5. Bimbang

23 3 0
                                    

[Sabtu, 26 November 2022]

Nino sengaja menunggu kakaknya untuk makan siang bersama. Seharian ini Nina belum keluar kamar, dan menunjukkan pergerakan apa-apa di dalam sana. Sedari jam sepuluh pagi, Nino yang mencoba untuk memanggil dari luar kamar hanya mendapatkan suara Nina yang bergumam. Terdengar kantuknya yang masih lekat. Nino ingin coba menelfon, akan tetapi percuma sebab ponsel Nina berada di meja ruang TV. Kalau sudah seperti ini, Nino memaklumi kondisi Nina yang sangat kelelahan karena bekerja.

Ponsel Nino berdering. Ada panggilan masuk yang diketahui itu adalah panggilan telfon dari Gama. Lalu Nino pergi ke dapur sembari menjawab panggilan.

Hanya beberapa menit saja percakapan itu berlangsung. Nino mencoba mengetuk kamar Nina kembali. Berusaha untuk memeriksa keadaan. "Nina? Udah jam 2 siang, lo nggak laper? Gue laper nih."

"Hm."

Lagi, Nina hanya membalas dengan bergumam.

"Makan dulu. Sate semalem belum lo makan nih. Lo nggak menghargai gue yang udah antri sate ayam kesukaan lo?"

Nina perlahan membuka pintu kamar. Dengan wajahnya yang lusuh dan sangat jelas kalau ia belum sepenuhnya terbangun, ia melenggang menuju sofa ruang TV. Merebahkan dirinya di sana dan kembali meneruskan lelapnya yang tersisa. Setidaknya Nino sudah melihat wujud kakaknya siang ini.

"Tadi gue ketemu Bu Gita di jalan," ujar Nino. Nina hanya bergeming tak ubah dari posisinya yang memeluk bantal sofa. "Nanti malem lo disuruh ke rumahnya. Mau diajak jenguk orang sakit."

"Siapa yang sakit?" tanya Nina.

"Gue nggak tanya. Cuma itu pesennya Bu Gita."

"Gue capek banget. Kayak nggak ada daya buat pergi mandi apalagi keluar rumah." Nina memaksa dirinya untuk duduk dan mengambil satu tusuk sate dari piring Nino. "Lo aja yang wakilin ya? Nanti belanja bulanan pake duit gue sendiri deh."

Nino menggeleng. "Gue ada perlu. Lagian, emang lo tega nolak ajakan Bu Gita?"

Nina sudah habis memakan tiga tusuk sate dengan segala upayanya melawan rasa lelahnya. "Gue.. nggak mau ketemu Gama."

Nino meletakan piring makannya di meja dan dengan sengaja menyodorkan kepada Nina. Bermaksud agar kakaknya menghabiskan sate yang berjumlah 20 tusuk tersebut sembari diam-diam membuka sesi wawancara. "Kok bahas Gama? Kenapa?"

"Udah seminggu chat gue nggak dibales. Ngerasa aneh aja. Too strange."

"Emang abis ada kejadian apa?"

Nina menarik napasnya yang terasa berat dan mengembuskan sembari menenangkan pikirannya. "Sabtu kemarin, abisnya kita makan-makan, itu gue kan chat Gama kayak biasanya. Ya basa-basi gitu kayak biasanyalah. Nah, gue salah kirim emotikon. Mulai itu dia nggak bales. Gue spam chat, gue telfon, itu nggak direspon. Padahal chat gue dibaca sama dia. Kan sial."

"Ngirim emotikon apa?" selidik Nino.

"Nggak perlu tau lah. Gue aja sampe males buka hp. Biasanya rame spam chat-nya dia, hal nggak penting bisa jadi topik pembicaraan. Atau bahkan dia sering tiba-tiba ke rumah padahal lo nggak ada," jelas Nina. "Ya itu bukan yang menjadi 'harus', tapi akhir-akhir ini kayak aneh aja. Ya udahlah. Namanya juga masih remaja ya, nggak?" sindir Nina sedikit kesal.

"Jadi, ceritanya lo lagi marah?"

Alisnya terangkat sebab heran, "For what?" Nina masih meneruskan memakan sate yang telah tersaji. Dan masih dengan seru bercerita dengan Nino.

"Gama nggak serame sebelumnya, dan lo merasa dia menjauh. Gitu kan?"

Nina mengangkat kedua bahunya. "Gue aja lupa kita pernah sedeket apa. Atau bahkan di sini cuma gue doang yang merasa 'deket' sama dia. Dah ya udahlah, gue juga berkaca diri. Gue ini ngapain sih sampe punya ide sok 'deket' sama temen lo?"

Hello, New PageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang