Sesuai janji. Sore ini dengan niat setengah hati Eunoia melangkah ke arah ruang seni. Sebelum masuk hawa malas dan sebal mulai mendekati atmosfer. Kalau ada mesin waktu ingin sekali mengulang waktu. Ingin sekali tadi siang tidak perlu ke ruangan sialan itu dan menjatuhkan kanvas. Pasti sore ini ia akan istirahat dengan tenang. Bisa bermain sosial media tanpa gangguan Giana dan bisa melakukan hobi.
Pelan-pelan pintu dibuka. Suara derit pintu mengalihkan atensi pria yang sudah siap dengan kaus hitam yang lengannya pendek sekali sampai-sampai otot besar pria itu terlihat. Pria jangkung itu membawa dua buah palet dan menaruh di meja. Ia juga sudah menyiapkan 5 kanvas kosong. Tahu kalau kelas melukis dengan murid spesial bakal banyak salah.
Eunoia berdecak kagum melihat antusias Indra. Tak disangka kalau pria ketus yang dikagumi para wanita itu bisa seniat ini. Padahal dirinya saja malas sekali ke sini. Memang penghuni Neptunus satu ini harus dikasih penghargaan. Penghargaan pria dingin, tapi freak.
Netra kelam Indra menatap gadis yang masih setia di tempat. “Mau sampai kapan di situ? Sampai lebaran sapi?” sindirnya.
Kedua bola mata dirotasi setelah mendengar celoteh menyebalkan itu. Tas hitam agak dibanting di atas meja. Tanda kalau ia sangat kesal. Gadis itu menghela napas, lalu ia duduk di depan kanvas. “Buruan ajarin gua. Gua cuman punya waktu lima belas menit,” titah Eunoia seperti Bos.
“Idih ngatur. Terserah gua dong mau kasih waktu berapa lama buat lu. Lagi pula lu juga enggak ada kegiatan.” Satu persatu cat dituangkan ke palet. Palet yang sudah diisi cat ditaruh di meja kayu samping gadis itu duduk.
“Gua memang enggak ada kegiatan. Cuman, gua mau tidur ... wahai manusia freak.” Ya Tuhan mengapa Engkau turunkan makhluk-makhluk jahanam seperti si jutek, tapi freak ini. Dipikir tampilan luar yang kalem itu tidak membuat orang berpikir kalau lelaki ini aneh. Namun, mengapa saat di depan Eunoia dia malah aneh.
Kawindra berdiri di belakang Eunoia sambil melipat kedua tangan. “Better you diam deh. Buruan gambar yang gua kirim di IG.”
Penuh rasa dongkol gadis itu membuka sosial media. Daripada lambat balik lebih baik cepat menuruti bapak-bapak satu ini. Iya dia seperti bapak-bapak. Bawel plus ribet. Gambar sederhana itu membuat satu alis Eunoia terangkat. Hanya gambar kucing diblok warna hitam yang berada di atas pagar dengan ditemani rembulan purnama mah kecil. Masih bisa untuk dibuat.
Satu sudut bibir Kawindra ditarik. “If you can finish it before four thirty, you may back to your dorm. Deal?” Memang licik Indra ini. Mana bisa dalam waktu singkat menghabiskan waktu untuk melukis itu.
Gadis itu berdecak sebal. “Gila lo! Masa iya lukis beginian cuman lima belas menit,” protesnya.
“Bukankah lu sendiri yang minta kalau cuman waktu lima menit. Kata mau tidur. Ya sudah lu lukis itu. Jangan banyak bacot.”
Sungguh hari ini adalah hari paling sial sepanjang sejarah. Pertama kemarin Instagram dia di-follow oleh alien Neptunus ini. Kedua, Nazeela memberikan teka-teki tidak jelas. Ketiga, mengapa tadi harus kepingin tahu ruangan aneh ini yang menyebabkan dia berakhir di sini.
Karena ingin rebahan, jadilah Eunoia langsung menggerakkan tangan. Agak kaku saat membuat garis. Garis khusus pagar tidak simetris. Besar kecil. Urusan pagar selesai. Setelah itu bisa melukis kucing. Pelan-pelan ia membuat kucingnya. Terakhir adalah memberi warna dasar biru tua dan biru tua, lalu digradasi.
Diam-diam Indra memperhatikan gadis itu. Cara dia memegang kuas seperti mengingatkan Ria lagi. Waktu Ria kelas 5 tiba-tiba ke sebuah acara yang mengharuskan mereka bertemu. Mereka sudah mulai canggung dan enggan berbicara. Ria yang waktu itu lagi gabut.
Lega sekali saat lukisan itu bisa selesai 12 menit. Buru-buru gadis itu membereskan barang untuk pulang. Brutal dan tidak sopan, gadis itu membuka pintu, lalu menutup pintu dengan cara dibanting.
Manusia di dalam ruangan itu hanya memijat pelipisnya. Pusing dengan kelakuan wanita. Daripada semakin pusing lebih baik beres-beres kemudian kembali ke kamar asrama. Mata elang itu ingin istirahat.
♡♡♡
Begitu pintu dibuka–Giana yang sedang tiduran–kaget. Ditambah melihat ekspresi bete teman sekamarnya. Tidak biasa kalau Eunoia bertingkah ambekan begini. Sambil merebahkan diri, gadis yang masih memakai seragam sekolah memejamkan mata, lalu menarik napas dalam-dalam.
