun begitu, Rose menyadari tanggungjawabnya atas sumpah yang diucapkannya diatas altar didepan semua orang yang hadir dipernikahannya. Oleh karena itu, sebenarnya kebaikkan yang dia tunjukkan pada Marpheus bisa diitikbaratkan sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Di mana dia bisa menjalankan rencananya sekaligus menjalani kewajibannya sebagai seorang istri seperti sumpah yang diucapkannya. Jadi, sulit untuk bisa menilai tulus tidaknya sikap baik Rose kepada Marpheus. Semuanya masih nampak kelabu.
"Bahkan meskipun suami anda adalah orang seperti saya?"
Rose mengerutkan kening. "Seperti anda? Memangnya anda kenapa?"
"... kenapa anda pura-pura tak tahu? Padahal anda sudah merasakan dan melihat sendiri, kekejaman saya dan juga luka besar menjijikan di wajah saya."
Rose terdiam sejenak. Dia memerhatikan dengan seksama wajah Marpheus, dan mendapati hal-hal yang tak terduga. "Mata anda cantik sekali, terlihat seperti cahaya bulan yang memantul di atas danau, benar-benar indah. Alis dan bulu mata anda juga indah. Oh, kita tidak bisa melewati bibir ranum yang terlihat manis anda yang bagai buah ceri ini." Rose menjabarkan sembari menyentuh setiap bagian yang dia sebut, membuat Marpheus tertegun.
"Kenapa anda seperti ini?"
"Justru saya yang harusnya bertanya pada Marpheus. Kenapa Marpheus bersikap rendah diri seperti ini? Padahal banyak hal indah yang bisa dilihat dari anda tapi, kenapa anda hanya berfokus pada luka ini? Luka ini hanya luka kecil jika anda bisa melihat keseluruhan diri anda yang indah."
Namun, satu hal yang pasti dari sikap Rose yang masih abu-abu adalah, pujian yang baru saja Rose sampaikan pada Marpheus adalah bentuk ketulusannya. Dia tulus mengatakannya, dan tulus menginginkan Marpheus untuk tidak merendahkan dirinya lagi.
"Jadi tolong, jangan merendahkan diri anda lagi."
Entah apakah sikap baiknya palsu ataupun sungguhan tapi, yang jelas aku tidak bisa menampik bahwa sepertinya diriku telah jatuh hati pada wanita ini. "Rosie."
"Iya?"
"Apa saya benar-benar boleh berbaring dan beristirahat di samping anda?"
"Iya."
"... sambil menggenggam tangan anda juga?"
Rose terdiam barang sejenak. Kemudian dia dia tersenyum cerah, "tentu saja anda boleh melakukannya, Marpheus."