EPILOG TANPA PROLOG

323 34 28
                                    

Chulyong berdiri tegak, di hadapan Hoseok yang tengah menangis keras. Suara debur ombak yang tidak terlalu kencang seakan membiarkan Chulyong mendengar semua isak tangis dari polisi muda berusia 26 tahun ini. Chulyong tidak menggerakkan tubuhnya sama sekali bahkan ketika Hoseok menjatuhkan diri diatas pasir dan melanjutkan isak tangisnya yang semakin keras. Ia biarkan... ia biarkan Hoseok menangis keras. Ia menolehkan kepala, ke arah pinggiran pantai dimana ada beberapa mobil berhenti. Ia tahu para jahanam itu mengamatinya, mengamati Hoseok, mencari celah kesalahan Hoseok, tapi malam ini dia akan biarkan Hoseok menangis keras. Menangisi kematian kaptennya, menangisi kematian teman - temannya, menangisi kematian para seniornya. Jika ia biarkan airmata Hoseok tertahan maka kekhawatirannya yang telah lalu akan terjadi dan dia tidak mau itu terjadi.

Chulyong setidaknya telah berhasil menjaga Hyunbin agar tidak termakan kegelapan, kini saatnya dia menjaga Hoseok.

Chulyong menggerakkan tubuhnya kali ini, memeluk lembut pada tubuh polisi muda yang tengah menangis. Chulyong tidak mengatakan apapun, selain karena dia tidak ingin mengganggu tangis Hoseok yang memang harus dikeluarkan. Kepalanya sendiri terisi dengan sebuah kenangan. Kenangan dari peristiwa 5 tahun lalu... saat pertemuan keduanya dengan Hoseok... ya.. pertemuan kedua yang tidak disadari oleh Hoseok tapi tidak akan dilupakan oleh Chulyong.

Chulyong mengusap dahinya yang mengeluarkan peluh cukup banyak, mengapa ruangan begini panas disaat ada tes wawancara untuk calon anggota BIN yang baru. Memangnya negara tidak memiliki cukup uang untuk membuat ruangan yang pantas dan nyaman pada fasilitas ketahanan dan keamanan negara.

"Apa yang berikutnya sudah boleh saya panggil masuk?"

Chulyong menganggukkan kepala pada anak buahnya yang sedari tadi bbertugas memanggil para pelamar BIN. Menunggu peserta berikutnya masuk, tangan Chulyong mengambil berkas yang ada di hadapannya.

Jung Hoseok.

21 tahun.

Chulyong menganggukkan - anggukkan kepala dalam diam, mengagumi keberanian polisi yang baru lulus sebulan lalu ini dan sudah melamar menjadi anggota BIN. Mata Chulyong membaca data berikutnya. Nama yang cukup familiar... nama yang sering ia lihat setiap bulannya di laporan m-banking - nya. Tapi mungkin yang akan tes ini mungkin Hoseok yang lain, bukan Hoseok - nya. 

Lahir dan tinggal di Panti Asuhan Kasih Bunda, milik Choi - ssi di Ilgok - dong, Gwang-Ju.

Tangan Chulyong membuka lembar berikutnya dan matanya melebar ketika melihat sebuah foto panti asuhan yang masih sangat familiar dan teringat jelas di kepalanya. Bagaimana bisa dia lupa jika ketika ia masuk ke panti asuhan itu, ia menemukan 3 mayat anak - anak dalam kondisi kurus kering dan penuh luka sayat dan luka pukul. Ia menemukan puluhan anak - anak yang dikurung dalam keadaan tidak layak di satu ruangan dengan wajah dipenuhi sembab air mata, luka pukul, luka sayat bahkan luka sundutan rokok. Dan... ia menemukan satu anak yang berdiri tegak, di belakang pintu memegangi batang besi yang entah didapat dari mana dan hendak memukulkan padanya ketika ia mencoba menyelamatkan anak - anak itu. Chulyong masih ingat dengan jelas dengan sosok anak yang membawa batang besi itu, berusia paling besar diantara yang lain mungkin sekitar 15 - 16 tahun, karena itulah sang anak laki - laki dengan batang besi merasa memiliki tanggung jawab untuk melindungi yang lain. Beban dan tanggung jawab yang seharusnya tidak perlu ditanggung.

"Permisi..."

Chulyong mendongakkan kepala, matanya segera bertemu tatap dengan polisi muda berambut cokelat kemerahan dengan bola mata bulat bersinar penuh semangat dan harapan. Sorot mata yang sudah jauh berbeda namun masih ia kenali. Anak laki - laki yang dulu kurus kering dengan sebatang besi di tangannya kini ada dihadapan Chulyong untuk melamar menjadi anggota BIN.

"Kau sudah besar ya..." gumam Chulyong lirih, suaranya mungkin nyaris tidak terdengar. Senyuman tipisnya mungkin tidak terlihat, apalagi rasa bangga dan bahagia didalam hatinya yang akhirnya bisa bertemu kembali dengan sosok dihadapannya ini sebelum ia harus pergi menjalankan tugas negara. 

"Apa kau bicara sesuatu tuan?" 

Chulyong mendonggakkan kepala, tersenyum lebar pada sosok dihadapannya yang dengan cepat ikut tersenyum lebar. Senyuman yang singkat namun mampu menghangatkan. Chulyong menggelengkan kepala pelan, "Tidak... aku tidak bicara apapun... silahkan duduk Jung Hoseok, kita mulai interviewnya." 

SEASON 1 TAMAT

Season 2 akan diupload 1 minggu lagi... jika ada pertanyaan silahkan... asal enggak spoiler akan aku jawab

Dan aku juga berharap komentar mengenai kesan, kritik, saran buat FF ini... biar tukisanku berkembang lebih baik lagi...

Dan karena aku suka sama FF ini (dan karena aku narsis), FF ini akan aku bukukan tanpa dijual 🤣🤣🤣

Sekali lagi terima kasih yang sudah membaca, memberi vote dan komentar di FF ini

🎉 Kamu telah selesai membaca Dead Art -Ketika Kematian Dijadikan Sebuah Karya Seni- 🎉
Dead Art -Ketika Kematian Dijadikan Sebuah Karya Seni-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang