Orang bilang, perempuan akan selalu tahu siapa laki-laki yang menyukainya. Itu benar. Aku tidak pernah takut salah menafsirkan atau dianggap terlalu percaya diri akan itu. Yang aku waspadai hanya kalau orang itu berlaku sama pada setiap perempuan, atau lebih parahnya dia menyukai lebih dari satu perempuan dalam waktu bersamaan. Itulah ciri-ciri manusia yang paling kubenci. Membingungkan. Belum lagi kalau orang itu tidak tegas, tidak bisa ambil keputusan, sulit membuat pergerakan. Bukan kejutan kalau dia akan tersalip, terlupakan, terabaikan dan tidak lagi menarik perhatian. Dibilang pengecut pun bukan sesuatu yang kasar.
Dan, di sinilah aku, dari tempat dudukku memperhatikan Mirza yang sedang memonitor timnya. Pria yang cakap dalam pekerjaannya itu sesekali melirikku, melemparkan senyumnya. Kemudian aku membandingkannya dengan bagaimana dia bersikap pada rekan kerjanya, rekan kerjaku yang lain. Entahlah, aku masih harus memastikan kalau dia memang berniat baik untuk pendekatan denganku. Meskipun sejak awal Pak Wisnu bilang soal niatan Mirza yang minta dikenalkan, aku tidak bisa yakin begitu saja.
"Jadi gimana, Nis?" tanya Pak Wisnu di obrolan pagi kami usai briefing.
"Belum tahu, Pak. Lihat nanti."
"Sudah dewasa gini kan yang penting itu mapan dan tanggung jawab. Soal agama, saya nggak akan kenalin dia ke kamu kalau dia enggak menjadikan itu pegangannya. Untuk jadi imam, kepala rumah tangga."
Ceramah-ceramah singkat itu yang seringkali membuatku melihat Pak Wisnu seperti orangtuaku sendiri di luar. Tidak ada penekanan, paksaan. Pak Wisnu juga tidak nyinyir, tidak ada menyindir.
"Kenalan aja dulu," kata Pak Wisnu menutup pembicaraan kami.
Berhari-hari mengamatinya usai pertemuan kami di luar pekerjaan waktu itu, makan bersama, banyak mengobrol meski urusan pekerjaan, aku masih belum menemukan jawaban soal keputusanku untuk berkenalan lebih jauh dengannya. Mirza pun tidak mendesakku, dia melakukannya dengan santai, terbuka dengan pendapatku, apa yang aku inginkan. Semuanya mengalir begitu saja.
Sebelum menjalin hubungan dengan seseorang, mungkin orang-orang akan mencaritahu kelebihan orang tersebut untuk bisa menyukainya, lalu tanpa sadar berpikiran tentang apa yang akan didapatkannya, apa yang akan berkurang darinya jika bersama. Namun tidak dalam kasusku dengan Mirza. Dengan lelaki-lelaki sebelumnya yang katanya tertarik padaku, aku bisa langsung menyimpulkan aku menyukainya atau tidak. Menemukan sesuatu yang kelak akan merugikanku pun adalah hal mudah. Berbeda dengan Mirza, aku mencari kekurangannya. Selama mengamatinya aku masih belum menemukan sesuatu yang kupikir kelak akan menyulitkanku.
Semua yang Pak Wisnu bilang tentangnya memang benar adanya. Berhubung Mirza menanyakan CV taaruf yang akan digunakannya untuk mengenalku lebih jauh, aku juga sempat mengira kalau dia bukan tipikal yang mau mengajakku makan berdua atau mungkin mengantarkan aku pulang. Aku yang mulanya ogah-ogahan pun penasaran, sampai bertanya padanya, "Kamu nggak apa-apa kayak gini?"
"Kayak gini gimana?"
"Ya ... makan berdua atau di mobil cuma berdua sama saya, gitu?"
"Mudah-mudahan," katanya mengundang kebingunganku. "Mudah-mudahan nggak apa-apa. Saya masih mikir gimana cara yang efektif buat kenal kamu lebih dekat tanpa melanggar norma dan aturan agama."
Aku tidak bisa tidak tertawa mendengar penjelasannya itu. Tidak bermaksud meledeknya, hanya saja, aku sendiri pun cukup terkejut dengan pengakuannya.
"Saya nggak ada waktu buat pacaran, enggak mau juga. Tapi yang paling penting, saya juga nggak bisa buru-buru kayak orang yang pakai proses taaruf walaupun saya memang udah mau nikah. Bukan bermaksud mau melecehkan sistemnya, tapi ...."
Lagi-lagi aku tertawa sampai dia melihatku dengan alis menukik. "Enggak kenapa-napa. Saya kira awalnya kamu begini itu karena saya."
"Merasa bersalah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suarasa
Romance[Sekuel INSPIRASA] Pernahkah kamu membayangkan bagaimana orang-orang melanjutkan hidupnya sepeninggal insan terkasih yang tidak akan pernah kembali pulang? Mereka yang ditinggalkan anak yang paling dibanggakannya, yang menjadi patokan keberhasilan m...