Happy reading Yáll
"Menemukan sesuatu yang baru melalui kacamata orang lain."
***
Nophel mengantarkan Alma ke kedai Sudut Pandang. Sesampainya disana mereka sempat berbincang sebentar."Kamu gak mau seperti kakakmu?," Nophel bertanya dengan hati-hati, takut malah melukai Alma.
Rasanya Alma ingin sekali hidup terlepas dari bayang-bayang sang kakak tapi itu tidak mungkin sebab mereka keluarga, sampai kapanpun akan selalu dikait-kaitkan. "Aku bukan kakak, semudah itu padahal jawabannya," Jawab Alma.
Nophel tersenyum, "Maksudnya mau sampai kapan merasa tidak pantas?,"
"Sampai aku melupakan peristiwa itu." Ah iya Alma sudah mengerti kemana arah pembahasan Nophel.
Orang yang dianggap sebagai kakak keduanya ini mungkin mengkhawatirkan kondisi Alma, ia hanya takut Alma tidak mau berhubungan dengan siapapun lagi. "Cepet sembuh deh, kelihatannya sih biasa aja tapi isinya udah kayak bubur diaduk," timpal Nophel. Keduanya sama-sama menertawakan sesuatu yang tidak lucu.
"Kakak mau jadi obatnya gak?," lagi-lagi Alma hanya melontarkan candaan, ia tak serius dengan ucapannya.
"Pernah gak dokter bilang kalau minum obat bisa langsung sembuh? enggak kan, nah itu dia jawabannya,"
Alma mencoba memikirkan maksud Nophel, "Hahahah bisa aja, yaudah deh aku lanjut kerja dulu makasih udah nganter sampai sini," Nophel mengangguk kemudian beranjak keluar kedai.
Di ujung sana sudah ada Ghaftan yang hendak bersiap-siap melanjutkan pekerjaannya.
"Vega minta kamu pulang, katanya Moi nyariin," Ghaftan hanya mengangguk.
Alma merasa dirinya diacuhkan kembali memaksa Ghaftan untuk menjawab. "Bilang dulu gini 'Iya makasih',"
"Makasih?," tanya Ghaftan.
Mengapa pria ini membuatnya merasa kesal. "Gak jadi deh, yuk siap-siap kerja,"
"Saya sudah siap daritadi," jawabnya.
"Bener juga," Alma kembali ke tempat kerjanya namun tertahan oleh Ghaftan. "Sebenarnya Vega udah chat saya tapi makasih, maaf merepotkan,"
Lah kenapa Alma yang merasa bersalah ketika Ghaftan meminta maaf. 'Vega bener-bener definisi ngeselin sampai ke ubun-ubun, ini mah gue yang dikerjain,'
°°°°
Ketiganya hanya mengikuti kemana arah yang Meeya inginkan tanpa membantu atau menghalangi apapun. "Alma gak boleh tahu sampai kapan pun tolong jangan pernah memberitahu dia," Meeya hanya ingin menjaga adiknya.
Sesampainya di rumah, Alma merangkul Meeya dengan wajah yang sumringah.
"Anti physical touch tiba-tiba ada yang rangkul, rasanya ingin menghempaskan tapi sadar kalau dihempas bisa bikin kamu gedebruk jatuh terguling-guling," Meeya itu sedikit bercanda banyak seriusnya.
"Huh lebay banget cuma dirangkul aja misuh-misuh," Alma ini tipe adik yang sering memancing keributan dengan kakaknya yang hanya menginginkan hidup damai, tentram, dan kalem.
Alma butuh kakaknya saat ini, ia perlu mengeluarkan sedikit beban yang ada dipikirannya, meskipun Meeya ini cuek bukan berarti tak peduli dengan semua celotehan Alma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudut Pandang [Sedang Revisi]
Teen Fiction"A story i've never seen before". Kalau saja akar pohon itu tidak kokoh mungkin akan mati dan tidak bisa bertahan lama. "Haruskah bertahan?". Jawabannya sesuai bagaimana caramu memandang. °°° "Setiap hal yang dilihat melalui dua kepala yang berbeda...