Happiness

13 2 0
                                    

Telinga mendadak sakit saat mendengar teriakan berisik para siswi. Bak melihat artis saja saat 4 lelaki tinggi, tampan, dan blasteran lewat. Beberapa siswi menyerahkan hadiah kepada lelaki itu. Julian dan Rangga mendapatkan lebih sedikit daripada Adi. Kembaran Rangga itu menerima cokelat dan bunga, lalu membalas dengan senyum ramah. Meski Adi agak dingin, lelaki itu memiliki hati untuk bersikap baik kepada orang.

Indra tidak memegang apa-apa dari mereka. Dia bukannya tidak diberikan apa-apa, tapi semua ditolak olehnya. Setiap ada yang mengulurkan hadiah, lelaki itu hanya menatap lurus ke depan. Hadiah itu tidak berharga di matanya.

Empat cowok itu berhenti saat seorang gadis tinggi menghadang. Gadis itu memberikan sebuah kotak makan warna biru kepada lelaki berwajah lempeng. Kotak itu awalnya hanya dia lihat seperti dilakukan kepada penggemar dia yang lain. Namun, suara sok lucu yang memohon agar diambil sangat membuat risi. Mau tak mau kotak diambil dan dibawa. Tanpa mengucapkan terima kasih, lelaki itu menyuruh temannya lanjut.

Sinar yang terpancar di mata hazelnut perlahan meredup setelah melihat lelaki yang menjadi lawan ributnya menerima bekal dari gadis cantik berbadan tinggi itu. Satu tangan terangkat secara tak sadar, lalu memegang dada. Dadanya sedikit diremas karena ada sesuatu yang menyakitkan di sana.

Kelompok laki-laki itu memasuki ruang kelas 11 IPS 3. Julian, Rangga, dan Adi berkumpul di meja depan. Sementara Indra ke kursinya sendiri untuk menikmati kesendirian.

♡♡♡

Dengan langkah gontai, Eunoia masuk. Ia duduk di bangku nomor 2, lalu menekuk kedua tangan di atas meja. Eunoia menenggelamkan kepala di dalam lipatan itu. Mencoba menenangkan diri. Kesadaran dia kembali dan kepala yang semula tenggelam di meja ia angkat kembali.

Sudah kayak orang linglung saja. Gadis rambut panjang bergelombang itu menggaruk kepala bagian belakang. “Ih, kok galau sih pas lihat si Neptunus dikasih bekal sama cewek tadi,” gerutu dia pada dirinya sendiri.

“Daripada galau mending makan ini.” Sebuah cokelat tiba-tiba muncul di depan mata. Lelaki yang memakai almamater biru tua duduk di kursi depan gadis itu. Cowok itu terkekeh saat melihat ekspresi bingung wanita yang masih bergeming. “Muka kamu kelihatan kusut kayak orang putus cinta,” jelasnya.

Eunoia gelagapan saat Adiwangsa menjelaskan maksud pembicaraan dia. Gadis itu mengambil buku dan pulpen. Ingin menuliskan garis besar untuk cerita ketiga. Dia tidak ingin diam saja setalah novel kedua diterbitkan. Ia ingin karyanya terus abadi dan diingar masyarakat.

Adiwangsa agak kesal karena dicueki. Namun, lelaki itu mencoba sabar dan setia memegang cokelat. “Ini enggak mau diambil nih? Ambil dong. Pegal nih tangan aku.”

Pulpen yang semula ada di tangan diletakan dahulu. Perlahan tangan manis itu terulur untuk mengambil cokelat. Bukan ada niat apa-apa saat mengambil cokelat. Hanya sebatas menghargai pemberian orang saja. “Terima kasih,” ucap Eunoia tulus.

“Sama-sama.”

Sesaat keheningan menyelimuti ruangan yang tidak ramai ini. Laki-laki di depannya mendadak diam. Tidak ada kata-kata manis yang keluar dari mulut dia. Bola mata itu bergerak ke kanan dan ke kiri. Otaknya berdiskusi dengan hati. Setelah mantap, Adiwangsa meraih tangan Eunoia dan menatap lekat gadis itu.

Dada Eunoia mendadak berdegup kencang seperti mendengar pengumuman pemenang lomba. Sorot mata Adi yang hangat berubah menjadi sorot mata yang penuh arti. Seakan sorot mata itu berbicara kalau ada yang mau disampaikan. Tatapan itu memiliki makna kesungguhan yang bisa jadi terpancar dari hati.

Adi berdehem selama 3 kali. Genggaman tangan itu ia eratkan untuk menutupi rasa gugup. “Batrisyia Bestari Eunoia. Aku Adiwangsa Dwi ingin mengatakan sesuatu dari lubuk hatiku yang terdalam.”

Saliva dalam mulut sulit ditelan saat tahu ke mana arah pembicaraan Adi sebenarnya. Eunoia diam menunggu kalimat berikutnya.

“Sebenarnya sudah lama sejak kita pertama kali bertemu yang pas kamu pindahan ke sini, aku mulai melirik kamu. Kamu mungkin tidak sadar waktu itu. Terus saat kamu ingin mencari sarapan sebenarnya aku mengikuti kamu. Aku tadi mau ke kamar Julian, tapi aku urungkan. Lebih memilih menolong kamu yang kesulitan.”

Sebelah alis Eunoia terangkat. “Terus?” tanya gadis itu.

Jeda sebentar. Adi menarik napas panjang dan membuang perlahan. Laki-kali itu menatap lekat gadis itu. “Saat itu aku sudah mulai merasa ada yang aneh dengan aku. Aku pikir hanya kagum karena kamu cantik, tapi semakin hari perasaan itu semakin membesar. Aku semakin deg-degan setiap kali bersama kamu, aku memiliki insting ingin melindungi kamu, dan aku menginginkan sesuatu yang lebih antara kamu dan aku.”

“Sesuatu yang lebih bagaimana?”

Genggaman tangan itu terlepas. Bunga mawar dari penggemar dia ambil di saku celana bagian belakang. Adi bertekuk lutut sambil memegang bunga merah itu. “In this sunny day i want to ask you one question. Will you be my girlfriend?” Kata-kata itu tulus apa adanya dari hati. Adi menunggu dengan penuh harap kepada gadis itu.

Anak-anak kelas yang entah kapan sudah di dalam bersorak. Meminta agar gadis yang masih diam itu menerima ajakan Adiwangsa. Semua geregetan karena belum dijawab. Sebagian dari mereka sudah siap kamera. Ingin mengabadikan momen ini.

Wajah cantik itu maju mendekati telinga pria itu. Membisikan sebuah kalimat. Semua murid saling pandang karena ingin tahu apa yang dibisikan oleh perempuan berkulit cerah ini. Gadis itu tersenyum penuh arti. Seringai yang dia ciptakan memiliki arti tersirat.

Adiwangsa mengangguk kemudian berdiri. Cowok itu mengajak Eunoia keluar kelas. Membiarkan gadis itu menjawab semuanya secara privat.

♡♡♡

Saat murid-murid bersorak gembira, ada 1 murid yang malah menatap nyalang adegan tadi. Pensil yang ada di tangan mendadak patah karena genggaman kuat itu. Laki-laki itu mengendurkan dasi di leher terus pergi dari kelas. Ingin sekali pergi ke kolam berisi es agar panas tidak menyengat tubuhnya lagi.

Laki-laki itu berpapasan dengan gadis yang euforia karena memiliki pacar. Tanpa diminta tangan kanan dia terulur. “Congratulations,” ucap lelaki itu datar.

Eunoia menyipitkan mata setelah mendengar ucapan selamat. Ia memiringkan leher—menatap Indra untuk mencari maksud dari ucapannya. “For what?” tanya gadis itu bingung.

For your new status. You have done dating with my roommate.

Ucapan itu semakin membingungkan. “Hah? Status baru? Siapa yang punya status baru? Lu kenapa jadi judes deh?” Pertanyaan itu langsung membombardir pria yang masih menatap lempeng.

Tahu-tahu Indra membuka Tab dan mengirimkan sebuah tautan ke nomor Eunoia. “I send something to your WhatsApp. Anggap saja hadiah pacaran lu sama dia.”

Kalimat melantur itu semakin membuat kepala mau pecah. Kata-kata yang berbelit membuat isi kepala semakin runyam. “What’s wrong with you? Who is dating? I don’t have a boyfriend.” Rasa kesal membuat mulut Eunoia langsung menyemburkan banyak pertanyaan.

Indra masih diam di tempat. Menatap tak percaya dengan ucapan gadis di depannya. “You have not relationship with my friend?” Sekarang giliran cowok itu yang kebingungan. Ia menggaruk kepala karena masih tidak mengerti.

Eunoia menghela napas. Lelah berbicara sama partner ribut yang entah mengapa kayak orang kepanasan. “Gua enggak ada rasa sama Adi. Dia gua tolak. Sengaja gua tadi minta dia keluar kelas. Gua enggak mau kalau Adi malu di dalam kelas karena gua tolak mentah-mentah. Puas lo?”
Indra mengangguk. “Um,” balasnya cuek.

Kedua tangan di samping rok abu-abu itu mengepal kuat. Ingin meremas laki-laki sinting yang cukup menguras energi. Tadi bersikap sok dingin dan memberi pertanyaan aneh, lalu sekarang malah membalas cuek.

“Kalau kamu tidak suka sama Adi. Lantas siapa yang kamu suka?”

“Rendra dan Gilbert, mantan gua. Namun, sekarang gua lebih memilih suka sama Rendra karena Gilbert bajingan. Sayangnya cinta gua ke Rendra tidak akan terbalas karena Rendra entah di mana,” jawab Eunoia pelan. Mengingat nama Rendra membuat energinya melemah.

“Kalau seandainya Rendra masuk sekolah ini, apa yang mau kamu lakukan?” tanya Indra.

“Gua bakal peluk dia terus bilang ‘ke mana saja kamu?’ habis itu gua mau ajak dia nongkrong.”

Indra angguk-angguk. “Kalau Rendra nembak lu bagaimana?”

“Gua bakal senang. Gua bakal terima Rendra jadi pacar gua.”

Diam-diam Indra menyunggingkan senyum. Mulut pria itu ia masukkan ke dalam agar tidak terlihat tersenyum. “Besok atau lusa lukisan itu harus selesai. Contohnya sudah gua kirim di link itu.” Laki-laki melengos begitu saja.

Penasaran dengan ucapan pria itu, gadis itu langsung membuka tautan. Sebuah cerita bergambar tentang 2 anak kecil yang sedang berada di taman. Laki-laki itu merangkul gadis kecil berwajah ceria. Gambaran itu sangat amat dikenali. Ia tahu siapa sosok pada judul cerita bergambar itu. “Rendra dan Ria. Jangan-jangan Rendra itu—” Segera ia menoleh ke belakang untuk memanggil manusia pemberi tautan. Nihil. Lelaki itu sudah menghilang.

Eunoia menggulir gambar itu sampai akhirnya dia ada di halaman terakhir. Sebuah foto real sampul cerita itu membuatnya menganga. Tidak menyangka kalau orang yang selama ini menjadi lawan adu mulutnya adalah kawan masa kecilnya. Alvarendra Kawindra.


Dunia ini memang penuh dengan kejutan besar.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

11-01 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang