Bagian 5: Rara

1 1 0
                                    

Pagi buta.

Tak pandang langit yang masih gelap, Mutiara memerintahkan sesuatu kepada seorang babu laki-laki, babu itu lekas pergi setelah menerima perintah.

Di saat para pedagang di pasar baru saja membersihkan lapak, sang babu telah berkeliling mencari alamat.

“Anak muda.”

Dengan suara seraknya, seorang pria misterius mengenakan jubah kuning gading memanggil sang babu.

“Ada apa gerangan kisanak kelayapan kala pasar belum siap buka seperti ini?”

“Majikanku menyuruh untuk mencari dukun penyakit.”

“Majikan? Apa dia orang berkedudukan tinggi.”

“Betul, beliau adalah Permaisuri Raja.”

Pria misterius itu menoleh sesaat ke mana istana kerajaan terletak, lalu kembali melanjut pertanyaannya.

“Aku adalah dukun yang kisanak cari.”

Mendengar pengakuan pria itu, sang babu memandanginya dengan curiga.

“… Kau tidak terlihat seperti dari kalangan bangsawan. Para dukun biasanya berasal dari kalangan bangsawan. Aku lebih baik lanjut mencari jalan mana rumah dukun unggulan adipati berada.”

Pria itu mengulur tangannya keluar dari jubahnya, menunjukkan lengannya yang dapat berubah dari warna kulit kuning ke biru kehijauan, sang babu yang menyaksikannya pun terkejut kagum.

“Aku adalah dukun sungguhan.”

Usai terkagum, sang babu melanjut perkataannya.

“Tapi majikanku tak ingin membuat Gusti Prabu cemas, karena itu aku tak bisa mengajakmu ke istana.”

“Tak masalah, mari ke tempatku.”

“Kita sampai.”

Sungai yang tak jauh dari ibukota.

Di pinggir sungai terdapat sebuah pondok kecil, dikatakan bahwa pondok tersebut adalah tempat sang dukun.

“Mengapa di tempat sejauh ini?” Sang babu bertanya.

“Aku adalah dukun dari tempat jauh, aku berkelana demi memperoleh lebih banyak ilmu. Aku membangun pondok di pinggir sungai ini karena aku belum siap untuk berbaur di masyarakat kalian, lagipula sungai adalah sumber berbagai kebutuhan, seperti ikan untuk dimakan atau air untuk membersihkan.”

Sebuah jawaban yang cukup berwawasan, itu membuat sang babu lagi-lagi terkagum pada sang dukun.

“Jadi, apa perintah majikanmu sampai membutuhkan seorang dukun?”

“Raden Ayu, putri Gusti Prabu katanya memiliki penyakit. Gusti Prabu sendiri belum mengetahui perihal ini, untuk saat ini hanya Gusti Kanjeng Ratu dan aku seorang yang mengetahuinya.”

Seiring percakapan, sang dukun memberikan kursi kecil kepada sang babu dan dipersilahkan untuk duduk.

“Mhm. Ciri-ciri penyakitnya?”

“Kulitnya berwarna putih dan tebal, ia tidak merasakan apapun jika wilayah itu diraba.”

“Bagian mana?”

“Sekitar sini.” Sang babu menunjuk bawah samping lehernya sendiri.

“Apa dia pernah bersentuhan dengan seseorang?”

“Tidak tau, tapi selama pengamatanku sangat jarang.”

“Yang belakangan ini, pernah bersentuhan dengan siapa saja?”

Nyai Rara KidulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang