Saat Minho membuka mata, dia melihat semuanya bernuansa putih. Tiba-tiba tangannya merasa basah dan berat. Pandangannya pun teralihkan ke sana.
"Apa aku sudah mati?" Tanyanya. Dia kemudian berusaha bangun dan duduk.
"Ini rumah sakit" kata Minho yang baru sadar. Di depannya terlihat seorang pria dengan pakaian pasien sama seperti dia tengah duduk sambil menunduk.
"Siapa dia?" Gumam Minho. Dia pun mengarahkan tangannya untuk memanggil pria itu.
"Permisi" kata Minho. Merasakan sentuhan itu, pria itu langsung bangun.
"Minho? Kau sudah sadar" kata pria itu tiba-tiba. Minho tersenyum, dia tidak mengira jika Chan akan mengikutinya sampai di sini.
"Chan baju mu berubah" kata si manis. Chan kemudian berusaha menyentuh wajah Minho. Minho benar-benar terkejut saat merasakan sentuhannya.
Chan mendekatkan wajahnya dan menatap wajah Minho dengan dekat.
"Minho ini nyata kan?" Tanya Chan. Pria manis itu mengangguk pelan. Chan tiba-tiba mendekatkan bibirnya pada bibir pria manis itu. Awalnya Minho syok tapi semakin lama dia pun menutup mata.
"Rupanya nyata" kata Chan setelah melepaskan ciumannya.
***
"Kapan kau akan melepaskan tangan ku?" Tanya Minho pada Chan. Kini mereka ada di atas ranjang rumah sakit yang berbeda tapi berdekatan.
"Apa boleh seperti ini ya?" Tanya Minho. Chan pun mengangguk.
"Aku yang memintanya langsung" katanya. Minho terkekeh mendengarnya, Chan itu benar-benar seperti anak kecil.
"Kau ternyata koma" kata Minho lagi. Pria Bang itu mengangguk dan berusaha mengingatnya.
"Iya aku juga baru sadar, aku mengingat semuanya saat aku bangun kemarin" kata Chan. Minho pun mengangguk dan tersenyum.
"Oh ya barang-barang ku" kata Minho yang ingat dengan rumahnya.
"Jangan pikirkan, biarkan saja di sana" kata Chan. Minho meneguk salivanya, mungkin saja mereka sudah membuang semua barang Minho.
"Jangan takut Minho, semua akan baik-baik saja" kata Chan lagi sambil mengusap punggung tangan Minho.
"Ayo makan yang banyak, aku ingin pipi mu berisi" kata Chan sambil menyentil pipi Minho. Pria manis itu terkekeh pelan, Chan benar-benar selalu menghiburnya.
Saat Minho makan tiba-tiba dia terdiam, dia tiba-tiba ingat dengan pria itu.
"Kau kenapa?" Tanya Chan.
"Kira-kira dia di mana ya?" Tanya Minho. Chan menghela napas dan mengusap bahu Minho.
"Dia sudah ada di tempat yang aman, lebih baik kau tidak mengingat dia lagi" kata Chan sambil mengusap rambut Minho dengan lembut.
"Kau benar" kata Minho lalu dia kembali makan dengan lahap.
Minho benar-benar tidak tahu mendapatkan uang dari mana untuk membayar rumah sakit. Apalagi dia dirawat di tempat VVIP.
"Kau kenapa?" Tanya Chan sambil memainkan ponselnya.
"Aku kan katanya sudah boleh pulang, aku bingung mendapat uang dari mana" katanya. Chan pun mengangguk pelan.
"Aku juga akan pulang" katanya. Minho pun mengangguk.
"Aku akan membayarnya kau jangan khawatir" kata Chan. Minho lalu menatap pria itu, mulut Chan terdengar cukup elite mengatakannya dengan ekspresi santai.
"Memangnya kau punya uang?" Tanya Minho. Chan mengangguk.
"Punya" katanya lalu kembali bermain ponsel. Benar-benar seperti anak kecil menurut Minho.
"Ya Sudahlah, mungkin aku pinjam uang mu dulu. Entah di mana aku akan tinggal setelah ini" kata Minho yang kembali pusing memikirkan dirinya.
"Minho rumah ku cukup besar dan sepi, apa kau mau tinggal di rumah ku?" Tanya Chan. Minho sebenarnya agak tidak enak tapi dia sama sekali belum punya uang untuk menyewa rumah atau kosan.
"Apa boleh?" Tanya Minho.
"Boleh, semuanya untuk mu" katanya. Minho jadi malu, mulut Chan memang tak bisa dikontrol.
Minho benar-benar terpaku melihat rumah besar itu. Apa benar Chan sekaya ini ?
"Kenapa kau diam? Ayo masuk" kata Chan sambil menggenggam tangannya. Minho benar-benar berbinar melihat isinya tak kalah mewah dari yang diluar.
"Minho kau tidur di samping kamar ku ya" kata Chan langsung membawa Minho ke lantai dua. Pria manis itu hanya mengekor ke mana pun Chan membawanya.
"Ini dia, semoga kau nyaman" kata Chan. Minho benar-benar terkejut, kamarnya sangat besar dan bagus.
"Apa tidak ada kamar lain?" Tanya Minho yang menjadi tidak enak.
"Kenapa?" Tanya Chan pada pria manis itu.
"Kamarnya terlalu besar" jawab Minho. Chan terkekeh pelan, dia lalu mengusap jari-jari mungil Minho.
"Atau kau mau tidur di kamar ku?" Tanyanya. Minho langsung menggeleng, padahal di serius bisa-bisanya Chan bercanda.
"Baiklah aku akan tidur di sini, terima kasih banyak Chan" kata Minho. Chan mengangguk dan mengusap rambut Minho.
Saat itu Minho ingin mandi, tapi jujur suasana rumah itu sangat berbeda dari rumah lamanya. Minho pun keluar dari sana untuk meminta bantuan pada Chan.
"Chan" panggil Minho.
"Iya aku di dapur" katanya. Minho kembali bingung, di mana dapurnya.
"Aku tidak tahu di mana dapur" kata Minho. Suara langkah kaki itu pun terdengar dari lantai bawah.
"Kenapa?" Tanya Chan dengan baju kaosnya.
"Aku ingin mandi tapi tidak tahu caranya menyalakan keran" kata Minho. Chan terkekeh dan memainkan pipi Minho.
"Ayo aku ajari" katanya. Minho mengangguk saat Chan mengajarinya menggunakan semua fasilitas kamar mandi itu.
"Baiklah terima kasih" kata Minho. Chan mengangguk dan mengusap rambut Minho dengan lembut.
"Ada lagi?" Tanya Chan.
"Hmmm aku belum mengambil baju ku, apa boleh aku pinjam pakaian mu. Yang bekas saja" kata Minho.
"Tentu" kata Chan.
TBC
Jangan lupa vote dan komen ya
KAMU SEDANG MEMBACA
INVISIBLE [BANGINHO] ✔️
FanfictionSemua hal yang tak bisa dilihat oleh orang lain, namun Minho dapat melihatnya. Warning !! -Bxb -mpreg -kekerasan