Giana memicingkan mata. “Why your face kayak uang kembalian angkot? Kusut begitu?” tanya gadis itu.
Eunoia hanya menggeleng pelan. “Enggak apa-apa.”
“Dih, kenapa?”
“Enggak apa-apa,” balas gadis yang sedang mencepol rambut. Ia malas memberitahu keadaan dia sore hari ini.
Kaki Giana menapak ke lantai, lalu gadis itu berdiri. Sudah ditebak akan berjalan menghampiri kasur di seberang. “Kenapa dih? Kasih tahu.” Masih ada respons seakan rahasia dari lawan bicara. Iseng gadis rambut pendek itu mencubit hidung Eunoia. “Kenapa, Bat-Batria‐”
Mendengar namanya salah dieja membuat Eunoia melirik gadis itu tajam. “Batrisyia. Bat, bat, bat. Batria siapa lagi?” ketus manusia itu.
Giana hanya tertawa kecil karena diomeli temannya. “Ya sudah. Batri-syi-a. Lo kenapa? Datang-datang muka lu bete,” paksa Giana. Ia ingin pertanyaannya mendapat jawaban.
Kesal ditanya dan dipaksa terus, akhirnya Batrisyia mau angkat bicara. “Indra. Cowok itu super duper menyebalkan.” Eunoia mengalihkan atensi ke Giana. “Oke gua cerita. Tadi pas siangan lah, aku masuk ke ruang seni. Nah, di sana aku enggak sengaja jatuhin lukisan dia yang katanya si limited edition. Gua mau gantiin, tapi dia bilang enggak ada di toko online. Jadi, gua harus buat ulang.” Masih dengan nada merajuk gadis itu cerita.
Orang yang diceritakan hanya tertawa terpingkal-pingkal. “Haduh. Ada-ada saja kau. Mana kau berurusan sama Indra lagi. Ih, seram kali,” ledek gadis berbaju biru dengan sedikit memakai logat dan bahasa daerahnya. Bisa ditebak dari mana asal daerah Giana.
Giana berdiri. “Jalan-jalan yuk. Daripada you bete,” ajaknya.
“Malas ah. Capek.”
Giana berdecak. Gadis itu menarik paksa lengan putih Eunoia. “Sudah cepat. Nanti gua kenalin isi sekolah ini. Lu pasti belum banyak tahu ‘kan?” tebaknya. “Oh iya, kalau lu pengin pakai lu-gua pakai aja. Kayak orang canggung bagi gua kalau pakai aku-kamu,” peringat Giana.
“Iya. Gua mau tidur ya.”
Lagi-lagi gadis rambut pendek itu berdecak. “Ayo.” Dia masih berusaha menarik lengan Eunoia sampai berhasil membuat manusia yang ingin tidur itu berubah posisi.
Eunoia yang hari sudah kesal ditambah kesal dengan kelakuan ajaib temannya. Mau tidak mau ia mengalah dan berdiri. Gadis itu meraih jaket untuk menutupi seragam. Takut kalau sore masih pakai seragam dan ketahuan satpam bisa diamuk. Peraturan di sekolah elit ini adalah tidak boleh memakai seragam sekolah saat berkeliaran sore.
Kedua gadis itu menyusuri setiap lorong. Dengan penuh energi makhluk ajaib di sisi kirinya menjelaskan detail setiap ruangan. Bahkan setiap melewati kelas-kelas, Giana ini akan memberitahu kelas mana yang bermasalah dan siapa biang kerok. Namun, ketika melewati kelas 11 IPA 1, Giana menceritakan yang baik-baik termasuk dirinya yang seakan melakukan hal paling baik di dunia.
Mereka juga melewati gedung-gedung asrama putri yang lain seperti gedung Merkurius dan gedung Saturnus.Asrama Diamond Star mempunya 3 gedung putri dan 2 gedung putra. Letaknya dipisahkan agak jauh agar para pria nakal itu tidak sembarang datang ke gedung putri.
Ketika berada di gedung Merkurius, mereka bertemu dengan seorang gadis berambut panjang yang sedang mencuci piring. Ada aura yang tidak bisa didefinisikan saat pandangan mereka bertemu. Bukan mereka, melainkan Giana dengan gadis itu. Tingkah kedua insan itu membingungkan. Nazeela yang buru-buru mau pergi dan Giana yang hanya memalingkan wajah.
“Nazeela,” sapa Eunoia ramah.
Langkah Nazeela terhenti. “Eh Eunoia. Kamu ngapain di sini?” tanya gadis itu basa-basi.
“Nothing. Just jalan-jalan doang. Biasa kepo sama sekolah terus asrama di sini ada gedung apa saja begitu.”
Gadis yang hanya memakai tank-top itu mengangguk. “Oh iya. Aku duluan ya. Bye, Eunoia.” Cepat-cepat ia melangkah, lalu belok ke kiri.Bersambung....
Jangan lupa votenyaa guys
Thank you
KAMU SEDANG MEMBACA
11-01
Teen Fiction"Kita abadi pada karya masing-masing" Batrisyia Bestari Eunoia Rembulan pindah sekolah karena titah dari orang tuanya. Eunoia pindah ke sekolah bergengsi bernama Diamond Star Senior High School. Sekolah yang jauh dari tempat tinggalnya. Eunoia ber...