Bagian 15: Tuan Putri dari Selatan

5 1 0
                                    

“Dahulu kala, Amma menciptakan makhluk hidup paling pertama. Makhluk itu disebut Nommo, ia hidup di bumi nan ada daratan dan perairan.

Nommo membelah diri menjadi 4 pasang kembaran, dan mereka memulai hidup masing-masing. Hingga salah satu dari mereka memberontak, mengacaukan tatanan alam yang diciptakan oleh Amma.

Amma mengorbankan salah satu dari anak-anak Nommo, mereka yang hidup di bumi yang disebut Emme Ya, berputar pada bintang kembar antara Sigu Tolo dan Po Tolo. Mereka diasingkan dari habitat mereka sendiri, dicerai-beraikan jasmani mereka ke penjuru jagat raya. Yang jatuh ke darat dibangunkan mandir oleh mereka yang berpikir, yang jatuh ke lautan dimakan oleh ikan-ikan.

Namun, ada kisah yang diambil dari sudut pandang berbeda sejak mereka tercerai-berai.

Anak-anak Nommo terasingkan dari habitatnya, dari bintang merah yang kini redup berkemul bayangan, tak terlihat lagi di antara bintang kembar tersebut. Mereka tiba dengan bahtera di bumi ini, di tanah kering yang para penghuninya sebut sebagai Alkebulan, Nommo yang membawa air dari habitat mereka disangka oleh penghuni Alkebulan sebagai rahmat bagi tanah kering mereka.

Nommo berbelas kasih kepada mereka, kotor dan kurus, mengizinkan mereka untuk meminum air dan memakan potongan jasmani mereka, yang pertama memakannya menjadi pemangku dari yang lainnya, menamai suku mereka sebagai Suku Dogon.

Dengan demikian, manusia semestinya mengagungkan kedudukan bangsa nommo, menyembah mereka dan memberikan mereka segala yang dimiliki oleh manusia—Demikian pula nyawa mereka yang bergantung pada potongan jasad leluhur kita.”

Yang bercerita adalah Vardhi, dengan santai dan bangga duduk di hadapan para prajuritnya—

Duduk di atas tumpukan mayat prajurit kerajaan.

“Manusia semestinya sadar akan kedudukan rendah mereka.”

Vardhi berdiri, berbalik ke arah sang jenderal yang masih hidup tetapi terluka berat.

“Pergilah, manusia. Sampaikan kepada raja-rajamu bahwa bangsa nommo adalah dewa kalian! Takut dan tunduklah kepada kami! Persembahkanlah segala yang kalian miliki kepada kami!”

Sang jenderal, dengan berat hati menjatuhkan harga dirinya, berlari lintang pukang kembali menuju kerajaan dengan rasa takut.

“Nah, ayo kembali~”

Vardhi dan prajuritnya pergi dari hutan itu, kembali ke pantai.

Di tepi pantai, hadir sesosok Kandita menunggu Vardhi.

“Yaa, Kandita! Maaf membuatmu menunggu~”

Hentakan bising terdengar dari pondok nelayan, Vardhi mendapati atapnya yang rusak seperti ada sesuatu yang telah menghantamnya, sesuatu itu kemudian mendarat tak jauh dari Kandita, yang adalah sesosok Sasandoro.

Kandita dan Sasandoro memandang masam Vardhi, menyimpulkan bahwa akal bulus Vardhi telah diketahui oleh mereka.

“Ahah~ Itu dari kemampuan Kandita, ya? Yang mendengar pikiranku.”

Vardhi memajukan lembingnya, bersiaga bila mereka berdua menyerangnya.

“Pikiran, perasaan, ingatan. Aku bisa menyaksikan semua itu darimu, Vardhi. Aku pikir kau adalah orang yang baik … ternyata kau telah menyiapkan panggung untuk kami bertikai satu sama lain.”

“Tapi, hei, aku yang membantumu membangkitkan kekuasaanmu, bukan~? Kau mestinya berterima kasih kepadaku~”

“Kaulah yang memberikan obat itu kepadaku. Kau adalah dukun di balik penyebab pengasinganku.”

“Yahh, itu semua berkat ikan yang kalian makan, dari batin Sang Raja aku tau kau adalah putri Nommo primordial! Aku melemahkan batin kalian, itu memberiku kesempatan untuk menyusup ke kerajaan~”

Nyai Rara KidulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang