Gantungan Kunci

22 2 0
                                    

Happy reading guys

***
Pulang dari sekolah memang melelahkan. Mumpung makhluk cerewet itu belum kembali ke kamar, Eunoia merebahkan diri pada kasur yang rasanya seperti di hotel. Gadis itu memainkan ponsel dan berselancar pada aplikasi Instagram. Saat membuka aplikasi itu ia tertegun melihat pengikut baru.

Alvaindra mulai mengikuti anda

Satu detik kemudian gadis itu mengubah posisi dari tiduran menjadi duduk. “Hah?! Si jutek follow gua? Mana di following cuman gua yang dia ikuti? Ini si jutek cuman mau main-main apa sama gua? Anjir lah.” Kalimat misuh terus berdengung di kamar cat kuning muda ini. Gadis itu langsung mengirimkan direct message kepada pemilik akun.

Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Eunoia mengecek ponsel dan ternyata belum ada pesan dari lelaki itu. Jujur penasaran sekali dengan tingkah aneh teman sebangkunya itu. Baru juga 1 hari sudah bikin pusing 7 keliling.

Ceklek!

“Halo teman sekamar!” Giana langsung mengeluarkan suara yang memekakkan telinga. Cewek gemuk itu menaruh tas, lalu mendekati Eu yang masih bingung. “Yok, Tria. Katanya mau keluar kan?”

Ide jahil muncul di kepala. “Enggak ah. Capek. Besok aja,” gurau remaja berusia 17 tahun itu.

Kedua ujung alis Giana hampir menyatu. “Ah ayooooo. Tri Tria. Ayooo dihh. Tadi sudah janji.” Giana merengek manja.

Melihat Giana merengek membuat Eunoia tertawa. Lucu melihat temannya menjadi mendadak manja. “Iya-iya ayo. Bentar aku ambil dompet dulu.”

Giana lompat-lompat kegirangan. “Yeay. Jalan-jalan sore sama Tria.” Cewek yang bertingkah seperti bocah keluar terlebih dahulu.

Tria alias Eunoia keluar dari kamar setelah Giana sudah keluar 5 detik lalu. Pintu kamar ia kunci dan kunci dimasukkan ke dalam saku seragam. Sepanjang perjalanan, Giana terus berceloteh. Tugas Eu hanya diam dan membalas jika perlu. Jujur dalam keadaan begini ia menjadi pusing karena kepikiran Indra. Siapa sih Indra? Kok dia bisa sebaik itu?

♡♡♡

Gelak tawa memenuhi ruangan serba putih itu. Pria itu tertawa saat tidak membalas pesan gadis itu. Ia sengaja melakukan hal itu untuk menarik ulur teman sebangkunya. Indra menatap ponsel, lalu menaruhnya di dalam saku celana pendek.

Kawindra menghirup udara yang ada di ruangan ini. Aroma cat masuk ke dalam hidung. Aroma cat dan kanvas adalah aroma kesukaannya. Entah mengapa ia suka dengan yang berbau warna sejak kecil.

Indra melangkah ke laci cokelat di bagian pojok. Menarik knop, lalu mengambil satu sketch book milik dia. Di dalam buku itu ada sebuah gambar seorang pria kecil yang merangkul wanita mungil nan lucu. Kedua anak itu tampak bahagia di dalam foto.

Kawindra bersandar pada laci. Menatap lama foto itu. “Ria, di sekolah aku ada gadis yang persis banget sama kamu. Namanya Batrisyia Eunoia. Dia tengil seperti kamu dulu. Dia suka ganggu aku. Eu nama pendeknya. Eu suka jahil sama aku, Ri. Kamu sekarang apa kabar? Aku menunggu kamu tahu.” Foto kecil itu ia tatap lama dengan tatapan sendu. Sungguh ia rindu gadis kecil yang ada di foto.

Sepuluh tahun yang lalu. Tepatnya saat mereka berusia 7 tahun. Seorang gadis cilik bernama Ria dan pria kecil tengah asyik bermain di sebuah taman yang luas. Seperti biasa, Indra membawa buku dan pensil serta krayon. Indra duduk di bawah pohon sambil menggambar gadis yang sedang mengejar kupu-kupu.

Serius sekali pria kecil itu menggambar gadis yang sedang memainkan kupu-kupu hasil tangkapannya. Pria itu tertawa geli saat kupu-kupu lepas dari tangan mungil itu. Indra sudah selesai menggambar dan menunjukkan hasilnya kepada objek gambarnya.

“Ria, lihat deh aku habis gambar kamu.” Dengan PD gambaran ala anak kecil ditunjukkan.

Ria menahan tawa melihat gambaran Indra. Anak perempuan dengan bentuk lidi dan rambut yang cuman sehelai. Di depan anak itu ada kupu-kupu. “Ini aku?” Orang yang ditanya hanya mengangguk. Ria mengambil kertas itu dan melihat dengan saksama. “Lucu ya. Gambar kamu bagus. Nanti kalau sudah besar belajar lagi biar lebih keren.” Satu tangan Ria menepuk kepala Indra.

Karena dipuji bagus membuat rasa percaya diri Indra muncul. Jika di rumah ia akan dimarahi oleh orang tua karena gambaran dia jelek katanya. “Hihihi. Maacih, Ria. Nanti kalau udah besar aku mau belajar gambar terus belajar lukis. Biar aku bisa lukis kamu yang bagus,” tekad pria itu.

Ria tersenyum manis mendengar jawaban Indra. Gadis itu memberikan sesuatu yang diambil dari tas kecil bergambar stroberi. “Ini aku punya buku tulis isinya cerita kita sama teman-teman lain dari TK. Aku cuman bisa buat sedikit karangannya. Kamu baca ya.”

Indra mengambil buku itu. “Pasti aku baca. Kamu mau jadi penulis ya?” Ria hanya mengangguk. “Wah, hebat! Nanti kalau sudah jadi penulis kamu jangan lupa tulis aku ya dicerita kamu,” sambungnya.

“Iya.”

Indra merogoh saku untuk mengambil sesuatu. “Ini aku ada sesuatu buat kamu. Kamu simpan ya.” Gantungan kunci dari batok kelapa yang dilukis asal oleh bocah SD kelas 2 itu diulurkan.

“Lucu banget. Terima kasih, Indra.” Gantungan itu diambil, lalu diamati oleh Ria. Melihat Ria yang tersenyum membuat Indra ikut tersenyum.

Plak

“Woi! Bengong melulu di ruangan kosong.” Julian duduk di atas laci.
Indra tersentak karena tepukan Julian yang kencang sekali. Laki-laki hanya berdehem dan membereskan barangnya. Foto itu ia taruh di dalam buku gambar dan akan ia bawa ke kamarnya. Laki-laki itu melengos meninggalkan Julian yang mau mengajaknya bercanda.

“WOI PENGHUNI NEPTUNUS. MAIN NINGGALIN GUA AJA LU. TUNGGUIN WOE.”

Julian langsung berlari mengikuti kawan yang dingin kelewat batas itu.

♡♡♡

Dua gadis yang masih memakai kemeja putih tengah duduk di bawah pohon besar. Area tempat ini sangat ramai. Padahal hari masih sore. Anak-anak sudah pada nongkrong saja. Apa mereka enggak ada tugas ya? Makannya bisa nongkrong tanpa bawa laptop.

Remaja yang sekarang rambutnya diikat ekor kuda menutup mulut karena mendengar guyonan dari teman kamarnya itu. Sungguh tingkah Giana sangat lucu. Giana itu kadang pintar, kadang dewasa, kadang seperti bocah. Giana lebih sering menunjukkan sifat kekanakan kepada Eunoia.

Eunoia dan Giana saling tatap saat melihat ada laki-laki bertubuh besar yang penampilannya seperti pria, tapi yang membedakan adalah celana yang terlalu pendek sampai setengah paha terlihat. Pria itu memakai pewarna bibir yang merah merona. Ada sebuah vape di leher lelaki ngondek itu.

Giana mendekatkan mulutnya ke telinga Eunoia. “Cowok itu pasti uke!” Tanpa tahu fakta gadis itu asal menilai.

Dibisikan seperti itu membuat Eunoia kaget. “Masa sih? Jangan asal klaim,” bisiknya.

“Beneran. Gua bisa mendeteksi orang-orang belok. Even though he uses a man clothes.” Penuh keyakinan ia mengakui entah kelebihan atau kekurangan yang dimiliki.

Ngeri juga si Giana ini. Kok bisa mendeteksi orang belok meski normal pakaiannya.

Ada rasa takut menjalar ketika Giana memberi tahu hal itu. Baru pertama kali seorang Batrisyia Eunoia mendengar ada orang bisa mendeteksi hal tabu bagi masyarakat Indonesia. Apa jangan-jangan Giana menikmat film belok? Entahlah enggak usah terlalu dipikirkan.

♡♡♡

Beruntung sekali masuk kelas IPS. Kelas santai dengan tugas tidak banyak. Malam ini waktu kosong sangat banyak. Sayang kalau tidak digunakan untuk hal yang bermanfaat. Setelah merasa puas bermain ponsel selama 1 jam tanpa henti, gadis yang memakai baju tidur panjang motif doraemon membuka laptop untuk mengerjakan sesuatu.

Software Microsoft Word dengan nama Where is My Rendra? Dibuka, lalu dengan lihai jari jemari menari di atas papan ketik. Sembari membayangkan bagaimana seorang Eunoia mencari sosok Rendra yang hangat dan suka memberi kejutan kecil. Sungguh sosok lelaki yang sudah ia anggap sebagai kakak sendiri.

Dalam cerita yang dibuat, sosok Rendra itu persis seperti yang dia ingat saat kecil. Cuman cerita yang dibuat tokoh Rendra dibuat sudah remaja. Tokoh Rendra sengaja disandingkan dengan tokoh bernama Ria. Ria adalah sosok gadis periang.

Dear Rendra. Aku mencari kamu sejak beberapa tahun yang lalu. Sejak aku pindah ke Bandung aku selalu rindu sama kamu. Berapa kali cairan bening ini mengalir membasahi pipi. Dewi malam pun mulai muak melihat suara lirihku yang membisikan namamu. Dear Rendra. Aku selalu derana menunggu kamu yang aksa.

Usai menuliskan kalimat penutup barulah folder itu ditutup dan laptop dimatikan. Bocah kecil yang selalu berisik sepanjang malam sudah pulang dari kamar teman kelasnya. Suara-suara nyaring yang agak berat itu memenuhi ruangan.

“Tria, lu tahu? Tadi aku lihat kalau kakak yang tadi sore kita lihat lagi ciuman sama laki di belakang asrama.” Giana menggebu-gebu menceritakan apa yang dia lihat.

Kejadian itu seakan habis melihat setan di siang bolong. Heboh dan menggemparkan bumi. Eunoia terbelalak mendengar hal itu. Tidak pernah saat ia tinggal di domisili lama melihat fenomena itu. Untuk mendengar saja tidak pernah. Memang sadis pergaulan di sekolah bergengsi ini. Dari luar saja tampak seperti sekolah yang selalu mencetak generasi unggul dengan banyak siswa siswi yang mengharumkan nama sekolah dengan cara memenangkan lomba.

Pernah waktu kelas 10, Eunoia ikut dalam ajang menulis. Kebetulan lawan dia adalah dari SMA unggulan ini. Bisa ditebak kalau pemenang lomba tersebut adalah DS SHS. Waktu itu SMA ini menempati juara 1. Karena hal itu pikiran Eunoia jadi terdoktrin kalau sekolah ini memang unggulan. Namun, sisi gelapnya mengerikan.

Laptop itu sudah masuk ke dalam tas. Kini gadis itu bisa duduk di atas kasur sambil memangku guling. “Ih gila you serius? Gila banget. Cipokan sama cowok. Not have akhlak memang kelakuan bocah sini,” herannya.

Giana menghapus riasan di wajah. “Banget sih. Aku yang tadi melihat langsung kayak....” Untuk mempermudah cerita gadis itu menirukan gestur saat melihat kejadian mengerikan tadi. Mulut gadis itu menganga. “it’s very scary. Maksud aku tuh kok bisa dia melakukan hal yang melenceng itu di area Diamond Star? Apa enggak takut kena DO?” sambungnya.

“Parah sih itu. Enggak ngerti lagi. Ngomong-ngomong yang kayak gitu banyak enggak sih di sini?” tanya Eunoia penasaran.

I think banyak ya. Cuman enggak ketahuan saja. Pernah kejadian di gedung Venus 201 ada yang ketahuan pacaran sama teman sekamarnya. Cuman ibu asrama enggak tahu sih. Jadi, mereka masih backstreet gitu.”

Guling yang di pangkuan dipindah ke sisi kanan. “Asli ada yang cinlok sama teman kamar? Eh seram lho itu! Astaga.” Jidat ditepuk.

“Memang. Mana yang pacaran sama teman sekamar itu langgeng lagi. Aduh, amit-amit deh.” Giana bergidik ngeri.

“Amit-amit jangan sampai deh.” Batrisyia menimpali kata-kata Giana.

Bersambung ....

Jangan lupa vote dulu sebelum lanjut

11-01 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang