Rose Fragrant, putri bungsu dari keluarga bangsawan terhormat dan terpandang tiba-tiba menjadi bahan cemoohan bangsawan lainnya karena cintanya pada seorang putra Baronet yang ternyata hanya mempermainkannya. Tak kuasa melihat keluarganya terkena da...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Marpheus bersimpuh, menangisi keadaan kakaknya yang begitu meresahkan. Padahal selama ini dia berpikir bahwa kehidupan kakaknya sangat membahagiakan. Padahal selama ini yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana menghancurkan kebahagiaan kakaknya itu. Padahal selama ini dia bahkan membayangkan pedangnya menghunus dijantung kakaknya tapi, kenapa?
"Kenapa seperti ini?" Seperti anak kecil, Marpheus terus menangis sambil beberapa kali menghapus airmatanya yang tak kunjung berhenti.
"T-tidak apa-apa, Marpheus. A-aku ... a-ku ..." belum sempat Markuel menyelesaikan kalimatnya, suaranya sudah lebih dulu hilang, dia sudah terlalu memaksakan pita suaranya sampai akhirnya pita suaranya tak mampu lagi.
Mendapati itu, Marpheus dengan sekuat tenaga mencoba untuk membuka jeruji yang mengelilingi kakaknya. Namun, tanpa Marpheus sadar, sekuat apapun dirinya, jeruji yang mengurung mereka di dalam kuil ini memiliki potentia yang tidak bisa dia tembus. Bahkan sebelum dirinya, Abelard yang sudah mencoba untuk menembusnya dengan menggunakan bombos tidak berhasil, dan malah melukai dirinya serta prajuritnya sendiri.
Markuel menahan tangan Marpheus, sambil menggelengkan kepalanya. Mencoba menghentikan perbuatan sia-sia Marpheus.
"Y-yang mulia?"
"P-er-gi-lah." Tak ada suara yang keluar hanya gerakkan mulut yang dapat Marpheus baca dari kakaknya.
"Tidak akan, kalaupun aku pergi aku akan pergi bersamamu."
Markuel menggenggam tangan Marpheus dari balik jeruji. "Kar-di-nal ... su-dah ... ta-hu a-kan ke-da-tang-an-mu. Per-gi-lah."
Marpheus masih menangis, teringat dalam ingatannya ketika Abelard mengungkapkan alasan Markuel harus melewati semua hal mengerikan ini, dan itu adalah karena dirinya. "Demi menyelamatkan yang mulia pangeran, putra mahkota menggantikan posisi anda. Perlu pangeran tahu, pangeran adalah penerus takhta yang seharusnya terpilih. Namun, ketika putra mahkota tahu soal ritual suci pengorbanan itu, putra mahkota maju untuk melindungi pangeran."
"Baiklah, kita akan pergi bersama. Ayo pulang, ka ..." belum sempat Marpheus menyelesaikan kalimatnya, suara langkah kaki yang mendekat membuatnya beranjak dan bersembunyi.
Dua orang paladin menghampiri Markuel, menatap orang yang dihormati di selatan itu dengan tatapan menghina. "Kardinal bertanya apakah kau sudah menangkap tikus itu?"
Mendapati sang kakak harus mendengarkan perkataan tak sopan itu membuat Marpheus ingin sekali memotong lidah kedua paladin itu. Namun, Markuel menggelengkan pelan kepalanya, mengisyaratkan agar Marpheus tak bersikap gegabah. Benar, tujuanku ke sini bukan hanya untuk menyelamatkan kakak tapi, juga harus mendapatkan bukti dari konspirasi kuil suci. Tak berdaya, Marpheus mengepalkan tangannya kuat-kuat sampai-sampai buku-buku jemarinya menonjol tegas.
"Jika kau tidak menangkapnya, maka sesuai perintah Kardinal, kau harus mengikuti doa Solemn."
Markuel mengangguk, dan dengan patuh mengikuti kedua paladin itu untuk masuk ke sebuah ruangan. Sedangkan Marpheus yang melihat itu tak dapat melakukan apapun selain kembali ke rencana awalnya. Mencari bukti sebanyak mungkin.