Bagian 6: Kidul

5 2 0
                                    

Pagi hari.

“Ayu Kandita, sudah pagi.”

Seorang babu perempuan baru saja memasuki kamar Kandita akan membangunkannya, terhenti sesaat mencium bau amis menyengat, membuatnya harus menutup hidungnya.

“Ayu Kandita? …?!”

Babu itu melihat Kandita yang menyelimuti dirinya dengan tak nyaman, mendekati ranjangnya, terkejut menyadari kondisi rupa Kandita yang memburuk.

Setelah melaporkan kondisi Kandita, Sang Raja dan Mutiara lekas menuju ke kamar Kandita.

“Aah …! Apa yang terjadi kepadamu, Kandita putriku?”

“Gusti Prabu, mohon jangan menyentuhnya.”

Sang Raja ingin mendekati Kandita memberikannya pegangan hangat, tetapi seorang babu memperingatinya untuk tak menyentuhnya.

Mutiara menutup hidungnya tak tahan dengan bau amis, menyaksikan kondisi Kandita yang lemah kesadaran karena terus merasa kesakitan sepanjang malam tanpa istirahat.

Mutiara sangat kaget saat mendengar kondisi Kandita yang memburuk, risau bila yang membuat Kandita menjadi demikian disebabkan oleh obat yang telah diberikannya kemarin.

“Segera panggil para tabib!”

“““Baik!”””

Sang Raja memerintahkan para babu untuk memanggil para tabib, berharap mereka mengetahui penyakit apa yang telah diderita oleh Kandita dan cara menyembuhkannya.

“Kumohon … jangan putriku.”

Sembari bergumam, Sang Raja menyapu air matanya, dan dengan ironis menjepit hidungnya karena bau amis yang menyengat.

“Para tabib telah tiba!”

Saat memasuki kamar Kandita, para tabib itu langsung menutup hidung karena bau amis menyengat, mengharuskan mereka mengikat kain menutupi setengah wajah mereka.

“Kami memohon untuk yang lainnya keluar dari ruangan ini. Ada kemungkinan yang diderita Raden Ayu adalah penyakit menular.”

Para babu dan Mutiara pun keluar dari kamar Kandita, tinggal Sang Raja hingga para tabib juga memperingatkannya.

“Gusti Prabu, Anda juga harus keluar.”

Dengan berat hati, Sang Raja merasa berat pula membuat langkah kaki.

“Gusti Prabu, kami mengerti bahwa Kanjeng Ayu adalah putri kesayangan Anda, tetapi mohon untuk tak melupakan bahwa Anda adalah pemimpin keraton ini, kehadiran Anda yang sehat bugar dibutuhkan oleh rakyat.”

Setelah diberikan perkataan itu oleh seorang tabib, Sang Raja pun dengan tak sudi melangkah keluar dari kamar Kandita.

“… Cemas—”

Mendengar suara Kandita yang lirih, langkah Sang Raja terhenti sementara dan membalik badan melihatnya.

“… Tak perlu cemaskan saya … G-Gusti Prabu ….”

Kandita memberikan senyum yang sangat lemah, itu tak bisa membuat Sang Raja lega setelah mendengarkannya.

Sang raja berbalik mengerut dahi, keluar dari kamar Kandita.

“Kanjeng Ayu, apa Anda sanggup memberikan beberapa penjelasan tentang kondisi Anda?” Seorang tabib bertanya.

Kandita bergerak, mencoba untuk membangunkan dirinya ke posisi duduk, dengan sedikit memekik sakit ia tetap memaksa dirinya untuk terlihat mampu bergerak.

“T-Tidak apa-apa, saya sanggup.”

Kandita telah terbiasa dengan rasa sakit yang dideritanya, walaupun tenaganya tak sekuat dirinya sebelumnya.

Nyai Rara KidulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang