⌗Dear Lee.23 [END]

2.6K 117 12
                                    

Angin musim semi berhembus menerbangkan kelopak sakura di sepanjang jalanan yang lenggang tanpa ada keributan yang berasal dari kendaraan yang berlalu-lalang.

Tahun baru, hari baru, hidup baru, dan kisah baru. Waktu berlalu, luka sembuh, kenangan baru terukir. Di samping kehidupan, ada pula kematian. Mereka yang di tinggal pergi harus merelakan, sedangkan mereka yang menyambut kelahiran merayakannya. Begitulah dunia berjalan seperti biasanya; tidak adil dan tanpa belas kasih bagi sebagian manusia.

Renjun tahu lebih banyak tentang penyesalan dan kehilangan, mungkin... karena dia tidak asing dengan itu dan lebih banyak merasakannya di bandingkan orang lain? Apapun alasannya tidak penting. Karena tidak peduli apa yang dia rasakan, kehancuran yang menimpanya, semuanya harus berlalu. Renjun tidak akan membiarkan beban itu membunuhnya dalam kesedihan, menyeretnya dalam penyesalan, tidak, hanya karena alasan dia masih hidup, dan perlu melanjutkan hidupnya.

Jadi ketika dia berdiri di sini, di depan batu nisan milik sosok yang pernah hidup di dalam hatinya, dia tidak menangis ─tidak lagi. Dia sudah menangisinya selama dua hari penuh sejak kematiannya dan setelah upacara pemakaman. Bunga krisan putih yang dia bawa di letakkan pada ohana (tempat untuk menaruh bunga), memejamkan kedua matanya kemudian berdoa.

Di tengah ketenangannya dalam berdoa, dia terusik dengan kehadiran seseorang yang kini berdiri di sampingnya ─tapi tidak cukup untuk membuat Renjun sampai membuka matanya. Setelah dia selesai berdoa, Renjun menoleh pada orang yang berdiri di sampingnya yang kini masih setia memejamkan matanya, berdoa.

Ketika mata itu terbuka, kedua mata mereka berdua di susul dengan sebuah senyuman tipis milik sosok yang lebih tinggi darinya. "Aku kira kau tidak ingin menyapanya." Renjun membuka suaranya ketika mereka terlibat dalam kontak mata yang cukup serius.

Dia terkekeh, memandangi huruf kanji yang tertulis dalam batu nisan di depannya, "Kenapa aku harus bertindak kekanakan seperti itu? Lagipula bukan aku yang membencinya, melainkan dia yang membenciku." Renjun tiba-tiba merenung setelah mendengarnya.

"Benar."

Ketika dia menunduk, sebuah tangan meraih tangannya dan menggenggamnya. Dia mendongak untuk menatap sosok yang berdiri di sampingnya dan beralih pada batu nisan di depan mereka. "Kalau begitu, kita pamit. Berbahagialah di sana, aku... tidak akan menyia-nyiakan kesempatan terakhir yang sudah kau berikan padaku. Terimakasih, karena telah meninggalkan Renjun untukku─" tangannya serasa di remas, dan dia tahu jika Renjunlah pelakunya.

"Kami berjanji akan bahagia." kata-kata terakhir sebelum dia tersenyum dan melirik ke arah Renjun yang kini menundukkan kepalanya menatap tanah yang ada di bawahnya.

"Renjun─" panggilnya. Pemuda Aries itu mendongak sebelum mengambil napas panjang dan memandang lurus ke arah batu nisan itu.

"Terimakasih, atas semua kebahagiaan yang sudah kau berikan kepadaku sampai saat ini. Jaemin, aku... akan menjaga matamu dengan sangat baik. Lihatlah dari atas sana bagaimana aku akan bahagia, untukmu, untukku, untuk kita─" menjeda ucapannya, Renjun menoleh pada sosok pria yang kini berdiri di sampingnya dengan senyuman, "bersama dengan Jeno."

Di sampingnya, Jeno melepaskan genggaman tangan mereka dan merangkul bahu Renjun, menariknya lebih dekat pada tubuhnya. "Kami pamit." Jeno tersenyum sekali lagi, dan membawa Renjun pergi dari area pemakaman.

"Mau menyapa Winter sebelum pergi?" tanya Jeno ketika mereka dalam perjalanan menuju stasiun. Tangannya masih setia merangkul bahu Renjun.

"Kurasa... bukan ide yang buruk." Renjun tampak ragu, tapi akhirnya menyetujui ide yang di berikan oleh Jeno. Bagaimanapun Winter sudah menjadi seperti adiknya sendiri sekarang, dan tentunya dia tidak akan melupakan kebaikan gadis itu yang telah merawatnya saat dia kehilangan penglihatannya.








































[四]Dear Lee | Noren ft.Jaemin✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang