Haloo sebelumnya aku ucapin terima kasih yang masih setia menunggu cerita ini. Banyak kejadian yang menimpa aku beberapa bulan ini. Dari ayah yang akhirnya nikah lagi, terus aku yang putus sama cowokku, ga ketrima kerja juga, belum lagi aku kena writer's block dan juga ngerasa kurang pede juga sama tulisan sendiri, takut juga kalau udah ga ada yang minat baca, jadi ya begitulah. Aku mutusin nulis lagi semampuku dan pengen banget nyelesaiin cerita ini, jadi ya semoga kalian engga kecewa sama hasilnya yaaa. Jangan lupa juga tinggalin jejak biar aku semangat nulisnya😁😁😁😁
HAPPY READING!
____
Jeno kembali ke rumahnya lebih awal dari yang seharusnya. Ketika kakinya hendak melangkah ke lantai dua -tempat dimana kamarnya berada- sang ibu yang baru saja selesai mengerjakan tugas rumahnya, memanggil putra bungsunya.
Jeno yang berada di tengah-tengah anak tangga berhenti, menoleh pada sang ibu yang berdiri tepat di bawah tangga, menatapnya dari bawah sambil mengapit sebuah keranjang cucian kosong di lengannya.
"Kau pulang lebih awal?" tanya sang Taeyong yang di jawab anggukan kepala oleh Jeno.
"Aku merasa sedikit kurang enak badan dan meminta izin pada seniorku untuk absen berlatih." jelas Jeno pada sang momma.
"Begitu, perlu momma siapkan teh gingseng untukmu?" tawar Taeyong yang tampak khawatir pada putranya.
Jeno menggeleng sebagai jawaban, menolak tawaran sang momma dan mengatakan jika dia hanya perlu istirahat sebentar. Taeyong tersenyum dan mengangguk, mengerti jika putranya membutuhkan waktu sendiri. Melihat punggung Jeno yang perlahan menjauh dari penglihatannya, Taeyong menghela napasnya panjang 'ah ternyata masalah percintaan.' batinnya lalu pergi ke halaman belakang rumah untuk mengembalikkan keranjang cuci yang ada di tangannya.
Jeno mengunci pintu kamarnya dari dalam, membuang tasnya asal dan melempar tubuhnya ke atas ranjang cukup keras hingga menimbulkan bunyi gaduh. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamarnya yang putih polos. Ia menghela napas berat, merogoh saku celananya dan mengambil secarik kertas yang di berikan Renjun sebelum mereka berpisah.
Di pandangnya beberapa lembar kertas di tangannya lama, haruskah Jeno membacanya? Ia berpikir jika mungkin setelah ini dia dan Renjun tidak akan berhubungan lagi, meskipun sebelum pemuda Aries itu pergi dia mengatakan jika akan mengirim email kepada Jeno. Untuk kedua kalinya Jeno menghela napas berat dan melempar lipatan kertas itu ke lantai kamarnya. Persetan dengan surat Renjun, Jeno benar-benar merasakan pening di kepalanya dan memutuskan untuk memejamkan matanya dan berlabuh ke pulau mimpinya.
Berbeda dengan Jeno, Haechan masih setia menangis sambil meneriakki orang-orang yang saat ini ada di hadapannya. Mark sebagai kekasihnya hanya bisa mengusap punggung Haechan dan memintanya untuk tenang selagi Chenle dan Jisung menjelaskan tentang kepergian Renjun.
"...jadi begitulah, Renjun ge benar-benar terdesak dan harus segera pergi karna kondisi mamanya yang terus memburuk belakangan ini. Aku tahu Hyung pasti mengharapkan perpisahan secara langsung dengan Renjun ge, tapi tolong mengertilah kondisinya saat ini. Dia juga merasa sangat menyesal karna tidak bisa berpamitan secara langsung pada Hyung dan juga Mark hyung." jelas Chenle ketika Haechan mulai tenang.
Mendengar semuanya, Haechan terdiam. Benar, seharusnya dia tidak se-egois itu meminta Renjun untuk berpamitan langsung padanya, lagi pula salah dirinya juga karena mengira jika masih ada waktu hingga besok untuk mengucapkan salam perpisahan pada Renjun
KAMU SEDANG MEMBACA
[四]Dear Lee | Noren ft.Jaemin✔
FanfictionHanya mengenai Huang Renjun yang menyukai Lee Jeno, seseorang yang berjuang mendapatkan cinta pemuda lain. WARN⚠ 📎 Content Boys Love 📎 Alternative Universe 📎 Fantasy 📎 Out of Character 📎 Typo(s) 📎 Etc.