[Sabtu, 19 November 2022]
"Itu anggota Harmoni! Iya itu! Demi apabisa lihat lebih deket?!"
"Pengisi acara barusan? Eh, sapa dong, sapa."
"Minta foto bisa nggak sih? Iya kan itu yang tadi main gitar paling depan. Aslinya senyumnya manis banget ya!"
Nina yang sudah menunggu kurang lebih 10 menit di sekitar loket utama, reflek melepas earphone yang terpasang di telinga. Riuh orang-orang yang saling berujar membuat atensinya teralihkan untuk mencari tahu sumber keramaian itu. Banyak yang berlalu-lalang menuju satu titik yang sama. Saat itulah pandangan Nina tertuju pada seseorang yang parasnya mempesona dan menarik perhatiannya. Seseorang itu melambaikan tangan pada Nina seraya memberi isyarat untuk menghampiri ke tempatnya. Gama membantu Nina untuk melewati pintu masuk aula tanpa melepaskan pandangan.
Eksistensi Harmoni setiap kali mengisi acara festival, selalu menarik minat pengunjung karena musik mereka yang sangat digemari oleh kalangan anak-anak muda. Terlebih juga karena Harmoni sering mengisi corner musik di Daydream Radio untuk mempromosikan musik mereka lebih luas lagi. Pada kesempatan kali ini, sorak kekaguman untuk Gama dari beberapa pengunjung tidak ada habisnya. Gama sangat berterima kasih untuk kedatangan orang-orang yang sudah memberi dukungan untuknya dan Harmoni. Lalu setelahnya Gama berpamitan dengan tak hentinya memberikan salam berpamitan.
Gama menghampiri Nina yang keberadaannya tidak jauh dari pintu masuk aula. Ia sedang menonton penampilan grup musik yang mengisi acara festival meski dari kejauhan. "Ayo ke tempat Nino sama yang lainnya."
Nina menoleh ke arah Gama. "Oh. Udah say hi-nya?"
"Yah, jadi nungguin kan?"
Nina hanya tersenyum. Ia memperhatikan Gama secara rinci dari atas kepala sampai ujung kaki. Kembali lagi perhatian Nina terusik pada bagian atas kepala Gama.
"Kenapa?" tanya Gama yang merasa ingin tahu.
Nina mendekat dan berdiri tepat di hadapan Gama. Kedua tangannya mencoba merapihkan rambut Gama yang terlihat berantakan. Sedikit menyibak bagian rambut yang acak di bagian dahi. Tinggi badan keduanya tidak banyak selisih, namun Gama dengan sengaja sedikit menurunkan posisi dirinya untuk menyesuaikan Nina. Arah pandang Gama acak, sebab tidak mungkin ia sanggup untuk menatap Nina yang terlalu dekat seperti saat ini. "Udah."
Gama kembali memposisikan berdirinya. Berusaha sebisanya agar tidak membuat kecanggungan dengan Nina. Perempuan di hadapannya masih memperhatikan bagian rambut hasil dari tatanannya. Lalu Nina melabuhkan pandangannya pada Gama.
"Tangan gue bersih ya! Gue selalu bawa hand sanitizer," gerutu Nina.
"Mana?"
"Apanya?" tanya Nina kembali.
"Hand sanitizer-nya."
Nina langsung saja meraih sebuah botol kecil yang berisi hand sanitizer dari dalam tas slempangnya. Ia memberikan botol kecil tersebut pada Gama. Nina yang mengira Gama sedang membutuhkan hand sanitizer itu untuk dirinya sendiri, kini justru Gama meminta Nina menengadahkan kedua tangannya. Gama menuangkan isi dari hand sanitizer tersebut sedikit demi sedikit pada telapak tangan Nina.
"Bersihin lagi tangan lo. Rambut gue kan keringetan."
Nina sontak tertawa sebab hal tersebut tidak terpikirkan oleh dirinya. Fokus Nina hanyalah menata rambut Gama agar kembali rapih. Menurut Nina, dengan Gama selalu menunjukan kerpibadian yang ramah dan rapih, siapapun akan memberi kesan baik kepada Gama yang merupakan seorang anggota Harmoni. Nina mengusap hand sanitizer tersebut pada permukaan tangannya sesuai dengan permintaan dari Gama.
Kini keduanya berjalan bersama beriringan diselingi bercanda. Sekilas Gama memperhatikan betapa mempesonanya Nina dengan senyum yang tak lepas. Semenjak saat itu, Gama tahu kalau Nina sering tersenyum untuk mengalihkan salah tingkahnya kala berada di dekat Gama. Hanya berjalan berdua seperti sekarang, Gama merasa sangat bahagia dan nyaman. Hanya berada sedekat ini, Nina selalu mencoba untuk mengukur diri kepada Gama. Apakah keduanya akan baik-baik saja jika ada peraduan perasaan di kemudian hari?
"Mau ke mana?" tanya Nina pada Nino. Ia memperhatikan Nino dengan teliti dan menghirup aroma minyak wangi yang terkesan maskulin. Keduanya bertemu di ruang TV ketika Nina sedang makan malam seorang diri. Melihat Nino yang nampak rapih, dipastikan ia akan pergi ke suatu tempat yang tidak mungkin dalam waktu sebentar. Tidak mungkin juga Nino pergi ke rumah teman-temannya dengan bergaya seperti seorang yang akan pergi berkencan.
"Gue pulang malem. Nanti dikunci aja pintunya. Kalau lo udah tidur, gue numpang di rumah Dio."
Nina menggeleng. "Pulang ke rumah. Gue tungguin. Gue nggak bakal ngomel."
"Ya nanti gue kabarin kalau udah otw pulang. Diusahain nggak sampe jam 12."
Nina mengangguk sebagai tanda mengerti. "Btw, lo pergi sama temen-temen?"
"Nggak. Mereka lagi pada nobar drama di rumah Dio."
"Semua?"
"Iya paling. Gue nggak tau. Lo nyari Gama?" tanya Nino jitu.
"Nggak kok. Ya udah pergi sana."
Nino lantas pergi sembari masih meledek Nina. "Nanti kalau anaknya ada di sana, gue suruh nemenin lo di sini."
"Nggak lucu. Pergi sana!"
Lalu Nino benar-benar pergi sebelum Nina semakin jengkel. Bukan tanpa alasan Nina bertanya tentang hal yang menjurus terkait Gama. Laki-laki itu belum membalas pesan Nina sejak semalam. Nina masih tidak enak hati jika Gama menjadi salah paham akibat kesalahannya mengirim pesan. Nina benar-benar tidak sadar jika ia telah salah mengetik dan Gama tidak membalas lagi setelahnya. Bahkan panggilan telfon dari Nina pun tidak dijawab oleh Gama.
'Coba telfon lagi, gimana? Tapi kata Nino, mereka lagi kumpul di rumah Dio.'
Malam ini berakhir dengan Nina yang mengurungkan niatnya untuk menghubungi Gama. Ia akan mencari waktu yang tepat untuk menjalin komunikasi kembali. Meski Nina masih mengadu asumsi di kepalanya, ia akan membiarkan situasi tenang terlebih dahulu. Entah kapan waktu itu akan datang.
'Mungkin dia capek. Itu kan penampilan pertama mereka di depan publik. Udah, dibawa santai aja deh.'