Istana.
Kandita tiba larut malam, dan masih mendapati Sang Raja di beranda duduk memandangi langit malam sembari sesekali meneguk secawan tuak.
“… Gusti Prabu?”
Sang Raja terpanggil, menoleh dan menemui Kandita yang membawa sekeranjang penuh ikan kering.
“Oh, kau sudah pulang. Apa yang kau bawa itu?”
“Ikan kering, ada nelayan yang mendatangi desa itu dan memberikan ini sebagai oleh-oleh dari pantai.”
“Mhm, itu berarti kita akan sarapan ikan besok. Aku harap babu masak kita tau cara menyajikan makanan laut.”
Kandita masih berdiri diam, terheran oleh alasan apa Sang Raja masih terjaga dari tidurnya di larut malam ini.
“… Kandita, kemarilah.”
Sang Raja menepuk kursi di sampingnya, Kandita menaruh keranjang ikannya lalu datang duduk di kursi itu.
“Bagaimana dengan kegiatan surveinya?”
“Semuanya berjalan dengan baik, saya yakin pasar akan semakin ramai saat pangan yang telah kami survei mulai dijual.”
“Hmm, syukurlah surveinya lancar. Apa kau mendapatkan pangan untuk kita?”
“Iya, para pengawal yang membawanya.”
“Kerja yang bagus.”
“Terima kasih, Gusti Prabu.”
Untuk sesaat, percakapan terjeda seiring Sang Raja memandangi langit malam.
“Bagaimana menurutmu dengan langit malam ini?”
Kandita ikut memandangi langit setelah pertanyaan itu, mendapati panorama langit malam berhias kerlip bintang-bintang dan bentangan bima sakti serta sinar rembulan yang menerangi langit malam, tak jauh indahnya dari yang telah dilihatnya tadi tetapi pula tak berhenti membuat Kandita untuk tetap kagum.
“… Cantik~”
“Begitu, ya ….”
Dari mata Sang Raja, ia hanya melihat sebagian dari bintang-bintang di langit dan yang paling terang terlihat hanyalah bulan, awan tipis menutupi langit membuat langit malam tak terlihat elok.
“Begitukah. Sungguh cantik ….”
Sang Raja memandangi bagaimana Kandita bereaksi terhadap keindahan langit yang dilihat melalui matanya, memberikan tatapan sayu nan berbinar hidup, kemudian memerhatikan parasnya berkilau indah.
Sang Raja ingin mengangkat bibirnya, ingin memuji Kandita yang secantik mendiang ibunya, tetapi ia menahannya karena itu hanya akan membuat perasaan rindu Kandita semakin pedih.
“Kau boleh pergi tidur.”
“Baik. Bagaimana dengan Gusti Prabu?”
“Aku masih ada sedikit lagi untuk diminum.”
“Mohon jaga kesehatan tubuh Anda dengan baik, Gusti Prabu.”
Setelah percakapan itu, Kandita beranjak dari kursinya.
“Kandita.”
“Ya. Ada apa, Gusti Prabu?”
Baru saja ingin berpindah ruangan, Kandita menghentikan langkahnya terpanggil oleh Sang Raja.
“… Lain kali, panggil saja aku Abah.”
✵
“Wow~ Ini ikan~?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyai Rara Kidul
Ficción históricaᮑᮤ ᮛᮛ ᮊᮤᮓᮥᮜ᮪ Penulis: JoeTIC Ilustrator: JoeTIC ⚠️English available⚠️ Kandita, seorang gadis dengan kulit cerah mempesona, putri tunggal dari Raja Munding Wangi, pemimpin Kerajaan Galuh. Walaupun kecantikannya melimpah, Kandita tidak mewarisi takhta...