Sebulan sudah gadis kepang dua bersekolah di tempat yang sama sekali tidak dia mau. Sudah satu bulan juga ia beradaptasi dengan segala hal di sini. Teman yang usil dan teman yang palsu sudah bisa deteksi. Benar kata Nazeela. Teman kelas terlalu banyak drama. Utamanya yang perempuan.
Dua minggu sebelumnya, Mrs. Ani menyuruh membuat kerja kelompok. Semua langsung berebut ingin satu kelompok dengan Eunoia. Alasan mereka ingin mengajaknya ke dalam kelompok karena Eunoia ini cerdas. Dia tanggap, aktif, dan memperoleh nilai bagus terus.
Satu bulan ini juga, Eunoia mulai mengenal siapa Giana sebenarnya. Giana adalah gadis yang paling aneh sepanjang hidupnya. Tingkah gadis itu rupa-rupa sampai membuat kepala hampir meledak.
Malam ini, Eunoia tidak belajar. Ia hanya rebahan di lantai sambil bermain ponsel. Sejak tadi tidak berhenti tersenyum membaca sesuatu di ponsel. Orang yang tiba-tiba ikut rebahan menarik paksa ponsel yang sedang ia pakai.
“Giana, kembalikan.” Eunoia berusaha mengambil ponselnya. Ia menarik tangan Giana, tapi gagal. Tenaga si bocah kematian itu lebih besar daripada dirinya. Giana menahan tangan Eunoia dengan tangan yang masih menganggur.
Wanita berbaju ungu itu menahan wajah Eunoia agar tidak bisa bebas bergerak. “Hahaha. Bucin juga ya lu sama Rendra itu.” Curahan hati yang ditulis pada Twitter pribadi dibaca oleh gadis yang baru sebulan menjadi teman.
Dada Eunoia naik turun saat diperlakukan demikian. Namun, ia mencoba sabar agar tidak terjadi pertikaian. “Gi, balikin. Gua mau pakai.” Dengan masih sabar Eunoia meminta kembali ponsel warna pink itu.
Tangan Giana semakin menggulir ke bawah. Entah apa yang ditemukan di dalam memo. “Dear Rendra. Aku akan selalu menunggumu yang sekarang aksa. Anjai.” Giana tertabahak-bahak membaca catatan itu.
Mata bulat itu menangkap hal lain pada ponsel itu. “Weh, lu pernah diselingkuhi,” kagetnya.
“Pernah.” Ketika ada peluang segera ia rebut ponselnya. Benda pipih itu ia matikan agar Giana tidak bisa membukanya.
“Kok bisa diselingkuhi?”
Chager HP digulung dan dimasukkan kantong. “Bisalah. Sudah gua mau keluar.” Gadis itu membuka pintu kamar, lalu keluar.
Tak lama dari situ, Giana ikut keluar. “Mau ke mana? Ikut dong,” pinta gadis itu. Ia sudah siap-siap memakai sandal.
“Boleh enggak ya?” Sengaja jahili gadis yang egois ini.
Wajah Giana berubah masam. “Ck. Tria gua ikut pokoknya,” putus wanita itu.
“Enggak usah lah. Lagian mau ngapain lu ikut? Gua cuman mau merumpi di kamar teman.”
Dahi wanita rambut pendek itu sudah mengerut. Kesal karena permintaannya ditolak. “Gua ikut. Enggak mau tahu. Gua ikut.”
Anjing satu ini mengapa suka banget menguji kesabaran. Dua hari lalu ia iseng memasuki bubuk cabai level atas ke bakso aku sampai buat aku mulas pas paginya. Bukannya bersalah malah menertawaiku. Sekarang dia memaksa aku buat ajak dia. Uh ... benar-benar menyebalkan.
“Lu enggak boleh ikut,” ucap wanita yang sudah mengantongi kunci.
Karena kesal akhirnya Giana melepas sandal. “Oh ya sudah kalau gua enggak boleh ikut. Gua kunci pintunya.” Kemudian gadis itu masuk, lalu menutup pintu.
Cepat-cepat Eunoia menahan pintu agar tidak terkunci. “Iya-iya lu boleh ikut,” ucap gadis itu terpaksa.
Berhubung terlanjur kesal, Giana mendiamkan teman sekamarnya. Gadis itu ke kasurnya dan memainkan ponsel sambil menghadap tembok. Eunoia yang sadar karena telah membuat kesal gadis itu jadi tak enak hati. Namun, Eunoia adalah tipe manusia yang tidak suka berbicara langsung apa yang ia rasakan. Ia akan membuat surat untuk mengungkapkan isi hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
11-01
Teen Fiction"Kita abadi pada karya masing-masing" Batrisyia Bestari Eunoia Rembulan pindah sekolah karena titah dari orang tuanya. Eunoia pindah ke sekolah bergengsi bernama Diamond Star Senior High School. Sekolah yang jauh dari tempat tinggalnya. Eunoia ber...