“Ooh, kau sudah bangun, ya. Aku membawakan makanan.”
Seorang kakek datang membawakan semangkuk makanan dan segelas teh, Kandita mencoba mengangkat badannya ke posisi duduk walaupun kesulitan karena lukanya.
“Oh, oh ,oh! Tahan di situ, aku akan membantumu.”
Sang kakek menaruh mangkuk makanan dan gelas tehnya ke meja lalu membantu Kandita bangun.
“Masih sakit, ya? Ingin kusuapkan?”
“T-Tidak, aku baik-baik saja.”
“Ahah, begitu, ya. Ini, hati-hati. Pelan-pelan saja makannya, ya.”
Sang kakek menyodorkan mangkuk makanan itu, terlihat sup sagu tapi berwarna jernih. Untuk pertama kalinya Kandita mendapati makanan seperti ini, dia ragu untuk menyantapnya karena tak tau itu terbuat dari apa.
Sang kakek menyadari keraguan Kandita, ia tersenyum lucu sebelum memberitahukannya.
“Hehe, kau tau ini makanan apa?”
“… Tidak.”
“Sarang burung walet, dari gua kecil dekat bibir pantai. Ini adalah yang kami para nelayan makan saat hasil tangkapan hanya sedikit dan jika cuaca sedang buruk. Makanlah, rasanya manis loh~”
Kandita menyendok sedikit kuahnya lalu menyeruputnya, rasanya tawar dan sedikit asin. Lalu menyauk sarang waletnya, tekstur yang lembut dan kenyal, rasanya manis dan berpadu lezat dengan kaldu asinnya.
Untuk pertama kalinya Kandita merasakan makanan seperti ini, seperti kenyalnya kue ongol-ongol tetapi lebih lembut dan unik, nyaman dikunyah karena tidak berserat.
Melihat Kandita menyantap makanannya dengan senang, sang kakek tersenyum sebelum beranjak dari ruangan.
“Taruh saja di meja kalau sudah selesai. Aku akan menyiapkan perahuku, kau istirahat saja lebih banyak.”
“Baik, terima kasih.”
“Aku tidak tau apa yang terjadi padamu, tapi aku rasa kondisimu akan membaik dalam sehari, soalnya lukanya tidak terlalu dalam.”
Kandita dibuat heran oleh ucapan sang kakek seiring keluarnya dari ruangan, karena ia yakin telah tertusuk tembus pada perut sebelah kirinya, itu sudah pasti tidak bisa dibilang luka yang tidak terlalu dalam.
Kandita menjeda makanannya sesaat, membuka balutan selendangnya, melihat luka tusuk di perutnya sudah mengecil, meraba luka tembusan di belakang perutnya tetapi sudah tertutup dan mengering.
Itu menimbulkan pertanyaan, sudah berapa lama Kandita tak sadarkan diri.
Sehabis makan.
Sembari menyeruput teh, Kandita dengan tak sengaja merasakan emosi dari sang kakek. Kandita melihat sebagian ingatan dari sang kakek, tentang putranya yang sudah menikah dan pergi ke kota untuk berdagang, mereka juga mempunyai seorang anak usia remaja yang menjadikannya cucu sang kakek, yang tinggal bersama sang kakek dan saat ini mengurus ayam ternak di rumah.
Kandita berhenti pada ampas tehnya, pula menyadari bahwa kemampuannya mendengar batin orang lain saat ini entah karena tak terkendali atau tengah berkembang.
Dan juga, Kandita baru menyadari bahwa ia saat ini sedang berada di pondok nelayan sang kakek, bukan rumahnya.
“Eh? Siapa? Ah-!”
*Brak!*
Tiba-tiba saja mendengar suara sang kakek dan hantaman keras ke dinding, itu membuat Kandita kaget dan khawatir.
Kandita merasa harus memeriksa apa yang terjadi pada sang kakek, dia lalu turun dari ranjang dengan hati-hati dan berjalan sambil berpegangan pada dinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyai Rara Kidul
Ficção Históricaᮑᮤ ᮛᮛ ᮊᮤᮓᮥᮜ᮪ Penulis: JoeTIC Ilustrator: JoeTIC ⚠️English available⚠️ Kandita, seorang gadis dengan kulit cerah mempesona, putri tunggal dari Raja Munding Wangi, pemimpin Kerajaan Galuh. Walaupun kecantikannya melimpah, Kandita tidak mewarisi takhta...